Sukses

Lifestyle

Trauma Mencari Pacar via Aplikasi

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.

***

Tahun 2015 lalu, saya memiliki seorang kekasih. Pria asal Bandung. Kami kenal melalui sebuah aplikasi, dan ini kemudian yang menjadi salah satu penyesalan saya di kemudian hari. Hubungan saya dengannya kami jalani dengan cara LDR (long distance relationship) karena saya tinggal di Jakarta. Saya sangat menyayanginya, begitu pula dengan ia terhadap saya, setidaknya sampai saya tahu di kemudian hari jika ia ternyata memiliki kekasih lain di Kota Kembang.

Hubungan saya dengan kekasih saya saat itu berjalan hingga 6 bulan sebelum akhirnya dia ketahuan bermain api di belakang saya. Hampir setiap minggu, sebelum hal itu terbongkar, saya dan dia bolak balik Jakarta – Bandung saling mengunjungi satu sama lain.

Sepandai apapun tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Bulan kelima saya berhubungan dengan dia, saya mulai merasa aneh ketika saya masih saja tidak diperbolehkan memposting apapun di media sosial mengenai kebersamaan kami. Dia selalu berkilah, bahwa cinta yang dewasa tidak perlu diumbar. Tapi kemudian saya nekat. Dan memposting kebersamaan kami di platform media sosial Instagram.

Saat tahu saya posting, dia marah besar. Tapi saya bersikukuh bahwa saya tidak akan menghapus foto tersebut. Hingga sebulan berikutnya, tepat 6 bulan hubungan kami, saya mendapatkan sebuah DM yang berisi kata makian dari seorang perempuan. Dia berkata saya telah merebut kekasihnya bahkan menyebut saya sebagai perempuan murahan. Padahal jika dipikir secara logika, dia adalah selingkuhan pacar saya dan saya lah yang lebih dulu menjalin hubungan.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Perempuan itu juga berkata, sebaiknya saya tak usah lagi berhubungan dengan laki–laki itu. Saya kemudian tidak tinggal diam, tapi saya tentu tidak membalas DM tersebut karena bukan kelas saya untuk meladeni perempuan yang bahkan tidak tahu bahwa dia yang sebenarnya selingkuhan. Saya bertanya dan meminta kejelasan kepada pacar saya saat itu. Setelah didesak, dia mengaku. Dua bulan setelah berhubungan dengan saya, dia mencari lagi perempuan yang bisa dijadikan pendamping kedua. Alasannya? Saya punya satu kekurangan. Saya tidak bisa ada setiap saat di samping dia karena saya tinggal di Jakarta. Karena dia tidak sanggup sendiri menjalani hari dan tidak kuat LDR.

Sakit sekali perasaan saya saat itu. Namun saya memilih untuk mundur. Karena alasan yang diajukan olehnya dan karena saya tidak mau lagi dibohongi untuk lebih lama lagi. Saya sayang kepadanya tapi tentu saya harus menyayangi diri saya sendiri terlebih dahulu. Lagian kalau dipikir, butuh modal yang besar juga untuk saling mengunjungi Jakarta – Bandung. Semuanya tidak worth it jika cinta yang diperjuangkan dikhianati dan kedua pihak tidak saling bertahan dalam kesetiaan.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/lela johnson

Tapi dari situ saya belajar, bahwa mencari pasangan sebaiknya dilakukan bukan melalui aplikasi. Terserah jika ada yang tidak setuju namun dari pengalaman yang saya dapat, saya memutuskan untuk cari yang lebih ‘nyata dan dekat’.

Saya juga belajar untuk setidaknya terasa selalu ada di samping pasangan, jika satu saat nanti saya punya lagi. Saya tidak akan membiarkan pasangan saya merasa sendiri dan jauh sehingga dia harus cari yang lebih terasa dekat. Kini, perasaan sakit saya sudah hilang sepenuhnya dan saya juga sudah mulai mencari yang baru lagi.

Terima kasih mantan kekasih saya di Bandung, karena Anda saya bisa menjadi lebih dewasa.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading