Sukses

Lifestyle

Menolak Dijodohkan, Aku Malah Disebut Cewek Sarjana Tak Tahu Diri

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Perkenalkan nama saya Ono (nama samaran). Saya lahir di sebuah pulau kecil di ujung pulau Sumatera. Jauh dari jangkauan kemajuan teknologi dan gaya hidup yang modern. Sebagian besar masyarakat kami adalah petani. Karenanya, pengetahuan warga masih rendah khususnya para orangtua. Mereka tidak mudah menerima sebuah perubahan dan lebih mendengarkan para tetangga.

Ketika saya lulus SMPTN di sebuah universitas ternama di Indonesia, gunjingan para tetangga sangat cepat diterima dan masuk akal bagi kedua orangtua saya. Para tetangga berasumsi bahwa anak perempuan tidak boleh jauh-jauh kuliah, saat-saat sebelum menikahlah waktunya anak perempuan untuk merawat dan menjaga orangtua. Apabila sudah berkeluarga, anak perempuan akan sibuk dengan keluarga barunya. Ada juga tetangga lain yang mengatakan anak perempuan itu rawan sekali, harus sangat dijaga, itu sebabnya harus di samping orangtua sampai dia menikah nanti.

Kuliah jauh-jauh hasilnya nanti bukan untuk orangtua tapi untuk keluarga mertuanya nanti belum lagi bila tiba-tiba hamil di seberang kan tidak ada yang tahu. Daripada buat malu keluarga lebih baik kuliah di sini saja. “Lihatlah contohnya anak gadis “M” kemarin. Anak perempuannya dikuliahkan tapi kawin lari akhirnya. Anak perempuan memang tidak perlu kuliah jauh-jauh tapi kalau anak laki-laki ya tidak apa-apa” ujar tetanggaku.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Karena saya berpikir ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh saya abaikan, saya beranikan diri untuk menjelaskan kepada orangtua bahwa saya akan baik-baik saja di sana, tidak semua anak perempuan itu akan hamil ketika kuliah. Saya yang akan buktikan. Soal biaya tidak perlu risau karena saya dapat beasiswa dari universitas.

Uang kuliah ditanggung dan uang saku diberikan setiap bulannya. “Selama ini saya tidak neko-neko. Jadi tolong percaya padaku,” pinta saya setengah berharap. Berhari-hari saya berkegiatan seperti biasanya bahkan lebih rajin dari biasanya walau dalam hati saya meraung-raung memohon keajaiban. Akhirnya hati orang tua saya luluh dan mengizinkan saya kuliah walau dengan sangat berat hati.

Saya senang bukan kepalang dan berkomitmen untuk tidak pacaran selama kuliah demi membuktikan saya tidak sama seperti yang lain. Saya pun berangkat kuliah dan menjalaninya dengan lancar. Selama kuliah saya tetap ingat komitmen awal saya. Banyak godaan dari lingkungan tapi tidak kuhiraukan. Saya tetap fokus kuliah dan berhasil wisuda. Saya bahagia teramat sangat karena bisa membuktikan ke semua orang bahwa saya bisa lulus tanpa kawin lari. Dan mulailah terbuka pikiran masyarakat kami. Mereka ikut menguliahkan anak-anak mereka tanpa memandang gender.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com/freephotocc

Disuruh pulang kampung mendadak

Sesudah wisuda saya mengingatkan orangtua bahwa saya tidak segera pulang karena menunggu berkas-berkas selesai dan saya masih mengikuti uji kompetensi hingga akhir tahun. Awalnya mereka tidak berkeberatan tapi dua bulan setelahnya saya ditelepon dan disuruh berangkat esok harinya. Saya bingung dan mencoba menjelaskan bahwa saya tidak bisa pulang mendadak. Ada banyak barang yang perlu di-pack. Saya tidak tahu alasannya apa. Tanpa babibu papa bilang harus sudah di kampung halaman tiga hari setelah di telepon. Saya berpikir mungkin orangtua dan keluarga sangat kangen maka saya penuhi permintaan mereka meski harus buru-buru.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com/julia_photo367

Dijodohkan

Belum seminggu sesampainya saya di kampung, banyak yang menanyakan saya punya pacar atau tidak. Polosnya saya jawab, “Tidak punya, saya belum memikirkannya." Tak lama berselang, seseorang yang tidak pernah kukenal tiba-tiba datang melamar, selisih umur kami sekitar 8 tahun.

Saya kaget setengah mati dan bertanya-tanya bagaimana dia bisa menyukai saya dalam waktu sekejap. Kata orang dia melihat foto-foto saya di Facebook. Bagi saya, membangun rumah tangga saya harus ada kecocokan dengan orang tersebut dan perlu tahu karakternya terlebih dahulu. Karena saya merasa tidak cocok dengan pria itu, saya menolak lamaran.

Sayangnya orang tua saya tidak berterima dengan keputusan saya. Menurut mereka saya sudah bisa hidup mapan karena si cowok PNS (maklumlah di sini pekerjaan yang paling bergengsi hanyalah PNS). Saya tetap menolak dan beralasan tidak perlu khawatir saya bisa bekerja karena saya sudah sekolah. Namun mereka marah mendengar alasan saya.

Ada banyak tekanan, sumpah serapah dan kata-kata kotor keluar dari mulut kedua orangtua di alamatkan pada saya yang membuat saya selalu gelisah, berkeringat dingin dan tidak bisa tidur selama berbulan-bulan. Saudara-saudara saya juga mengatakan bahwa saya adalah beban orangtua karena belum menikah seakan memaksa saya untuk menerima lamaran. Saya tetap menolak meski menyakitkan menghadapi amarah dari orang yang sebetulnya sangat kusayangi.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com/stocksnap

Saya kecewa dengan mereka. Reaksi keluarga pria tersebut tidak kalah menyeramkan ketika mendengar jawaban lamaran dari saya, mereka memaki saya dan mengatakan saya cewek sarjana yang tidak tahu diri, sarjana tidak tahu sopan santun. Mereka berkata saya tidak akan lebih hebat dari anak mereka, mereka akan melihat hidup saya akan jadi apa nantinya.

Mendengar itu, saya sadar bahwa saya membuat keputusan yang benar. Saya hanya bisa menangis menghibur diri dan percaya ini bukan suatu keputusan yang akan saya sesali. Ini keputusan besar tentang hidup saya, makian mereka akan menjadi motivasi saya untuk hidup lebih baik. Saya yakin suatu hari saya akan bersyukur sekali karena bisa mengambil keputusan ini dengan bijak karena saya mengikuti kata hati saya bukan karena orang lain. Sama halnya ketika saya berjuang untuk bisa kuliah dulu, bagi saya menolak perjodohan bukanlah akhir dari segalanya tapi awal untuk memulai suatu yang lebih hebat.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading