Sukses

Lifestyle

Mencintai dalam Diam Kebanyakan Berakhir dengan Kekecewaan

Naluri setiap manusia pada umumnya memiliki harapan. Seringkali memiliki keinginan untuk berharap pada sesuatu, entah pada seseorang, hasil sebuah pertandingan, akhir jalan cerita, bahkan harapan pada cuaca hari ini. Akan tetapi, setiap manusia punya cara berbeda-beda bagaimana ia menggantungkan harapan tersebut.

Beberapa tahun yang lalu, saya kagum dengan seseorang. Seperti remaja pada umumnya, yang mengagumi sosok laki-laki keren yang jago olahraga. Awalnya memang seperti kagum biasa-biasa saja, seperti mengagumi sosok dia berlari ketika mata pelajaran olahraga, mengagumi sosok dia ketika mengaji, bahkan mengagumi sikap dia saat menolak untuk bersalaman dengan lawan jenis. Ya, saya hanya kagum karena sosoknya yang keren tapi siap untuk menjadi 'pemuda hijrah'.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/min an

Rasa kagum saya semakin menjadi-jadi ketika suatu hari kami berbicara beberapa detik. Pembicaraan yang menurut saya masih menggantung di ruang kelas saat itu. Dengan kalimat penutup yang ia katakan adalah, "Jangan bilang siapa-siapa," lantas saya siap mengangguk, dinding-dinding ruangan menjadi saksi bisu pembicaraan beberapa detik tersebut. Lalu entah kenapa semenjak saat itu saya mulai sering memerhatikan dia. Selama sekitar satu tahun, saya senang memerhatikannya diam-diam, dan selalu kagum apa pun yang sedang dilakukannya, bahkan hal-hal sederhana seperti ketika ia sedang fokus mendengar kajian.

Dikarenakan perasaan kagum yang semakin menggebu-gebu setiap harinya, tanpa menyadari bahwa saya telah mengharapkan sosok dia ada di masa depan saya. Dulu sama sekali saya tidak sadar, bahwa ketika kita memiliki harapan pada sesuatu selain Allah, di situlah kita menjadi manusia lemah yang seringkali dilanda kekecewaan.

Sampai pada akhirnya, Allah cemburu. Sekali lagi saya tidak sadar, semakin hari semakin besar pula harapan itu, semakin tidak sadar pula bahwa saya telah mengharapkan makhluk-Nya melebihi saya mengharapkan Sang Pencipta makhluk tersebut. Allah sedang cemburu, maka saya ditimpa kekecewaan.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/freestocks.org

Betapa pedihnya pengharapan itu. Pada saat itu saya baru mengetahui bahwa sosok yang saya kagumi ternyata sudah lama memiliki ikatan dengan perempuan lain, jauh sebelum pertama kali saya mulai senang memerhatikannya. Perempuan lain itu adalah teman sekelas saya, beberapa kali saya pernah melihat mereka saling mengobrol. Antara ingin percaya dan tidak percaya. Seingat saya, sewaktu itu saya kecewa berat. Sedih, patah hati, semuanya menjadi satu. Merasa hanya ingin menangis saja.

Hari itu adalah hari Jumat, tepat sehabis waktu asar, entahlah mengapa saat itu gerimis mulai turun perlahan. Bukankah waktu yang tepat untuk berdoa? Entah datang angin dari mana, terlintas di pikiran saya untuk berdoa. Maka seketika saya mulai memejamkan mata, memohon, meminta pada Yang Maha Menciptakan, untuk menghapuskan perasaan kagum yang saya miliki pada sosok itu. Tidak lupa juga untuk memohon maaf karena pernah mengharapkan makhluk ciptaan-Nya melebihi mengharapkan kepada Sang Maha Pencipta. Tidak terasa air mata yang mulai mengaburkan pandangan pun ikut turun bersama rintikan hujan.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/rick gailer

***

Pada saat itu, saya menyadari, bahwa saya telah menjadi sosok manusia yang sangat lemah, karena telah memiliki harapan pada makhluk-Nya. Karena manusia yang kuat tidak ingin menggantungkan harapan selain pada Allah. Karena manusia yang kuat tidak ingin berharap pada makhluk-Nya. Itu yang saya ketahui setelah mendengar kajian di media sosial.

Sebuah doa yang sederhana pun mempunyai efek yang luar biasa. Setelah saya berdoa meminta menghapuskan perasaan kagum yang saya miliki pada sosok itu, pada keesokannya tidak ada lagi perasaan ingin terus memerhatikan sosok itu, tidak ada lagi perasaan kagum yang menggebu-gebu, dan tidak ada lagi perasaan yang masih mengharapkan sosok tersebut ada di masa depan saya.

Maka saya mulai belajar dari kekecewaan. Saya mulai menata hati kembali. Membersihkan hati dan mengisinya dengan hal-hal yang lebih positif, tentunya yang selalu mengharap ridho-Nya. Saya mulai belajar bagaimana caranya tidak berharap pada makhluk-Nya, karena saya ingin menjadi manusia kuat, yang tidak mengharapkan sesuatu selain pada Allah. Karena saya tidak ingin kecewa lagi. Karena tidak mungkin ada kekecewaan jika hanya berharap pada Allah. Tidak mungkin ada kekecewaan jika segala harapan hanya digantungkan pada-Nya.


 

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading