Sukses

Lifestyle

Daripada Bertahan Tapi Menderita, Lebih Baik Berpisah Meski Tidak Mudah

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

Benar, aku sudah berpisah rumah dengan suami aku selama hampir tiga tahun. Berat sekali beban yang harus aku tanggung ketika berpisah dari suami. Tidak mudah bagi aku mengambil keputusan untuk memutuskan berpisah. Berat sekali ujian dan deraan yang aku terima sebelum akhirnya aku memutuskan berpisah dari suami.

Hari-hari yang berat oleh tekanan psikologis yang selalu dilakukan suami membuat aku menderita lahir dan batin, ditambah dengan kekerasan yang aku terima hampir setiap minggu. Perjuangan aku dalam mencari nafkah dan membesarkan anak di rantau yang jauh dari keluarga membuat aku benar-benar harus menguatkan hati untuk tetap berpikir waras.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/ales me

Benar, tidak ada seorang pun menyangka kalau aku akan mengalami nasib nahas seperti sekarang ini karena suami aku secara penampilan luar sangat lembut dan berasal dari keluarga berlatar belakang bagus. Namun harapan dan kenyataan itu selalu bertolak belakang. Justru keluarganya jua lah penambah kekisruhan rumah tangga.

Tidak sedikitpun ada keinginan untuk berpisah tetapi demi keselamatan jiwa dan psikis aku dan anak, akhirnya aku memutuskan untuk berpisah. Aku sekarang berjuang untuk bangkit kembali setelah terpuruk hampir 10 tahun selama merajut rumah tangga dengannya. Aku tahu, aku belum bisa move-on dan melupakan dia sepenuhnya. Bagaimanapun ia adalah lelaki pertama dalam hidupku yang telah meninggalkan coretan dan noda hitam di hatiku. Ia jua ayah dari anakku yang akan selalu dirindui anakku.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/jordan heath

Penat, lelah, dan stres sering menghantuiku akan konsekuensi dari keputusanku ini. Hari-hari yang berlalu masih berat dan berbatu karena ia selalu membayangi dalam setiap langkah yang kuayunkan. Entah sampai kapan aku masih berada dalam bayang kegagalan ini. Kadang ingin kubuang semua beban ini tetapi aku tidak mengetahui caranya. Aku telah berusaha sepenuhnya untuk berserah diri atas takdir-Nya namun kegelapan dan bayang-bayang itu masih menghantuiku sampai sekarang.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/taylor harding

Hanya putri semata wayangku lah yang menjadi penyemangat dan penguat hatiku sampai hari ini, jadi jangan tanya sampai kapan aku terdiam di tempat, termangu menatap masa lalu. Aku sekarang hanya takut melangkah ke depan, bagaimana jika ia sama saja atau bahkan lebih buruk dari sebelumnya? Bagaimana jika ia tidak menyayangi putri kecilku yang sangat membantuku melewati hari-hari beratku?

Stop, jangan tanya bagaimana rasa percayaku sekarang kepada sosok lelaki itu, bukan hanya kepada dia, mungkin kepada semua lelaki di dunia ini. Sungguh semua telah ia hancurkan aku sampai ke titik nadir, hancur berkeping tanpa sisa. Hanya iman yang masih mampu membuatku bertahan hidup sampai hari ini. Doakan aku dan gadis kecilku untuk bisa saling menguatkan menghadapi deraan hidup.





(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading