Sukses

Lifestyle

Dulu Saya Berpikir Kalau Menikah adalah Hal yang Sangat Menyenangkan

Seringkali kita baru memahami ketulusan cinta saat sudah dibuktikan dengan pengorbanan nyata. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini.

***

Panggil saja saya Putri, seorang wanita biasa yang berusaha mendobrak dinding pembatas pada dirinya. Setelah menikah dengan seorang pria yang juga biasa-biasa saja, maka kehidupan setelah menikah pun juga biasa saja. Tepatnya tidak ada yang berbeda dengan masih lajang dulu, kecuali rutinitas yang sedikit berubah karena telah dikaruniai seorang anak perempuan yang kini berusia tiga bulan.

Dulu saya berpikir bahwa menikah adalah hal yang sangat menyenangkan, kita dapat berbagi dengan pasangan kita dalam suka maupun duka, bisa dengan santai menjadi pribadi kita tanpa takut akan sebuah penolakan karena ia telah memilih kita, dan tidak sampai di situ saja, pengeluaran pun semuanya menjadi tanggung jawabnya dan kita hanya tinggal terima struk gaji bulanan dengan duduk manis di sofa sambil minum jus jeruk.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Tetapi apa yang terjadi? Menikah ala kadarnya dengan mahar seadanya, tak ada pesta meriah seperti kebanyakan orang, tak ada foto pre-wedding seperti impian gadis lainnya, tak ada gaun putih mewah nan indah, tak ada cincin emas atau permata dari bebatuan langka. Pernikahan berupa akad itu berlangsung cepat tanpa kendala dan selesai, hanya sampai di situ saja. Memangnya apalagi yang saya harapkan? Berkali-kali dipikirkan pun hasilnya tetap sama. Dan pada titik tertentu entah mengapa saya merasa tidak begitu bahagia.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Berbulan-bulan bersama, hingga hari di mana saya dinyatakan hamil pun tiba. Rasanya berkecamuk. Kuliah belum selesai, tinggal berjuang untuk skripsi dan wisuda. Namun, kehadiran janin ini tidak bisa di abaikan begitu saja. Saya pun memilih fokus ke janin dan mengabaikan skripsi. Banyak yang berpikir pilihan saya adalah hal bodoh, tetapi entah mengapa insting saya berkata bahwa janin ini lebih penting di atas segalanya. Suami pun kaget mendengarnya, namun tidak bisa menolak kehendak yang sudah ditetapkan.

Masa kelahiran pun tiba, semua pikiran tentang suami saya berubah. Rasa tidak bahagia yang dulu sempat ada kini lenyap bersama tangisan bayi yang menggetarkan hati saya. Karena keluarga saya jauh, hanya suami dan adik yang menemani. 

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/katlyn boone

Rasa sakit yang luar biasa hilang setelah melihatnya meneteskan air mata. Selama ini, lelaki yang selalu menyembunyikan rahasianya itu nampak menjadi sangat lemah seketika. Saya pun tak menyangka dapat bertahan dan selamat sampai akhir. Padahal saya adalah wanita yang begitu takut akan proses melahirkan sebelumnya.

Beribu kekhawatiran tentang apa yang terjadi setelah melahirkan membuat saya merinding. Bagaimana jika saya meninggal dan tidak sempat melihat anak saya atau suami saya untuk yang terakhir? Membayangkannya saja sudah tidak sanggup, air mata saya mengalir dengan derasnya, saya memeluk suami saya dengan erat tanpa henti. Dan kini, saya merasa Tuhan begitu adil dan sayang dengan saya.

Jika bukan karena kehadiran buah hati saya, mungkin saya akan buta selamanya tidak bisa melihat cinta yang tulus dari suami saya. Saya hanya akan termakan pada omongan orang lain tentang pernikahan yang ideal. Tetapi sekarang saya sadar, bahwa menikah itu tidak semudah yang terlihat. Di balik kalimat, “Saya terima nikahnya fulanah binti fulan untuk saya sendiri dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai,” bukanlah sekadar kalimat tanpa makna dan tanggung jawab.

Ilustrasi./Copyright rawpixel

Dan kini, setahun lebih bersama saya semakin mencintai apa yang saya miliki sekarang. Saya bersyukur dipertemukan dengan sosok pria sepertinya. Pria yang meskipun lelah setelah kerja, tidak akan menolak menggendong anak atau menidurkannya ketika saya terlihat begitu letih dan lesu.

Pria yang rela mengorbankan waktunya demi anak dan istrinya bahkan jika itu berarti mengurangi waktu tidurnya. Pria yang rela membanting tulang hanya untuk membuat anak dan istrinya sejahtera. Jika saya harus memilih dan jika memang saya dilahirkan pada waktu yang berbeda, saya akan tetap memilih dia untuk menjadi pelengkap hidup saya.


    (vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading