Sukses

Lifestyle

Di Balik Suksesnya Perempuan, Ada Pengorbanan Seorang Bapak yang Luar Biasa

Apakah ada sosok pahlawan yang begitu berarti dalam hidupmu? Atau mungkin kamu adalah pahlawan itu sendiri? Sosok pahlawan sering digambarkan sebagai seseorang yang rela berkorban. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini. Seorang pahlawan bisa berasal dari siapa saja yang membuat pengorbanan besar dalam hidupnya.

***

Istilah pahlawan saat ini sudah lebih luas, dulunya ketika mendengar kata pahlawan secara langsung kita dapat mengartikan bahwa pahlawan adalah orang-orang yang berjasa yang rela mengorbankan diri mereka demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun, istilah ini secara garis besar telah memiliki makna yang sangat luas karena orang yang mau berkorban untuk suatu kepentingan bukan untuk dirinya melainkan untuk orang lain bahkan untuk masyarakat dapat diistilahkan sebagai pahlawan.

Jika kita berdasar pada diri kita sebagai bagian dalam suatu keluarga tentunya kita khususnya sebagai anak tidak perlu berpikir panjang, pahlawan kita adalah orangtua kita. Mereka yang rela berkorban untuk kita pastinya orang tua kita. Saya anak kedua dari lima bersaudara, sungguh merasa bersyukur atas cinta orangtua, mereka mencintai kami anak-anaknya sama besarnya, dan mengasihi kami sama adilnya. Mereka orangtua yang sangat bijaksana yang mendukung segala cita-cita anak-anak mereka. Hal ini pula yang benar sangat saya rasakan sebagai seorang anak dengan limpahan kasih sayang yang besar dari kedua orangtua.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/element5 digital

Saya teringat akhir tahun lalu tepatnya tahun 2017, lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil dibuka, dan saya berencana mendaftarkan diri sebagai dosen. Setelah melihat formasi yang ada, universitas yang ada untuk bidang ilmu saya ada dua dan hanya terbuka di luar provinsi tempat saya menetap waktu itu.

Saya memberitahu orangtua tentang hal tersebut, mereka mendukung dan mengatakan silakan daftar di mana saja pilihanmu. Namun hal yang membuat saya ragu adalah semua tes dilakukan di kota tempat kita mendaftar, sehingga saya berpikir saya tidak dapat menyediakan biaya ke tempat itu, walaupun sebenarnya saya sudah bekerja dan berpenghasilan tetapi pada waktu itu saya menggunakan uang untuk keperluan yang lebih mendesak sehingga simpanan saya tidak cukup.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/nathan dumlao

Saya katakan ke orangtua bahwa tesnya harus di sana, yang mereka katakan adalah, "Nanti Bapak antar, biayanya Insyaallah Bapak usahakan." Saya katakan nanti saya berangkat sendiri saja, kalau berangkat berdua membutuhkan banyak biaya. Tetapi tetap saja orangtua bersikeras agar bapak ikut, saya belum pernah ke kota itu, tidak ada keluarga atau teman yang ada di sana, itu pertimbangan mereka. Akhirnya, saya mendaftarkan diri di salah satu perguruan tinggi. Ibu tiap malam tak pernah lelah mendoakan agar saya lulus dan berhasil, selalu mengingatkan apa persiapan yang perlu dibawa nanti.

Setelah dinyatakan lulus berkas, pengumuman selanjutnya adalah jadwal tes di mana tes tersebut dibagi menjadi tiga sesi. Saya masuk di sesi pertama jam 8 pagi, karena itu saya harus berangkat sehari sebelum tes. Berangkatlah saya dan bapak menggunakan pesawat, ibu dengan tulus berdoa mengantarkan kepergian saya ke bandara dan terus saja berkata semoga lancar, semoga kamu lulus.

Singkat cerita, sesampainya di sana kami langsung menuju tempat tes untuk cek lokasi. Setelah itu baru mencari penginapan di sekitar kampus. Setelah keliling mencari, kami sampai di sebuah hotel. Hotel itu bagus dan dengan harga yang lumayan untuk sekadar menginap semalam saja, saya minta bapak cari hotel atau penginapan lain saja yang lebih murah, tapi bapak bilang kalau ini yang paling dekat, "Kamu besok tidak akan terlambat kalau kita menginap di sini." Saya sungguh terharu mendengar itu, bapak mengusahakan betul sampai uang untuk keberangkatan kami ke sini itu tersedia dan saya sangat tahu itu.

Saya berkata kepada bapak, kalau pengeluaran bapak banyak sekali untuk tes ini. Bapak hanya bilang, “Berjuang memang seperti itu, jangan takut untuk berkorban." Ibu lalu menelepon, menyemangati saya, mengingatkan jangan lupa berdoa, ibu selalu mendoakan di sini. Ya Allah saya bersyukur memiliki orangtua seperti mereka. Saya menangis, saya bertekad saya juga harus berjuang maksimal, saya harus lulus, tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan orangtua saya.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/bethany laird

Keesokan harinya di tempat tes, saya mencium tangan bapak saya sebelum masuk ke ruang ujian. “Doakan, Pak,” kata saya. Di luar terdapat layar yang telah disediakan untuk melihat skor yang kami peroleh selama tes tersebut berlangsung dan dapat dilihat oleh panitia atau peserta di sesi berikutnya, termasuk bapak saya.

Saya berusaha mengerjakan tes dengan baik dan maksimal, sementara bapak saya menunggu dengan sabar sambil menjaga tas bawaan kami. Ya kami sudah check out dari hotel, kalau setelah tes sudah tidak ada kegiatan lagi kami akan pesan tiket pesawat dan langsung pulang.

Setelah selesai mengerjakan tes tersebut, saya mengklik submit. Di layar komputer terlihat skor akhir saya, saya duduk agak lama menatap layar komputer sambil mengingat-ingat passing grade kelulusannya, saya bandingkan dengan skor saya dengan passing grade, ternyata lolos. Saking lamanya berpikir, saya tidak melihat, ternyata di bawah skor saya ada catatan, “Selamat Anda Lolos." Saya senyum-senyum sendiri, mengapa perlu berpikir terlalu lama apa saya lolos atau tidak, sudah jelas ada tulisan di bawahnya, saya lolos.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/ravi roshan

Saya cepat-cepat meninggalkan ruangan, mengambil tas saya di loker dan menemui bapak saya. Saya cium tangannya, dan bapak mencium kening saya. Saya bahagia. Saya memastikan ke panitia kalau boleh pulang, kami memesan tiket, dan tentunya kalau memesan tiket pada saat itu juga tentu akan lebih mahal jika dibandingkan ketika memesan jauh hari sebelumnya.

Bapak memberikan ATM-nya untuk transfer biaya tiket yang kami pesan, setelah transfer saldo tersisa di rekeningnya kurang dari seratus ribu. Dalam hati, sedih, bapak berkorban lagi. Di perjalanan ke bandara, bapak dengan semangat bercerita, di luar ruangan tes orang-orang heboh katanya, karena setiap skor peserta naik mereka tepuk tangan, kamu orang pertama yang lulus dan membuat orang-orang semakin heboh. Bapak setelah melihat saya lolos, mengangguk, baru duduk kembali.

Senangnya dia dan saya senang melihat dia senang. Ibu juga sangat bersyukur saat tahu saya lolos. Ini berkat doa beliau. Tes selanjutnya, tes wawancara dan microteaching. Bapak ikut lagi menemani saya, sampai panitia ujian pun tahu, saya peserta yang diantar sama bapaknya. Dan akhirnya, setelah pengumuman, saya lulus.

Pengorbanan orangtua sampai akhirnya saya lulus itu tidak sia-sia, tidak mengecewakan mereka. Mereka pahlawan, bagi saya, bagi saudara-saudara saya. Bagi saya jika seseorang sukses, pasti ada doa dan dukungan yang sangat besar dari orang-orang yang paling mencintainya.

Kita berada di posisi sekarang atau pencapaian yang kita raih sekarang ini bukan hanya modal kerja keras dari kita sendiri, tapi mungkin saja ada doa ibu yang selalu dia panjatkan untuk kesuksesan kita, mungkin saja ada ayah yang selalu menggenggam tangan kita agar kita tetap teguh dan bangkit lagi ketika terjatuh. Orangtua selagi mereka masih berada dekat di sisi kita, maka maksimalkan upaya kita untuk mengabdi dan membahagiakan mereka, karena mereka adalah PAHLAWAN bagi anak-anak mereka.







(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading