Sukses

Lifestyle

Jangan Ikut Ribet dengan Urusan Jodohku, Hargai Prinsip dan Usahaku

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***


Aku kembali membuka ponsel pintar kesayanganku. Bisa kukatakan dia adalah penghibur hari-hariku. Terlalu banyak orang berisik di luar sana. Tak jarang, orang-orang itu juga berisik di pesan chat pribadiku. Sambil menguap karena kantuk, aku melihat pesan-pesan chat yang masuk. Jelas saja, sudah ada puluhan chat yang belum kubaca. Tidak hanya itu, update status teman-teman di media sosial banyak yang belum kulihat.

Satu persatu mulai kuselancari. Berharap ada mood positif yang kudapat. Hanya itu harapku, tidak lebih. Prinsipku juga simpel, "Akan selalu bahagia di zona waktuku sendiri." Sebagian orang mungkin memahaminya secara berbeda, namun setidaknya kalimat itu mampu membuatku berkomitmen kuat. Aku memulai dengan melihat beranda media sosialku. Foto pertama yang menarik perhatianku, sebuah wediing party sahabat kampusku dulu.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/daniel rigdon

Maklum saja, aku adalah teman sekelasnya dulu. Kami juga satu dosen bimbingan. Undangannya memang telah sampai padaku. Bahkan secara khusus dia meneleponku. Tapi apalah daya, tempatnya terlalu jauh untuk kusambangi. Dia melangsungkan pernikahan di negeri jiran. Dari awal aku sudah meminta maaf karena tidak bisa hadir. Jatah cuti di kantorku juga sudah habis kugunakan. Apalagi ayah dua bulan terakhir selalu masuk rumah sakit. Otomatis akan banyak waktu cuti yang akan kuambil untuk menemani ayah. Dia pun tampak memaklumi. Dia juga pasti bisa menerima alasan ketidakhadiranku.

Walau demikian, secara pribadi aku telah menyampaikan ucapan selamat padanya. Kado khusus juga telah kukirimkan lebih dari seminggu yang lalu. Jujur aku turut bahagia atas pernikahannya. Di usia yang sama denganku dia sudah menemukan jodohnya. Ya, aku kembali melirik postingan itu. Di bagian pemberitahuan, ternyata banyak komentar yang muncul karena kolom komentar postingan itu dipenuhi oleh  tag mereka untukku.

Selain mengucapkan selamat kepada si pengantin, mereka menyebut-nyebut namaku di kolom komentar. D iantara banyaknya komentar, yang membuat hatiku greget adalah komentar dari salah seorang teman priaku dikampus. Dia memang selalu jahil padaku, dan tidak terkecuali untuk postingan itu. Komentarnya berbunyi, "Hei Ci, satu teman kampus, satu dosen bimbingan, teman sejadwal wisuda, teman yang selalu nemani lo ke toilet, kantin sampe lo jalan-jalan udah ketemu jodoh nih, lo kapan? Jangan ditunda-tunda lho, ntar ketuaan lho, keburu nenek-nenek." OMG, komentar itu emang buat aku risih banget. Seolah-olah, hidupku tiada arti sekarang.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/hai phung

Padahal aku sudah sangat bosan dengan orang-orang yang berpandangan begitu. Aku sering tidak merespon dan hanya membalas dengan senyuman. Biarlah mereka berkata apa, yang penting aku masih berjalan dan berusaha di zona waktuku masing-masing. Pertanyaan "kapan" memang jadi momok sejak aku beranjak dewasa. Aku merasa bagi diremot dan selalu ditagih. Seolah-olah aku tidak bisa menentukan jalan dalam hidupku.

Saat di kampus, maka aku ditanya kapan lulus. Setelah lulus, aku ditanya kapan dapat pekerjaan. Sekarang, aku sudah dapat kerja, aku dijejal kapan dapat jodoh. Ingin aku menjerit dan mengatakan stop. Semua orang punya pilihan dan zona waktu. Tanpa pemaksaan, semua terjadi secara alamiah. Aku hanya berjalan sebagai member di rel kehidupan. Inilah usahaku dan tolong hargai hidupku.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/jim flores

Lain lagi saat momen lebaran. Sanak saudara selalu tanya, "Pacarmu mana? Nggak datang silaturahmi?" OMG, aku hanya senyum, tolong hargai prinsipku. Kenapa pertanyaan itu selalu ada di bibir kalian. Tolong hentikan dan mulailah mengerti aku dan zona waktuku. Siapa sih yang nggak mau mengumumkan kabar bahagianya? Aku juga pasti kasih tahu sama mereka saat waktu itu tiba. Jangan hanya karena orang lain menjadi tolak ukur kalian, aku menjadi sasarannya. Demikian sebaliknya, aku juga nggak mau, jika ada orang di luar sana yang menjadikan aku sebagai tolak ukurnya. Semua orang punya alur waktu. Sisa usia masing-masing dan perjalanan hidup masing-masing.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/sean kong

Hanya satu pesanku buat kalian di sana, baik itu teman-temanku, sanak keluargaku, saudara-saudaraku, mama papaku. Dengan mendewasanya aku, maka yakinlah bahwa aku sudah paham arti hidupku. Semua pencapaian yang kalian tanya dan inginkan akan selalu kuusahakan. Namun tolong jangan ganggu zona waktuku. Sebab, jika ia selalu kalian usik, aku malah seperti terbelenggu dan tidak nyaman.

Berhentilah menjadikan orang lain sebagai tolak ukur. Sebuah keberhasilan dan sebuah pencapaian akan selaku bernilai relatif. Untuk itu pikirkanlah hal yang positif untukku, tolong doakan aku dan insyaallah aku segera temukan jodohku. Aku sayang kalian dan aku berharap kata tanya itu segera hilang.






(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading