Sukses

Lifestyle

Dilamar di Acara Pernikahan oleh Pria yang Ternyata Teman Kecilku

Aku mengenalnya lewat sahabatku. Saat aku ikut ke acara makan siangnya dengan teman-temannya. Namanya Narel (bukan nama sebenarnya). Nama yang familier, mudah diingat, apalagi orangnya. Supel dan nggak neko-neko.

Entah kenapa aku langsung tertarik dan menyukainya. Walaupun aku tidak tahu apa dia juga punya perasaan yang sama karena sialnya dia sudah punya pacar. Tunggu, aku bukan pelakor seperti yang sedang tren saat ini. Merebut suami orang. Karena Narel memang belum menikah jadi belum disebut suami. Setidaknya masih available. Tapi aku juga tidak berniat merebutnya dari pacarnya. Karena aku masih punya hati.

Tidak ada keinginan merebut kebahagiaan orang lain, yang kumaksud orang lain di sini adalah pacar si Narel. Haram hukumnya di dalam kamus hidupku. Jadi mau tidak mau aku cuma bisa menunggu keajaiban terjadi.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Aku selalu optimis kalau Tuhan akan mempertemukanku dengan pria terbaik menurut-Nya. Kalaupun ternyata  pria terbaik itu bukan Narel, aku tidak masalah. Jadi, saat itu aku hanya bisa berharap kalau Tuhan akan menakdirkan aku dengan Narel. Egois memang. Tapi aku tidak tahu lagi bagaimana caranya aku menghentikan perasaanku padanya.

Narel pria yang baik dan perhatian. Padahal aku bukan pacarnya, hanya sekadar kenalan. Sama teman aja begini, gimana sama pacarnya, pikirku saat itu. Aku jadi sering terbawa perasaan kalau berada di dekatnya.

Kadang aku cemburu saat Narel menelepon pacarnya di depan mataku. Tapi aku hanya bisa diam karena aku ingat aku bukan siapa-siapanya. Suatu waktu, sahabatku akan menikah. Iya, sahabatku yang memperkenalkan aku dan Narel. Aku diminta jadi bridesmaid. Sahabatku yang lain juga. Jadi semuanya ada 7 orang yang jadi bridesmaid termasuk aku. Keenam sahabatku memiliki pacar. Hanya aku yang masih single.

Otomatis pacar mereka jadi groomsmen karena pacar keempat sahabatku juga sahabat si calon pengantin pria. Walaupun sisanya hanya ikut ikutan. Aku ingin menolak jadi bridesmaid, karena aku minder tidak memiliki pasangan sendiri. Rasanya kalau nanti berfoto bersama terasa ganjil. Tapi aku tidak enak hati dengan sahabatku. Pernikahan sahabatku tinggal  satu setengah bulan lagi. Aku bertekad harus punya pacar sebelum acara pernikahan sahabatku. Aku tahu itu mustahil. Tapi setidaknya aku tetap harus mencoba.

Tiba-tiba kabar mengejutkan datang dari Narel. Sahabatku memintanya menjadi groomsmen dan menjadi pasanganku. Saat aku tanya apakah pacarnya akan cemburu kalau tahu kita jadi pasangan, walaupun hanya pasangan di dalam acara pernikahan, jawaban Narel membuatku terbang hingga ke langit ketujuh. Narel single. Alasannya karena pacarnya mendadak memutuskan hubungan dan menikah dengan pria lain.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Aku tahu aku jahat. Tertawa di atas penderitaan orang lain. Tapi mungkin saja itu rencana Tuhan mempertemukan Narel denganku agar aku bisa mengobati luka hatinya. Aku mulai memberikan perhatian padanya. Untungnya Narel tipe pria yang cepat melupakan masa lalu dan memilih melangkah ke depan. Selama sebulan aku bersamanya. Entah makan siang bareng, makan malem bareng, atau bahkan sekadar refreshing nonton bareng di bioskop. Sayangnya Narel sepertinya masih belum tersentuh hatinya. Aku nyaris putus asa berharap.

Lalu hari pernikahan sahabatku akhirnya tiba juga. Aku dan Narel jadi pasangan ‘pura-pura’ hari itu. Kemudian, saat sesi lempar buket bunga, aku bersemangat sekali mau menangkapnya dengan harapan aku cepat dipertemukan dengan jodohku jika berhasil menangkapnya. Bukankah mitosnya memang begitu? Sahabatku yang lain sama bersemangatnya. Apalagi mereka sudah punya pacar. Pastilah ada keinginan ingin menikah karena takut jika terlalu lama menjalin hubungan akan berakhir di tengah jalan seperti Narel.

Hitungan mundur dimulai 5..4..3..2..1... dan grebb!! Buket bunga itu tergenggam kuat di tanganku. Aku sendiri tidak percaya. Sahabatku mengeluh karena aku yang masih single malah secara ajaib berhasil menangkapnya. Saat salah satu sahabatku memohon agar buket bunganya kuberi ke dia agar dia segera menikah, saat perasaan tak tegaku nyaris membuat tanganku megulurkan buket bunga padanya, saat itu juga Narel menahan uluran tanganku.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Tiba-tiba Narel berlutut dan mengeluarkan kotak cincin dan mengucapkan kalimat sakralnya. Narel melamarku. Di acara pernikahan sahabatku sendiri. Disaksikan sahabat-sahabatku yang lain juga. Dia bilang, “Terima kasih telah menjadi obat luka hatiku, terima kasih telah menemaniku selama sebulan ini, terima kasih mau mengenalku, aku tau mungkin ini terlalu cepat, tapi sepertinya Tuhan memang menakdirkan aku denganmu, will you marry me?”

Aku menangis terharu dan tanpa pikir panjang mengatakan, “Ya."
Seminggu kemudian, Narel secara resmi melamarku dengan membawa keluarganya ke rumahku. Saat itu entah kenapa Narel ingin melihat-lihat album foto masa-masa pertumbuhanku.

Saat itu juga, entah harus senang atau apa, saat mata kami berdua tertuju pada sebuah foto yang menampilkan aku dengan seorang anak laki-laki sedang berfoto bersama singa di taman safari saat acara rekreasi taman kanak-kanak, kami berdua tersenyum. Entah kenapa aku bisa melupakannya. Mungkin karena berbeda kelas. Ya, anak laki-laki itu Narel, teman TK-ku dulu. Ternyata jodoh memang nggak kemana ya.





(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading