Sukses

Parenting

Pejuang ASI Gagal Tetaplah Seorang Ibu, Hargailah!

"Hormon oksitosin akan deras terproduksi saat seorang ibu bahagia..." ~ begitu sekilas beberapa isi artikel dan tulisan-tulisan singkat di media sosial soal ASI.

Wanita 30an yang saya jumpai sore itu sangat dinamis dan penuh semangat. Rupanya dia baru mengalami menjadi ibu untuk pertama kalinya. Seperti ibu baru pada umumnya, wanita ini bercerita banyak tentang perkembangan bayinya, dengan wajah yang sumringah. Namun ternyata di sela kebahagiannya itu, rupanya dia sedang tenggelam dalam berbagai pertanyaan seputar ASI yang berkecamuk di otaknya. Sebut saja dia Mbak Asri, yang meski sudah berusaha keras memompa ASI-nya, hanya 100 mililiter sehari yang keluar.

10 tahun lalu, seorang wanita lain yang saya kenal juga mengalami hal yang sama. Anak pertamanya lahir melalui proses persalinan normal dengan berat 3,55 kilogram dan panjang 51 sentimeter, tanpa ada drama dan teriakan kesakitan. Pembukaan pertama selepas salat Maghrib, dan sudah lengkap sepuluh, 12 jam kemudian. Sempat kehabisan tenaga sejenak untuk mengejan, dia lalu kembali semangat setelah satu kecupan dari sang suami mendarat di kening, mempererat genggaman tangan, dan berbisik, "Kamu kuat. Kamu pasti kuat."

Semua berhasil dilewati dengan lancar. Luka jahitan kering hanya dalam tiga hari, kata dokter karena menyusui memang sangat membantu proses penyembuhan. Mereka yang bertugas di rumah sakit bersalin itu geleng-geleng kepala dan berdecak kagum, saat tahu bahwa wanita yang sudah luwes memegang bayi dan menyusui itu ternyata adalah ibu dengan pengalaman pertama melahirkan. Ya, sejak proses persalinan yang tanpa drama itu, ternyata para suster sempat mengira bahwa ini bukanlah kelahiran anak pertama.

Tinggal di rumah sakit bersalin selama tiga hari, karena mereka harus memastikan bahwa wanita itu sudah benar-benar bisa memandikan bayinya sendiri. Well, bisa menyusui dengan posisi yang tepat, luwes memandikan si bayi, rasanya? Pasti bangga! Tentu saja ekspektasi digantung tinggi soal ASI. Berharap berkelimpahan dan bisa mencukupi kebutuhan buah hati, tentu jadi impian setiap ibu yang baru melahirkan. Tapi apa daya, di bulan ketiga pabrik mandeg produksi. Berbagai cara dilakukan, tetap tak berhasil bikin lancar. Lalu mau apa?

Dengan sedih, sebut saja dia Mbak Rani, mengungkapkan kekecewaannya pada diri sendiri. Dia juga ingin bisa menyusui bayinya sampai usia yang dianjurkan. Sayangnya, karena harus kembali bekerja, dia harus berpisah dengan bayinya dalam waktu yang lumayan lama setiap harinya. Sejak itu, makin hari produksi ASI pun makin menurun. Pompa dalam bentuk apapun sudah dicoba dan tak membuahkan hasil. Dedaunan dan kacang-kacangan yang dianjurkan pun sudah dikonsumsi. Tapi apa daya? Jangan judge dia tidak bahagia!

Jika memang bahagia jadi salah satu faktor yang mempengaruhi produksi hormon oksitosin, mari kita aminkan saja. Bahagia atau tidak seorang ibu, saat dia kesulitan untuk memproduksi ASI, bukan berarti dia tak berusaha. Dalam blogwalking random, sering saya temukan artikel tentang bagaimana seorang ibu seharusnya berjuang memompa sampai jumlah ASI-nya setara seperti milik ibu-ibu muda selebgram yang sering posting berbotol-botol perahan dalam freezer mereka. Ya, semua ibu tentu ingin begitu.

Namun sayang, tak banyak yang peduli bahwa bacaan-bacaan semacam itu justru bikin ibu dengan jumlah ASI minim ini jadi makin tertekan. Tak jarang mereka jadi merasa tak berguna dan makin stress, sehingga berpengaruh pula pada perlakuannya terhadap bayinya. Mungkin beberapa orang bisa menjadikan artikel atau gambar-gambar itu sebagai inspirasi dan dorongan untuk tetap berusaha dan jadi pejuang ASI yang gigih, tapi bagaimana dengan mereka yang sudah berjuang keras dan masih gagal? bukan berarti dia tak layak disebut ibu.

Mereka tetaplah ibu, meski menyerah kalah pada formula. Percayalah, wanita-wanita seperti mereka pun sesungguhnya tak rela bayinya menyusu botol. Tapi siapa yang akan bertanggung jawab jika berat badan bayi mereka turun tak wajar, jauh di bawah angka seharusnya? Maka sekali lagi, para pejuang ASI yang gagal, tetaplah seorang ibu. Bantu mereka untuk tak membenci diri sendiri dengan tidak memaksanya memerah ASI.

(vem/dew)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading