Sukses

Lifestyle

Faktanya, di Indonesia Kekerasan Perempuan Masih terjadi di Berbagai Sektor

Dalam memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap tanggal 8 Maret, isu kesetaraan gender masih ramai dibicarakan. Bahkan dalam kondisi hiruk pikuk politik nasional, kelompok rentan masyarakat dari buruh, petani, nelayan, dan miskin kota juga masih harus berjuang keras.

Buruh perempuan pun masih mengalami eksploitasi dan kekerasan seksual. Perjuangan untuk menolak upah murah merupakan perjuangan panjang.

“Buruh perempuan yang bekerja di pabrik-pabrik mengalami nasib tak menentu. Upah rendah, sistem kerja target tak manusiawi, kondisi kerja berat yang tak berpihak pada perempuan hamil, serta kekerasan dan pelecehan di tempat kerja masih terus dihadapi pekerja perempuan. Kondisi kerja yang sama buruknya juga dialami pekerja difabel dan kelompok LBT,” ujar Nur Aini yang menjabat Wakil Koordinator Lapangan Parade Juang, saat ditemui dalam konfrensi pers ‘Parade Juang’, beberapa waktu lalu.

Pada sektor pertanian, Presiden Joko Widodo juga secara tegas pernah menyatakan soal kedaulatan pangan sebagai salah satu prioritas dari Nawacita. Akan tetapi, fakta yang terjadi justru memperlihatkan situasi yang sangat memprihatinkan. Para perempuan petani kehilangan tanahnya akibat alih fungsi maupun dirampas untuk perkebunan, pabrik semen, bandara atau proyek pembangunan lainnya.

Baca Juga: Mengenal Hak Perempuan Indonesia dalam Undang-Undang

Di pesisir, nelayan terancam proyek reklamasi dan penambangan pasir. Di satu sisi, pemerintah memang mengeluarkan kebijakan untuk berupaya melindungi, namun di sisi yang lain pemerintah juga semakin agresif mengikatkan diri pada perjanjian internasional yang menghilangkan kedaulatan pemerintah untuk melindungi produsen pangannya. Kedaulatan rakyat Indonesia atas pangannya semakin menghilang. “Perempuan pun terpinggirkan dari kontestasi perebutan sumber-sumber kehidupan ini,” ujarnya.

Sementara, perempuan buruh migran kerap mengalami kekerasan dan ketidakadilan berlapis. Mayoritas perempuan buruh migran mengalami berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran hak, seperti dieksploitasi jam kerja, pemotongan/tidak dibayar gaji, dipindah-pindah majikan, kekerasan fisik, psikis, dan seksual, kriminalisasi, hingga trafficking dan penghilangan nyawa. Hal lain yang menjadi sorotan yaitu tentang praktik perekrutan dan penempatan buruh migran yang sarat dengan indikasi perdagangan manusia.

“Kondisi memprihatinkan tersebut ternyata juga tidak ditangkap oleh kaca mata media yang diharapkan menjadi alat kontrol sekaligus pengawas bagi kebijakan represif,” ungkapnya.

Produk jurnalistik direbut oleh kepentingan politik pemilik media. Selain itu, kepentingan pasar membuat media daring lebih memilih menjual berita sensasi mengenai perempuan dan kelompok marginal untuk mengejar klik.

Nah, ladies kita sebagai perempuan pun patut berjuang untuk membela hak-hak kita sebagai perempuan. Jangan pantang menyerah dan selalu bersemangat. Karena perempuan yang akan melahirkan penerus bangsa.

(vem/asp/apl)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading