Sukses

Lifestyle

Jangan Mudah Menerima Cinta dari Pria yang Baru Dikenal di Media Sosial

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.

***

Aku adalah seorang wanita dari desa kecil di daerah Pati, Jawa Tengah. Memutuskan untuk merantau ke Jakarta setelah gagal mengikuti ujian SBMPTN, aku memilih untuk bekerja di suatu perusahaan swasta di sana. Tentu merantau sejauh ini bukanlah yang aku inginkan, melenceng jauh dari apa yang sudah aku rencanakan. Tapi kembali lagi manusia hanya berencana sedangkan Allah lah sebaik baiknya penentu kehidupan.

Berasal dari kampung membuatku sedikit sulit untuk bersosialisasi, apalagi aku sudah dibuat takut oleh cerita dari orang-orang sekitarku, bahwa Jakarta itu kejam, Jakarta itu keras. Itu membuatku berpandangan bahwa Jakarta benar-benar menakutkan.

Jakarta  mengubahku secara perlahan, dulunya aku adalah seseorang yang anti media sosial, namun karena tuntutan pekerjaan, aku pun mulai untuk aktif di media sosial. Hingga suatu ketika ada akun yang mengirimkan permintaan pertemanan, akun seorang cowok. Aku berpikir tidak masalah untuk menambah teman di media sosial.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/tofros.com

Kami mulai sering berkomunikasi, chattingan hingga mengobrol melalui telepon. Dari cara dia mengirim pesan dan berbicara menurutku dia adalah pribadi yang santun dan baik. Setelah satu minggu terlewati, dia mulai menyatakan perasaannya kepadaku. Dia bilang bahwa dia mulai menyukaiku, aku pun bingung dan bertanya-tanya, kami sama sekali belum pernah bertemu, dan mengapa secepat ini? Setelah sehari semalam berpikir, aku akhirnya menerima dia sebagai kekasihku.

Sudah satu minggu kita berpacaran, dia mengajak aku untuk bertemu, jujur saat itu, walaupun dia telah jadi kekasihku, aku masih takut. Aku mencari alasan-alasan agar kami tidak bertemu dulu. Namun akhirnya aku menyerah setelah dia mengatakan akan pergi untuk tugas ke Pekanbaru selama 3 bulan. Aku pun akhirnya menemuinya setelah pulang dari kantor. Kami bertemu di suatu hotel, awalnya aku menolak tapi dia beralasan untuk menghindari keterlambatan berangkat ke bandara pagi harinya. Di sanalah awal kami bertemu, canggung awalnya tapi dia mulai menampakkan dirinya yang asli. Dia tidak sesopan yang aku bayangkan. Selepas isya’ aku memutuskan untuk pulang.

Setelah dia pergi untuk tugasnya ke Pekanbaru. Aku merasa dia telah berubah, komunikasi kami jadi tidak lancar. Chatting sudah jarang dibalas, telepon pun sudah sangat jarang. Aku masih terus berpikir positif. Tiga bulan pun sudah aku lewati. Hingga suatu pagi ada pesan muncul dari dia yang begitu aku tunggu. Namun isi pesan itu bukan berupa sesuatu yang menyenangkan, dia meminta putus dariku.

Sebelumnya dia memang meminta foto yang memperlihatkan aurat seorang perempuan, aku menolak itu, tapi aku menolaknya secara halus, dia tidak menerima alasan apapun. Hingga akhirnya dia meminta putus dariku. Awalnya aku sangat tidak terima, karena aku sudah sabar menunggunya selama ini, dan dia malah dengan mudahnya mengatakan untuk berpisah dariku. Aku merasa betapa sangat bodohnya aku saat itu, rela untuk menunggu seseorang yang dari awal saja sudah tampak tidak baik dan masih mau untuk mempertahankan dia.

Namun aku mencoba untuk ikhlas selepas kejadian itu, dan berpikir lagi secara sehat, bahwa yang namanya jodoh adalah cerminan dari diri kita, yakin akan semua yang digariskan oleh Sang Pencipta adalah yang terbaik. Biarlah urusan jodoh menjadi urusan Allah SWT. Kini Ramadan 2018 akan segera datang, bismillah aku ingin memulai Ramadan tahun ini dengan mengikhlaskan masa lalu dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.



(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading