Sukses

Lifestyle

Waktu Terbaik Menikah adalah Saat Sudah Siap, Bukan karena Desakan Usia

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.
***
Undangan berwarna peach dengan pita maroon yang ditaruh di atas meja kamar saya dari salah seorang sahabat semasa kuliah seperti biasa selalu bisa memancing kehebohan di antara anggota keluarga siang itu. Ya, apalagi kalau bukan pertanyaan sambil lalu seperti, “Kamu kapan?” “Partner aja nggak punya, gimana mau pergi ya hihi,” ”Nggak iri tuh lihat temen-temen udah pada punya pasangan?””Jangan kelamaan, lewat usia 25 tahun nanti nggak laku lho." Sebagai respon, saya hanya bisa mencibir atau mengangkat bahu tidak peduli, walaupun diam-diam saya menarik napas dalam. Sabar, sabar, desis saya di dalam hati.

Pernah dulu satu kali saya membalas lelucon tersebut dengan pembelaan diri. Bukannya paham, lelucon yang dilontarkan tersebut malah berubah menjadi ceramah yang kian menyudutkan. Lelah karena tidak satupun yang mengerti, saya memilih diam dan tidak banyak berkomentar.
Ilustrasi./Copyright unsplash.com/nellia kurme

Saya tahu persis bahwa pada awalnya pertanyaan-pertanyaan itu diajukan sebagai lelucon di antara kami, para anggota keluarga dan kerabat terdekat. Namun semakin ke sini, semakin banyak yang iseng mempertanyakan hal yang sama. Dan saya mulai merasa bahwa lelucon tersebut tidak lagi menghibur. Malahan lelucon tersebut telah mengganggu visi saya akan kehidupan dan merontokkan kepercayaan diri saya sebagai perempuan dewasa. Sebagai seseorang dengan golongan darah A yang merefleksikan sikap sensitif, saya tahu persis bahwa saya tidak mampu menutup mulut semua orang, apalagi menghentikan ini semua. Apa yang harus saya lakukan?

Dalam keadaan bingung saya segera menutup pintu kamar dan mematut diri di kaca. Di sana terpantul bayangan wanita berusia 23 tahun yang binar matanya memantulkan mimpi dan tujuan hidup yang besar. Baru berusia 23 tahun, dan baru akan meletupkan sinar-siar kesuksesan. Wanita di pantulan kaca yang tampak baik-baik saja selain apa-apa yang ada di pemikirannya.

Saya terus mematut bayangan tersebut. Memperhatikan wajah yang dahulunya selalu ceria dan percaya diri namun tetiba murung karena pertanyaan yang seringkali menyudutkannya. Memperhatikan wajah yang sebenarnya belum ingin menikah, namun merasa bahwa usianya mengharuskan ia menikah. Mengapa orang-orang di luar sana begitu iseng dan terburu-buru? Bagaimana cara menghentikannya? Bagaimana cara menjelaskan pada semua orang bahwa menikah adalah perihal takdir dan akan ada waktu yang tepat untuk itu semua?
Ilustrasi./Copyright unsplash.com/valerie elash

Di tengah kegalauan tersebut tiba-tiba terdengar suara orangtua saya sayup-sayup memanggil dari luar kamar. Saya segera keluar dengan langkah yang berhati-hati, was-was akan diketawai lagi. Tapi ternyata kesabaran selalu berbuah manis.

Orangtua mengatakan bahwa hasil ujian seleksi masuk universitas untuk pendidikan lanjutan saya ternyata telah keluar dan saya berhasil lulus. Semua orang tiba-tiba memeluk saya dan mengucapkan selamat. Mereka semua tiba-tiba berubah haluan dan memotivasi saya untuk fokus melanjutkan kuliah dan mencapai tujuan ke depannya. Saya mengangkat alis, meraih undangan peach dengan pita maroon tadi, dan menggoda mereka semua bahwa saya tidak mau melanjutkan kuliah dan ingin menikah saja karena pertanyaan mereka sebelum ini. Semua orang langsung mesem-mesem tersindir.

Percayalah, jangan pernah mendengarkan orang-orang yang menyindir kita dengan pertanyaan, “Kapan nikah?" Mereka hanya sekelompok orang yang iseng, mengikuti tren lelucon, sekaligus tidak tahu bagaimana cara menjaga perasaan orang lain. Pandang diri kita dalam-dalam. Refleksikan mimpi kita, tujuan kita, dan manfaat diri kita bagi orang banyak. Bungkam mereka dengan tindakan atau kata-kata. Serang mereka dengan aksi nyata.

Menikah bukan perihal siapa yang pertama dan siapa yang terakhir. Jangan menikah karena paksaan atau usia. Menikahlah di saat yang tepat dan di saat dirimu siap.
(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading