Sukses

Lifestyle

REBORN : Inilah Langkah Buat Single Parents Menuju Perkawinan Selanjutnya

Selibat abadi? Rujuk? Atau…menikah lagi?
 
Salah satu dilema terbesar bagi para single parents, baik perempuan maupun laki - laki setelah kehilangan pasangannya adalah rencana masa depan yang berkaitan dengan perkawinan yang kedua kali. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pertanyaan yang sering diajukan publik kepada mereka adalah; kapan menikah lagi? Pertanyaan yang mudah dan wajar untuk disampaikan namun sulit dan terkadang bikin dahi mengernyit, bibir cemberut bagi pihak yang ditanyai. Pertanyaan dengan tingkat sensibilitas tinggi yang rasanya tak kalah menyinggung ego sekaligus bikin ‘minder bin baper’ bila diperbandingkan dengan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah usia seseorang, terutama usia seorang perempuan dewasa.

Ya, benar. Tuntunan agama memang sudah jelas menyatakan untuk menikahkan mereka, para janda dan para duda sesegera mungkin, baik yang kehilangan pasangannya karena wafat, ataupun karena perceraian. Namun hal ini menjadi tidak sesederhana yang dibayangkan semua orang, jika menyangkut pernikahan kedua dalam pandangan masyarakat yang ketat menerapkan kriteria – kriteria atau pakem – pakem dalam hal perjodohan pada umumnya. Kenapa? Karena adanya beragam faktor yang menjadi pertimbangan, banyak pihak yang terlibat dan stigma tentang single parents yang selama ini sudah menjadi sedemikian negatifnya di mata masyarakat. Masih ingatkah pada bobot, bibit dan bebet yang sampai saat ini masih dipegang oleh sebagian besar masyarakat di negeri ini?
 

“Semalam ibunya telepon dan berbicara panjang lebar. Diawali dengan ingin kenalan, lalu bertanya seputar diriku, aktivitasku dan keluargaku. Lalu akhirnya dalam kiasan – kiasan dan kalimat yang berputar – putar, dia menyatakan bahwa; intinya dirinya tak rela anak lelaki terbesarnya menikahiku karena aku adalah janda beranak satu, lebih tua dari anaknya dan yang paling ‘menohok’ adalah harapan yang disampaikannya agar aku mendapatkan jodoh yang terbaik dan lebih sesuai dengan diriku."

Minder menuju pernikahan kedua memang dirasakan, tapi usahakan untuk bisa mengendalikan perasaan/copyright rd.com
 
Demikian seorang janda, single mom dari seorang anak lelaki kecil bercerita tentang kisah perjalanan menuju perjodohan keduanya yang entah sebagai percobaan gagal yang ke berapa, seperti percobaan – percobaan sebelumnya. Setelah perceraiannya 6 tahun yang lalu, masalah perjodohan memang telah menjadi tema yang seringkali lebih banyak menimbulkan kekecewaan yang membuat kesendirian menjadi terasa lebih baik daripada ‘jatuh bangun’ dalam harapan demi harapan yang akhirnya tidak kesampaian. Dan bahkan sebelumnya, beberapa lelaki justru hanya datang untuk memanfaatkan keadaannya yang seorang diri dan dianggap dengan mudahnya akan menyerahkan diri secara mudah. Para lelaki yang terlanjur terbekali dengan stigma yang salah kaprah tentang para single parents, khususnya perempuan yang single moms atau janda sebagai sebutan populernya.
 
Sesusah itukah halangan dan rintangan yang dialami oleh para single parents utamanya para single moms atau janda dalam pencarian jodoh untuk kali keduanya? Bisa jadi memang iya, karena dalam banyak kasus, butuh bertahun – tahun bagi mereka, bahkan belasan tahun lamanya bagi mereka untuk akhirnya dipertemukan dengan jodoh keduanya dan beberapa kasus lagi justru akhirnya memilih memutuskan untuk rujuk kembali dengan pasangan lamanya, dengan pertimbangan demi kepentingan anak – anak dari hasil perkawinan mereka yang meminta mereka untuk melakukannya. Untuk kasus yang terakhir ini memang sepertinya langka, namun beberapa telah terjadi dan ada.
 
Lalu, langkah – langkah apakah yang sebenarnya perlu diambil oleh seorang single parents, khususnya single moms atau janda agar siap dalam menyambut jodoh keduanya. Dari berbagai tips, SPINMOTION mengelompokkan dalam REBORN;
 
R – Release Yourselves from The Past
Melepaskan diri dari beban dan pengaruh perkawinan pertama yang gagal adalah langkah awal yang harus dilakukan secara tuntas. Tanpanya, akan sulit bagi siapapun untuk ‘move on’ dan menemukan kehidupan yang benar – benar baru. Caranya beragam, namun secara umum bisa diibaratkan balon gas yang terbang lepas dari ikatan atau pemberat yang mengekangnya. Ringankan atau, kosongkan diri dari pengaruh permasalahan masa lalu, dan jika bisa, lepaskan diri dari hal – hal yang menambatkan diri pada orang – orang atau kondisi – kondisi yang berkonotasi pada masa lalu.

Namun, dalam hal seseorang harus tetap berhubungan dengan mantan pasangan karena hak dan kewajiban atas anak – anak yang dimiliki bersama (co parenting), akan menjadi tantangan tersendiri dan membutuhkan kepercayaan diri yang lebih, mengingat bagaimanapun juga komunikasi dan kerja sama dalam pengasuhan anak tetap harus dijalani dari hari ke hari. Tapi, tiada hal yang mustahil dan akan sangat minim pengaruh mantan pasangan, jika seseorang telah menemukan jati dirinya sendiri kembali setelah melepaskan diri dari kegagalan dan trauma masa lalu yang telah terjadi. Lepas bebas seutuhnya.

Lepaskan beban perasaan di masa lalu bersama seseorang yang kamu pilih untuk menemani di masa depan/copyright thecut.com
 
E – Earn Back Your Dignity
Seseorang harus merebut dan menegakkan kembali harga diri dan martabatnya kembali setelah ‘kejatuhan’ atau kegagalan pada perkawinan pertamanya. Konflik yang berkepanjangan, yang biasanya terjadi sebelum akhirnya perceraian diputuskan, akan menggerus kepercayaan diri, menimbulkan luka hati yang mendalam, sekaligus menorehkan trauma yang tak mudah untuk dihilangkan begitu saja. Belajar untuk menerima kegagalan, tunjukkan kepada semua orang, khususnya kepada orang – orang terdekat bahwa kamu layak dan patut untuk dihargai dan dihormati kembali sebagai layaknya seorang  individu yang mandiri.

Ciptakan kesan baik di lingkungan sekitar kamu, bahwa kamu bukanlah ‘produk gagal’ bahkan tetap mampu menjadi pribadi yang baik sekaligus seorang orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak – anak kamu. Ini langkah yang tidak mudah dan instan untuk dijalani, karena proses menuju ke sana harus dilakukan dalam keseharian dan di setiap saat, di setiap kesempatan. Dan tetaplah berbesar hati dan selalu memaklumi, bahwa sebaik apapun kamu berusaha  menjadi pribadi yang baik, akan selalu ada berbagai pihak yang tetap akan meragukan kredibilitas kamu karena pertimbangan statusmu sebagai seorang single parents. Tak perlu berkecil hati karena sekali lagi, bukan tugas kamu dalam hidup ini untuk membuat semua orang memahami perjalanan hidupmu sendiri.
 
B – Brave to Make Your Own Statements and Decisions
Sebagai pribadi mandiri dan individu yang sepenuhnya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, kamu harus berani mengambil keputusan – keputusan dan membuat pernyataan – pernyataan yang menyangkut kehidupanmu saat ini dan di masa – masa selanjutnya. Terkadang beberapa pihak masih akan terus menyayangkan bahkan menyalahkan kamu atas ‘kegagalan’ dalam perkawinan sebelumya. Itu hak mereka sedang hak kamu adalah memilih untuk perlu menjelaskan atau tidak sama sekali.

Dalam pergaulan sehari – hari, terapkan juga sikap berani dan tegas dalam menerima atau menolak tawaran pertemanan atau hubungan lain yang lebih serius sifatnya. Hal ini untuk memperkecil kemungkinan salah persepsi dan keliru penilaian terhadap diri kamu yang seorang single parent. Jika diperlukan, berikan penjelasan yang setegas – tegasnya kepada yang berhak menerima, mengenai sikap kamu tentang perjodohan dan kemungkinan – kemungkinannya di masa – masa selanjutnya. Tentunya setiap pernyataan atau jawaban atas tawaran perjodohan atau perkawinan yang kedua, harus didasarkan pada pertimbangan – pertimbangan, juga perhitungan – perhitungan.
 
O – Observe Comprehensively
Jika ada seseorang yang ingin mengenal dengan dekat dengan niat dan tujuan yang mengarah ke perjodohan serta menarik perhatian kamu juga, lakukan penelitian yang menyeluruh tentang dirinya. Sifat, karakter, status perkawinannya, kondisi keluarga saat ini, juga pandangan – pandangan dia tentang perkawinan, keluarga, anak, demikian juga mengenai rencana – rencananya di masa depan. Lebih baik mengetahui semua kebaikan dan keburukan yang dimilikinya sejak di awal, daripada mendapatinya setelah kamu terlalu jauh melangkah dan memiliki harapan besar akan dirinya dalam sebuah perjodohan atau perkawinan yang diinginkan.

Satu hal yang terpenting adalah siapapun dirinya, keberadaan kamu sebagai seorang single parent dengan anak – anak yang harus diasuh bersama – sama, harus sangat dipahami dan dimaklumi bahkan diterima dengan segenap kerelaan hati oleh dirinya. Tanpa pemahaman dan kerelaan akan keadaan yang cukup rumit ini, maka perjalananmu bersamanya akan banyak menemui konflik. Terutama berkaitan dengan pengasuhan anak – anak kamu bersama dirinya.

Jangan pernah takut melangkah maju demi masa depan yang lebih baik/cpyright youthsdigest.com
 
R – Reposition Yourselves and Your Children
Menempatkan diri kembali setelah kegagalan perkawinan yang pertama, lalu menjadi single parent yang terlanjur mandiri, kemudian harus berbagi rasa kembali dengan seseorang, adalah perubahan – perubahan yang membutuhkan segenap kebesaran hati dan ketegaran jiwa juga jernihnya logika. Setiap peristiwa memang telah turut andil dalam menjadikan diri kamu kini, dan peristiwa penting selanjutnya dalam perjodohan kembali dalam perkawinan kedua, tentunya membutuhkan beberapa penyesuaian dalam diri kamu juga, berikut pemahaman akan segala resiko dan konsekuensinya.

Yang tak kalah penting adalah secara psikologis mengondisikan anak – anak untuk menerima perubahan hidup yang harus mereka hadapi pula dengan kehadiran dan keberadaan ‘orang ketiga’ sebagai calon ‘orang tua baru’ bagi mereka. Kegagalan dalam penyesuaian - penyesuaian dan pengondisian – pengondisian ini akan menjadikan lahirnya benih – benih konflik yang tidak diinginkan kemunculannya dalam upaya menciptakan keluarga yang bahagia.
 
N – Never Look Back Again
Sekali kamu memutuskan untuk menjalani perjodohan kembali dalam perkawinan kedua, janganlah mengingat – ingat apalagi membandingkan dan menjadikan perkawinan pertama sebagai sebuah standar ukuran. Setiap orang memiliki keunikan mereka sendiri, baik dalam sifat, karakter maupun sikap dan pembawaan, demikian juga pasangan kamu yang baru. Kegagalan dalam perkawinan pertama cukup dijadikan sebagai pelajaran untuk tidak terjadi kembali di perkawinan yang kedua.

Jika pun ada kebaikan – kebaikan yang terjadi dalam perkawinan yang pertama, itu semua sudah musnah tenggelam ditelan masa lalu, cukup dikenang namun jangan diingat – ingat selalu, apalagi dijadikan patokan atau dinyatakan secara terang – terangan sebagai perbandingan. Bukankah tidak semua orang bersedia untuk dibanding – bandingkan dengan orang lainnya?  Alih – alih membanding – bandingkan, nyatakanlah saja kepada pasangan baru kamu dengan sebaris syair lagu Mus Mujiono; ‘engkau bukan yang pertama tapi pasti yang terakhir’
 
Demikianlah kiranya tips sekaligus saran yang disampaikan oleh SPINMOTION kepada seluruh SPINA (Single Parents Indonesia) di manapun berada tentang langkah – langkah menyambut upaya perjodohan kembali menuju kemungkinan perkawinan yang kedua.

Jadi, jangan putus asa dan jangan terlalu kecewa dengan kegagalan pada perkawinan pertama, percayalah Tuhan menyimpan kebahagiaan di perkawinan kedua yang tentunya harus lebih direncanakan, dipersiapkan dan dijalani dengan sebaik – baiknya. Dan hal baik pasti akan didapat, apabila niat yang melandasi, cara dan jalan yang ditempuh juga baik adanya.
 
So, never say never again, except for impossibility in happy life in remarriage!

(vem/mim)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading