Sukses

Lifestyle

Jodoh Bisa Datang dengan Cara Tak Terduga bagi yang Sabar Menantinya

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

Kapan? Kapan? Kata tanya kapan bagi sebagian orang mungkin menjadi pertanyaan yang sering dihindari atau bahkan dibenci. Mungkin banyak di antara kalian yang seringkali diberi pertanyaan dengan kata tersebut. Bukan pertanyaannya yang membuat kesal, tetapi karena jawaban yang harus diberikan menuntut pemenuhan yang kadang memang belum tahu kapan, sehingga banyak yang tak suka saat pertanyaan itu ditujukan kepada kita.

Kapan wisuda? Kapan bekerja? Kapan menikah? Kapan punya momongan? dan kapan kapan lainnya. Bahkan saat pertanyaan kapan bisa dijawab sempurna bisa saja di lain waktu akan ada pertanyaan serupa meski dalam hal yang lain. Benar memang kata tersebut seakan bisa beranak pinak tak ada habisnya.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/photo nic co uk nic

Tak hanya mereka yang pernah merasakan apa yang harus dijawab saat sedang ditanya "kapan", begitu pun dengan saya saat masih bekerja. "Kapan menikah?" seperti santapan sehari-hari yang mereka sampaikan kepada saya kala itu. Sebelumnya saya tak pernah mendapatkan pertanyaan yang kadang begitu sedih mendengarnya. Perkuliahan saya terbilang begitu lancar hingga wisuda. Dan saat mencari pekerjaan juga diberikan kemudahan. Sudah bekerja mau apa lagi coba kalau tidak menikah, karena tidak ada rencana untuk studi lanjutan.

Seakan menjadi titik balik dari sebuah lontaran pertanyaan kapan menikah, dari situ saya pun sedikit tersentak. Memang kapan saya akan menikah? Dengan siapa? Sementara saat ini saya sedang tidak dekat dengan lelaki siapapun. Termenung di sudut kamar sambil berpikir dan menebak-nebak bagaimana nanti saat saya menikah.

Di awal tahun 2013 pertanyaan seperti itu sering terdengar di telinga ini, karena masih terbilang santai saya jawab saja, "Kapan-kapan." Namun kian hari pertanyaan serupa masih tetap terdengar memenuhi gendang telinga saya. Tidak hanya rekan kerja, tetangga dan saudara juga menanyakan hal serupa. Semakin was was saat beberapa teman sekolah dan rekan kerja sudah banyak yang menikah. Tetapi saya tak ingin terbawa suasana hati atau hanya sekadar iri, saya coba santai menanggapi.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/brynden

Hingga di akhir tahun 2013 hati ini semakin merindukan dan mengharapkan akan sebuah pernikahan. Sampai-sampai saat beberapa dari mereka memberikan pertanyaan serupa saya makin cerdas menjawab. Jawaban yang menyiratkan akan sebuah doa dan harapan yang memang sedang ditunggu. Saya jawab saja, "Insyaallah secepatnya," karena begitu saya harapkan dan barangkali bisa menjadi doa yang bisa jadi di antara mereka para pemberi pertanyaan adalah orang yang makbul doanya sehingga semakin kuat dalam mengetuk pintu langit untuk segera memberi jodoh.

Menikah, selain saya jadikan resolusi di tahun 2014, saya juga ikut program sedekah yang dipopulerkan oleh salah satu ustaz kondang Indonesia, di dalamnya saya punya cita-cita ingin mewujudkan pernikahan. Tak lupa di setiap doa saya selipkan keinginan untuk segera menikah. Dan saat teman membagikan undangan pernikahan saya coba hadiri di saat ijab berlangsung, karena saat itu langit berguncang dan para malaikat banyak yang mendoakan. Saya manfaatkan untuk mendoakan sang pengantin dan tak lupa saya juga berdoa untuk segera berjodoh. Beberapa kali juga melaksanakan salat istikharah agar diberikan gambaran siapa jodoh saya. Orangtua juga ikut mendoakan saya agar segera menikah.

Usaha sudah tinggal menanti terwujudnya cita-cita mulia, setidaknya dengan menikah bisa menyempurnakan separuh agama. Tetapi ada Allah yang jelas memberikan yang terbaik di antara yang baik untuk hamba-Nya. Tidak semua keinginan hamba-Nya bisa langsung segera dikabulkan. Allah Maha Mengetahui perkara gaib. Barangkali saya memang belum siap atau memang belum ada yang cocok hingga menanti beberapa tahun.

Dari sini saya bisa belajar untuk bersabar dan mengerti kalau semua yang kita inginkan belum tentu baik untuk kita. Mungkin ketika kita menginginkan membeli motor baru, HP baru, baju mahal sekalipun bisa kita kumpulkan uang sedikit demi sedikit. Tetapi kalau masalah jodoh hanya Allah yang bisa memberi.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/tyler nix

Mau meminta ke orangtua, ya tidak bisa. Mau nangis juga percuma kalau belum saatnya tiba. Makanan bisa dibeli, baju bisa dibuat, kerja bisa dilamar, rusak bisa diganti, nah ini jodoh mau minta sampai menangis berhari-hari juga akan percuma kalau waktunya belum tepat. Sudahlah sabar, barangkali saya yang memang belum ikhlas selama mengharap. Apakah saya yang memang masih belum baik? Mungkin karena jodoh saya adalah orang yang baik, saya masih belum sepadan jadi belum dipertemukan, entahlah. Hanya mencoba berprasangka baik dengan keadaan.

Terus merenung dan mencoba introspeksi diri serta memperbaiki diri. Karena jodoh juga bagian dari rezeki, barangkali kita sendiri yang menghambat rezeki kita yang lain karena punya utang atau karena berjanji tetapi belum kita penuhi. Dan pertanyaan "kapan" masih terus terngiang di telinga dan seperti biasa saya jawab saja. "Secepatnya, mohon doanya ya." Meski sebenarnya belum ada kepastian lebih lagi tidak ada pria yang sedang dekat. Sampai-sampai begitu saya nanti dan nikmati saat seseorang menanyakan kapan saya menikah. Karena mereka hanya melihat lahiriahnya saja tanpa tahu usaha apa yang sebenarnya sudah ditempuh.

Akhirnya setelah beberapa tahun menanti di bulan mei tahun 2016 saya diperkenalkan dengan seseorang yang serius ingin mencari pendamping hidup. Setelah mengetahui biodata masing-masing, kami pun bertemu. Perkenalan yang singkat tetapi kami tidak main-main. Kami bawa perkenalan tersebut ke jenjang pernikahan.

Sebulan setelah proses lamaran kami menikah. Kami pun sekarang sudah memiliki satu orang anak. Meski terbilang singkat menanti jodoh, namanya menunggu adalah pekerjaan yang menjemukan hingga terasa seperti puluhan tahun. Dan sekarang pertanyaan kapan menikah sudah tak terdengar lagi bak tergerus ombak yang perlahan menghilang. Tetapi bukan berarti tidak lagi menjumpai pertanyaan "kapan". Karena saat punya anak saya putuskan untuk berhenti bekerja, sekarang digantikan dengan, "Kapan bekerja lagi?"





(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading