Sukses

Lifestyle

Perpisahan Tak Selalu Jadi Jalan Terbaik, Waktu Bisa Damaikan Luka

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Saya adalah anak pertama dari empat bersaudara. Sejak ayah meninggalkan ibu untuk menikahi wanita lain, saya bersama ibu dan ketiga adik saya tinggal di kampung. Tak sedikit pun kami menerima nafkah dari ayah. Saat itu saya sudah cukup besar untuk mengerti perilaku ayah dan tidak menyukainya. Namun saya lebih tidak menyukai saat ayah meninggalkan kami demi wanita lain.

Setelahnya, selain bersekolah dan menjaga adik-adik, saya pun bekerja membantu ibu di sawah. Lulus SMA, saya bekerja serabutan untuk membiayai sekolah ketiga adik saya di tempat yang lebih baik dengan harapan mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang berhasil dengan karakter berbeda dari Ayah.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Saat usia saya 23 tahun, saat ketiga adik saya telah mandiri untuk mengurus keperluan mereka, saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah keperawatan dan bekerja di salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta.

Ketika saya berusia 27 tahun, ibu memintaku untuk menikah. Tetapi karena giatnya bekerja dan belajar, saya tidak pernah dekat dengan lelaki. Tetapi saya berusaha memenuhi permintaan ibu.

Saya dikenalkan dengan seorang lelaki PNS. Tidak lama sejak kami berkenalan, dia mengajak untuk hubungan yang lebih serius hingga akhirnya kami menikah. Sebelum menikah, saya memintanya berjanji untuk hal apapun yang terjadi jangan pernah meninggalkan saya beserta anak-anak.

Dengan memegang janji tersebut, kami menikah dan saya berhenti dari pekerjaan untuk mengurus ketiga buah hati kami.
Namun di usia pernikahan ketujuh, dengan alasan kurang jelas, suami saya dipensiunkan dini. Walaupun menerima uang pensiun setiap bulan, uang tersebut akhirnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan saya dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Karena krisis ekonomi, sulit bagi suami saya untuk mendapat pekerjaan baru. Saya memutuskan untuk kembali bekerja sebagai perawat di rumah sakit.

Ketiga anak kami diurus oleh suami. Namun setelah beberapa bulan, sikapnya berubah. Dia menjadi lebih sering tidur di rumah hingga siang. Setelah bangun, pergi berkumpul bersama teman-temannya. Sehingga ketiga anak kami tidak terurus. Bahkan saya mengerjakan pekerjaan rumah sebelum berangkat bekerja.

Saat anak-anak dinilai nakal olehnya, anak-anak dipukulnya. Hal ini mengingatkan saya tentang perilaku buruk ayah saat dulu. Sehingga anak-anak saya titipkan ke adik saya yang kini juga di Jakarta.

Hal ini membuat suami saya tidak senang dan tak pelak juga memukul saya sepulang bekerja. Banyak pihak yang menyarankan kami bercerai.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Namun, pengalaman masa lalu bagaimana saya, ibu, dan ketiga adik saya hidup dengan menanggung malu karena ditinggalkan oleh ayah, membuat saya memutuskan mempertahankan pernikahan kami. Saya meyakini  dengan mempertahankan keluarga ini, ketiga anak saya dapat belajar bahwa perpisahan tidaklah selalu menjadi jalan terbaik.
Beberapa tahun kami melanjutkan hidup bersama, hidup kami tidaklah membaik. Perekonomian yang semakin sulit memicu pertengkaran di antara kami.

Kebimbangan muncul atas pilihan yang saya ambil. Apakah pilihan saya benar dengan bertahan dalam pernikahan ini? Apakah anak-anak saya akan tumbuh menjadi pribadi yang baik dan berbahagia dalam situasi keluarga ini?

Kini, pernikahan kami telah berusia 33 tahun. Suami saya tetap memegang janjinya untuk mempertahankan rumah tangga walaupun harus hidup dalam rollercoaster kehidupan. Bahkan kini banyak yang memuji keharmonisan keluarga kami.
Dan anak-anak kami, mereka tumbuh menjadi pribadi yang kuat, mandiri, dan menghargai orang lain. Walaupun belum ada di antara mereka yang membina keluarga karena giat bekerja untuk membiayai pendidikan mereka dan kami kedua orangtuanya, saya bersyukur karena keluarga kami dapat terus bersatu hingga saat ini.

Karena pada akhirnya, hanya waktulah yang dapat membuktikan benar atau tidaknya pilihan kita.







(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading