Sukses

Lifestyle

Bukan Beda Keyakinan, Kami Hanya Berbeda Cara Memuji Tuhan yang Sama

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

Menjalin perasaan lebih dari 10 tahun bersama dia ternyata tak membuatku yakin bahwa dia adalah jodohku apakah karena cinta yang sudah tak lagi sama, atau karena faktor seringnya mendengar pertanyaan, “Kapan menikah?”

Di usiaku yang sudah 26 tahun, aku merasa ketinggalan dari teman-temanku dalam hal perkawinan. Kebanyakan teman SMA dan kuliah yang bertahun-tahun tidak ada kabarnya kini sudah posting foto mereka dengan suami bahkan ada yang meng-upload foto mengantar anak mereka ke sekolah. Ya aku memang punya prinsip tidak mau menikah muda, aku mau berprestasi dan bekerja. Tapi kini usia 26 tahun sudah tidak dalam kategori muda dalam hal mencari pasangan hidup bukan?  

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/aziz acharki

Kontrak tidak boleh menikah selama ikatan dinas pada pekerjaan aku setujui dengan mudah kala itu, namun sang waktu begitu cepat berlalu tak terasa ikatan dinas tidak boleh menikah dua tahun dari kantorku sudah selesai. Undangan dari teman-teman satu angkatan mulai berdatangan, 60% dari teman wanita seangkatanku sudah menikah selang beberapa hari ikatan dinas selesai.

Bagaimana denganku? Kenapa tak terbesit sedikitpun untuk menikah, kalau nenek dan keluarga bertanya, "Kapan nikah?” aku hanya menjawab santai, “Aku masih ikatan dinas tidak boleh menikah.” Tapi kini aku tak punya alasan lagi, apalagi keluarga tahu aku bukan tidak punya pacar sehingga tidak bisa menikah. Aku memiliki kekasih hati, bahkan hubungan kami sudah 10 tahun.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/carl cheng

Sejak di bangku putih abu-abu saat usiaku 15 tahun aku sudah menjalin kasih dengan dia. Masa putih abu-abu, jadi anak kuliahan, sibuk sidang skripsi, wisuda, jadi pengangguran, mulai bekerja di perusahaan a,b, dan sekarang c, kami masih tetap bersama dalam suka duka, pahit manis kehidupan. Pernah putus? Ya pernah tapi hanya 4 bulan selebihnya hubungan kami baik-baik saja. Kalau dihitung-hitung memang sudah sangat lama, ibarat makanan sudah basi, atau KPR Rumah sudah hampir lunas. Selama 9 tahun kami LDR bahkan sampai hari ini.

Lalu kenapa aku belum bisa menjawab pertanyaan keluarga dan teman bahkan rekan pekerjaan, “Kapan nikah?”

Menikah bukan hanya antara aku dan dia, tapi juga melibatkan keluarga. Menyatukan keluargaku dan keluarganya. Dia cukup diterima dengan baik oleh keluargaku walau mama sering bilang kalau ada yang lebih baik kenapa tidak dicoba. Apalagi mengenai status pekerjaan, kalau dulu masih kuliah ya asal orangnya baik dan sayang padaku, keluargaku setuju. Tapi sejak aku diterima bekerja di pemerintahan, dan dia  pegawai swasta biasa, pernyataan cari yang lebih baik dari keluarga mulai sering terdengar. Status pekerjaan seakan menjadi tolak ukur siapa yang berhak menjadi pasanganku.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/hunter newton

Apakah keluarganya sudah menerimaku? Sepuluh tahun menjalin hubungan aku sudah sangat sering ikut acara keluarganya, bukan hanya kenal tapi aku merasa sudah dianggap bagian dari keluarga pacarku. Opungnya juga selalu menanyakan kabarku. Tapi ternyata cinta tak semulus perkiraan kami, di tahun ke-10 ini kami bersama, mamanya mulai memberikan dia peringatan untuk meminta aku yang ikut dia ke agamanya. Kalau tidak, dia ingin anaknya mempersunting gadis lain.

Bagai disambar petir, selama ini kenapa tidak ada pembicaraan seperti itu? Selama ini bukankah dia tahu apa yang terjadi di antara hubungan ini?

Sejak duduk di bangku sekolah, aku sudah minta kekasihku untuk mengikuti keyakinanku, dan dia setuju. Dia bahkan selalu beribadah ke tempat yang sama denganku. Bukan berbeda keyakinan, kami hanya berbeda cara memuji Tuhan yang sama. Namun memang aku sangat tegas agar dia yang mengikuti aku dan dia sudah setuju.

Ternyata semakin dewasa, dia mulai ragu karena keadaan. Aku pernah mempertanyakan hal ini dan mengatakan biar kita stop saja hubungan ini jika tidak ada kejelasan. Dia meyakinkanku bahwa ia akan segera bertemu ibunya dan menyatakan dia ingin denganku dia tidak ingin yang lain. Kenyataannya sampai hari aku menulis ini dia belum bisa menemui keluarganya untuk mengatakan keinginan kami. Dia selalu mengatakan dia sibuk di pekerjaannya kalau aku mendesaknya. Tapi dia tetap berjanji untuk segera menyatakan kepada orang tuanya kalau dia ingin mengikuti kepercayaanku.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/nathan mcbride

Cinta yang kami jaga selama bertahun-tahun mulai terhempas oleh tuntutan orangtua mengenai status pekerjaan dan perbedaan prinsip cara memuji Tuhan. Masalah yang hadir karena keluarga sebagai pemicu, kekasihku merasa bukan masalah untuk ikut kepercayaanku, dan aku juga merasa bukan masalah mengenai status pekerjaannya. Hanya karena kami ingin bahagia bukan hanya berdua, tapi bahagia semua keluarga sehingga kami ingin tidak ada yang tersakiti dari keluarga kami.

Tidak mungkin masalah pribadi seperti ini aku jadikan jawaban setiap teman bertanya, “Kapan nikah?” “ Apalagi yang mau diperbincangkan, pacaran atau KPRan?” “Mau nunggu 12 tahun bersama baru nikah?” “Kredit saya di bank sudah lunas kamu masih aja pacaran, kapan statusnya berubah?” “Lo pacaran udah dari gw jaman PDKTan sampai sekarang anak gw bentarlagi SD, mau nunggu anak gw kuliah baru merid?”

Okay. Harapanku semoga permasalahan ini segera mendapat kunci penyelesaiannya. Kami saling mencintai dalam kelebihan dan kekurangan. Kami ingin menikah bukan Karena takut akan sesuatu (takut tua, takut cemoohan, takut miskin, dan lain-lain) dan menikah sebagai solusi untuk masalah pribadi (orangtua ingin punya cucu, pengen mantu biar dilihat tetangga dan lain-lain), tapi kami ingin menikah di saat kami sudah bisa menyelesaikan masalah pra-pernikahan ini, karena kami sudah SIAP, dan karena kami mencintai dalam kasih Tuhan.

Kalau konflik pra pernikahan sudah bisa kami selesaikan, konflik saat menjalani pernikahan juga pasti dapat kami selesaikan bersama itu prinsip kami.

Kapan menikah? Semua akan indah pada waktu dan rencana-Nya.




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading