Sukses

Lifestyle

Suka Duka Menyiapkan Pernikahan Tanpa Bisa Cuti dari Kantor

Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.

***

Bagi pasangan yang sedang merenda kasih pasti sangat menantikan yang namanya momen pernikahan. Momen di mana mereka menyatukan ikatan cinta mereka di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Momen itu merupakan hal terindah bagi mereka, terutama bagi kaum wanita, termasuk aku. Yups, pernikahan adalah salah satu momen bahagia dalam hidupku. Momen yang memang telah lama aku nantikan.

Sebenarnya sejak dahulu aku mempunyai impian untuk menikah muda, maksimal di usia 25 lah aku sudah menikah. Tapi sayangnya hal itu tak terwujud, karena sampai batas waktu tersebut jodohku tak kunjung datang. Tidak, aku tidak kecewa, mungkin memang belum waktunya aku menikah. Hingga akhirnya aku dipertemukan kembali dengan seseorang, yang sekarang telah menjadi ayah dari anak-anakku.

Mengapa dipertemukan kembali? Ya, karena dia adalah mantanku. Seseorang yang pernah hadir dalam hidupku ketika aku masih menyandang status sebagai mahasiswa. Karena sesuatu hal, hubungan kami putus di tengah jalan. Singkat cerita, beberapa tahun kemudian kami memutuskan untuk berpacaran kembali. Hingga akhirnya ia melamarku pada 11 Maret 2012 silam.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Di acara lamaran tersebut ditentukanlah tanggal pernikahan kami, yaitu 11 Juni 2012. Ya, kami hanya punya waktu tiga bulan untuk menyiapkan semuanya. Waktu yang terbilang relatif sedikit untuk menyiapkan sebuah pernikahan yang lengkap dengan pernak-perniknya.

Alhasil dalam waktu tiga bulan itu, kami -- aku dan pasangan -- harus pontang-panting untuk mempersiapkannya. Sekadar informasi, karena kami berasal dari suku Betawi, maka pernikahan kami dilaksanakan sebanyak dua kali. Pertama di kediamanku, seminggu kemudian di kediaman suamiku. Nah riweh kan ya.

Banyak kendala yang harus aku lalui dalam menyiapkan hari bahagia tersebut. Tapi aku tidak menyerah. Aku tetap menjalaninya, meskipun terkadang aku merasa lelah. Aku selalu berkeyakinan bahwa semuanya pasti bisa dilewati. Kendala itu antara lain aku tak mempunyai waktu untuk cuti dari tempat bekerja, karena kebetulan aku masih dalam hitungan bulan bergabung dengan tempatku bekerja tersebut. Sebuah perbankan nasional. Aku hanya mempunyai jatah cuti satu hari sebelum hari H.

Di saat yang bersamaan aku didera sakit tifus akibat syok dengan kerjaan baru yang memang sangat membutuhkan adaptasi dengan lingkungan dan pekerjaan baru tersebut. Pekerjaan yang bukan hanya membutuhkan tubuh yang fit, tapi juga pekerjaan yang sangat menguras otak. Banyak hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya, sehingga aku harus dengan cepat mempelajari dan mempraktikkannya dalam pekerjaan baruku itu. Learning by doing. Pergi pagi pulang malam, pergi pagi pulang malam, begitu terus setiap hari. Di sela-sela waktu setelah pulang kantor, ada saja yang aku lakukan. Mulai dari cari-cari vendor pernikahan, undangan, souvenir, dan pernak-pernik lainnya. Seolah-olah aktivitasku tak ada batasnya.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Untuk masalah vendor pernikahan, aku memilihnya yang satu paket, yang terdiri dari tata rias, pelaminan, tenda pernikahan, dan perlengkapan lainnya termasuk alat-alat memasak. Aku memilih yang komplet seperti itu untuk mengefisiensikan waktu dan tenaga. Untuk masalah makanan, aku tak memilih catering langsung jadi, tapi memanggil ahli masak yang memang sudah terkenal di daerah rumahku.

Semua keperluan untuk makanan tersebut disiapkan oleh orangtuaku. Ahli masak tinggal meracik bumbunya dan mengolah semua bahan-bahan yang telah disiapkan yang tentunya dibantu oleh sanak saudaraku. Alhamdulillah, untuk pembayaran vendor pernikahan dan keperluan makan ditanggung sepenuhnya oleh orangtuaku. Aku hanya membantu membayar tambahan bunga untuk dekorasi taman pelaminanku saja.

Mengenai undangan, kami memesannya pada satu tempat. Hal ini kami lakukan biar lebih efisien saja. Kami mencari-cari percetakan undangan yang harganya harus sesuai dengan kantong kami, karena undangan yang kami buat tak sedikit. Kurang lebih 1.500 untuk acara di kediamanku, lalu 1.500 lagi untuk acara di kediaman suamiku. Makanya kami cari yang harganya pas di kantong. Cari yang bagus, tapi murah. Akhirnya ketemulah dengan tempat tersebut yang berada di bilangan Kebayoran. Mulailah aku memilih-milihnya. Dari mulai desainnya, kertasnya, ukurannya, dan sebagainya. Hingga akhirnya terpilihlah yang sreg di hati. Sreg di hatiku, pasanganku, dan juga kedua orang tuaku.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Masalah undangan selesai, lanjutlah mengurusi souvenir. Berdasarkan informasi yang kami terima, untuk mencari souvenir ada baiknya ke Pasar Mester Jatinegara. Oke, berangkatlah kami ke sana di hari Minggu. Aku berangkat pagi-pagi supaya belum terlalu ramai, jadi masih enak untuk muter-muter memilihnya. Ngubek-ngubeklah kami dari pagi sampai siang hingga jatuhlah pilihan pada goodie bag. Pemilihan goodie bag itu sebagai souvenir, karena aku merasa barang itu bisa dipakai kapan saja dan pastinya kami sesuaikan dengan kesiapan uang yang ada di kantong kami.

Hufff.., hampir selesai? Belum. Masalah selanjutnya adalah penyebaran undangan, yang tentu saja membutuhkan waktu yang lumayan banyak mengingat undangan yang kami cetak cukup banyak. Jadi, ketika undangan kami selesai, kami langsung mengambilnya. Setelah itu kami langsung melabeli dengan nama-nama yang telah kami buat sebelumnya. Dilihat, dibaca, dikoreksi lagi. Jangan sampai ada sanak saudara atau teman yang terlupa diundang. Setelah kami anggap selesai, barulah undangan tersebut kami kirim ke yang tertuju.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Untungnya aku mempunyai pasangan yang sangat perhatian padaku. Di saat aku sudah merasa lelah dan capek mengurusi semuanya, ia selalu men-support dan menyemangatiku untuk tidak patah semangat. Ia selalu meyakinkan diriku bahwa proses tidak pernah mengkhianati hasil, dan aku percaya akan hal itu.

Hari H tinggal satu hari lagi. Saat itulah aku baru cuti kantor. Kesempatan itu aku gunakan untuk memanjakan diri di salon untuk melepaskan segala kelelahan dalam mempersiapkan pernikahanku. Di sana aku juga melakukan segala rangkaian kecantikan. Hal ini aku lakukan agar di hari bahagiaku aku merasa rileks dan santai.

Akhirnya hari itu tiba juga. Hari yang sangat aku nanti-nantikan. Alhamdulillah, aku bisa melewati semuanya, hingga akhirnya pernikahanku berjalan dengan lancar tanpa hambatan apa pun. Inilah yang dinamakan berakit-rakit ke hulu berenang-renang kemudian dan semua akan indah pada waktunya.






(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading