Sukses

Lifestyle

Sebelum Menikahi Kakakku, Cobalah Bersikap Baik Padaku sebagai Calon Iparmu

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.

***

Kurang lebih dari 360 hari aku sudah mengenalnya, jauh lebih baik atau lebih buruk sungguh aku tidak tahu harus memulai kata dari mana. Aku tidak tahu kenapa setiap melihatnya dendam membara seakan meluap dan ingin mengeluarkan isi hati sebisa mungkin.

Dia adalah pacar kakakku. Lazimnya, di umur yang cukup dewasa sudah seharusnya memulai dan berkomitmen untuk berpacaran dengan serius. Aku cukup menghargai perasaan kakakku untuk melakukan yang menurut beliau adalah hal yang terbaik, mengiyakan hal yang sudah menjadi keputusannya.

Aku sebagai seorang adik seharusnya mampu dan mendukung hal tersebut namun mengingat kelakuan calon kakak ipar yang terkadang sesuka hati dan lebih mementingkan masalah pribadi tanpa memikirkan yang lain sungguh membuatku muak melihatnya. Belum sah sudah bertingkah berlebihan, dan membuatku semakin panik saja melihat kelakuan dia terhadap kakakku.

Aku sungguh tidak karuan dengan suasana hatiku, bahkan hanya melihat dia saja akan kelihatan bagaimana ekspresi hatiku sebenarnya terhadap dia. Seiring berjalan waktu, dia memilih untuk meminta maaf dan dia merasa bersalah atas apa yang terjadi selama ini, dan tetap saja aku sangat susah untuk menerimanya dan berbulan-bulan di setiap ada kesempatan dia menunggu maaf dari adik sang pacar. Saya mendoakan diri saya dan belajar untuk mengembalikan kenangan yang baik saja. Seiring demi berjalannya kehidupan, waktu memulihkan. Aku merasa lebih baik dari sebelumnya.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/min an

Terlepas dari bagaimana caraku memaafkan calon kakak iparku kelak, sebagai seorang adik yang telah selesai menyelesaikan pendidikan kuliah, aku menjadi jobseeker. Lahir dari keluarga yang berkehidupan menengah membuatku tidak ingin bergantung terhadap keluarga dan saudara yang lain. Menjadi manusia yang mandiri adalah sesuatu hal yang aku inginkan.

Memang di kotaku, mencari pekerjaan  tidak segampang di ibukota. Namun, tidak membuatku untuk putus asa. Tetapi akan ada saat di mana aku harus menangis di balik pintu kamar, merenungi nasib yang kian tak kunjung habis ketika menganggur selama 8 bulan dengan penuh drama bak sinetron sedangkan pertanyaan bertubi-tubi datang baik dari teman maupun keluarga. Berlatih dalam menghadapi tes ujian, melamar ke perusahaan yang membuka lowongan, berharap semuanya cepat selesai.

Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Engkau mengabulkan doa hamba. Dan akhirnya aku mendapat pekerjaan meskipun tidak sesuai ekspektasi namun tetap aku syukuri. Kuambil hikmah dari setiap perjalanan hidupku. Setelah kulalui beberapa bulan, entah mengapa aku merasa bosku di kantor tidak begitu adil denganku dan temanku terhadap beberapa karyawan lainnya. Adalah hal yang lumrah disuruh oleh bos mengerjakan tugas-tugas kantor, tapi diberikan tugas yang menumpuk sampai lembur namun tidak diberikan penghargaan dalam hal apapun.

Sangat disayangkan, aku dan temanku malah dipojokkan juga karena kesalahan hasil kerja karyawan yang lain. Aku berusaha menguatkan diriku kembali agar tetap menikmati hari-hari yang kulalui di kantorku saat ini. Berharap semoga hari esok akan menjadi lebih baik lagi, sembari mencari yang terbaik dari yang hal yang baik.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/rawpixel

Apa yang terjadi tidak hanya di dunia pekerjaan saja, semakin lama berimbas ke pacarku. Hubunganku dengan dia mulai berubah semenjak masalahku di kantor, aku yang semakin sering lembur. Aku merasa semua berantakan tidak ada yang satupun ingin kuperhatikan. Ingin lari dari duniaku, tapi kaki berhenti seakan terjerat oleh kenangan pahit dan manis yang sudah pernah dilalui. Kami lebih sering menghabiskan waktu untuk berkelahi, aku memilih untuk tidak mengalah, berdiam diri dan menangis lagi dan lagi. Dia pergi meninggalkanku, dia mencoba untuk mengembalikan hubungan yang retak namun tetap egoisku selalu jadi andalanku.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/min an

Setelah beberapa bulan kami berpisah, aku merasa aku merindukan dia. Aku menyadari aku merindukan dia, aku membutuhkan sosok dia yang selalu memberikanku motivasi. Aku punya banyak kelemahan namun aku tak bisa menahannya dan menjadikanku manusia yang bebal dan keras. Aku menghubunginya, menjelaskan isi hatiku yang paling dalam, memberitahunya keluh kesahku dan setelah kami memulai hubungan dan masih dalam proses pemulihan, dia memberiku waktu.

Setelah beberapa lama, kami memulai hubungan kami menjadi lebih baik dan aku memutuskan untuk saling terbuka satu sama lain dalam menghadapi pekerjaan, permasalahan yang ada, dan aku memulai untuk tidak egois lagi agar semuanya baik–baik saja. Menjadi manusia yang lebih baik untuk orang lain dimulai dari sendiri.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading