Sukses

Lifestyle

H-14 Ayah Meninggal, Momen Persiapan Menikahku yang Penuh Tangis dan Haru

Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.

***

Siapa sih yang tidak ingin menikah? Menjalani hidup dengan orang terkasih sehidup semati. Hal itu juga dirasakan olehku, wanita berumur 25 tahun kala itu. Tiga tahun pacaran, membuat aku dan dia merasa klop untuk menikah.

Awalnya, semua berjalan lancar. Ada Mama, Papa yang senantiasa membantu dan memberikan wejangan tentang bagaimana pernikahan itu, dan harus seperti apa menjalaninya. Mereka jabarkan menurut pengalamannya. Semua hal tersebut sangat berarti dan menolongku,  yang waktu itu sibuk bekerja.

Sampai tiba pada saat Tuhan memberikan ujian-Nya. Beberapa bulan sebelum hari-H, Papa jatuh sakit. Diagnosis dokter menyebutkan dehidrasi dan typus. Papa pun harus dirawat intensif untuk beberapa hari, dan setelah itu Papa diperbolehkan pulang.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Ujian tidak sampai di situ. Beberapa hari setelah Papa di rumah, Papa kembali jatuh sakit. Badannya seketika panas, tapi dengan mudah bisa langsung dingin. Dokter bilang itu penyakit typus yang kembali menyerang. Kami pun hanya fokus pada kesembuhan Papa. Bahkan, 3 bulan sebelum hari-H, kami belum mempersiapkan apa-apa, termasuk uang tabungan untuk menikah yang dipakai untuk biaya berobat.

Apakah hanya itu ujian-Nya? Tidak. Kantor tempatku bekerja mengalami krisis. Hampir setiap hari, semua karyawan diharuskan lembur. Maklumlah, aku bekerja di salah satu lembaga keuangan simpan pinjam.

Pikiran semakin kusut memikirkan pekerjaan, Papa yang sakit dan juga pernikahanku. Di sela-sela waktu,  satu bulan sebelum hari-H, aku dan calon suamiku mulai memesan dekorasi, katering dan juga cetak undangan. Semua dilakukan berdua. Ya, hanya berdua. Terasa lelah pasti. Namun, itulah perjuangan menuju kebersamaan.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Sampai dua minggu sebelum hari-H. Papa berpulang. Sebuah kenyataan pahit yang harus diterima. Ingin rasanya berontak, kenapa harus sekarang? Di saat hanya hitungan hari aku menikah. Langit serasa hancur berkeping. Tidak ada yang lebih sakit selain rasa kehilangan ini. Air mata seakan tak henti mengalir. Meratap pada Tuhan.

Tapi itulah hak prerogratif Tuhan tentang maut. Tidak ada satupun makhluk yang bisa menentang dan menghalangi-Nya. Semua doa terselip nama Papa agar ada dalam surga-Nya.

Sejak itu, keluarga beserta saudara merasa iba dengan keadaanku. Kami bergotong royong, bersama-sama mempersiapkan berbagai hal yang belum selesai untuk acara pernikahan nanti.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Syukurlah, walau waktu mepet, Papa meninggal, dan pekerjaan yang menumpuk, tepat pada 14 Mei 2016, kami resmi menikah. Sebuah acara sakral sekaligus mengharu-biru.

Itulah kisah pernikahanku yang penuh dengan asam manis kehidupan. Meski pahit di awal, tapi terselip hikmah di dalamnya. Menjadikanku semakin kuat dan tegar, serta menjadi pengalaman hidup yang tidak akan pernah terlupakan.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading