Sukses

Lifestyle

Apakah dengan Menikah, Kita Dijamin Bahagia dan Semua Akan Baik-Baik Saja?

Menikah itu ajaib sekali. Ada "surga sebelum surga" yang telah kita masuki ternyata setelah menikah.

Beberapa bulan lalu, sekitar 3 bulan yang lalu saya sudah mulai menulis tulisan ini, tetapi lama sekali saya mempertimbangkan untuk membagikannya, selain karena referensi pengetahuan yang dibutuhkan masih banyak kekurangan di sana-sini. Dan akhirnya saya menyelesaikannya hari ini. Karena, pada hari minggu kemarin ada lagi yang mempertanyakan tentang kesiapan berumah tangga.

Dia masih ragu, apakah ada yang menjamin kehidupannya setelah menikah akan sebahagia ketika hidup bersama ayah dan ibunya, dari segi finansial, keharmonisan dan tentunya kebahagiaan? "Bagaimana meyakinkan dirimu bahwa semuanya akan baik-baik saja?" kurang lebih teman saya tersebut bertanya seperti itu.

Menikaha bisa bahagia?/Copyright pexels.com

Maka, di tulisan ini kalian akan menemukan betapa mulianya menikah dan tidak harus ditakuti. Yang belum berani melangkah insyaallah akan melangkah. Yang sudah mengarungi rumah tangga bersama pasangan, bacalah maka cara pandangmu akan berubah tentang pernikahan dan pasanganmu.

Beberapa kali teman-teman saya pernah bertanya kepada saya tentang pernikahan. Pertanyaannya sih biasanya seperti ini, "Gimana sih menurutmu menikah itu, enak nggak sih, asyik nggak sih?

Saya langsung menjawab di tulisan ini lebih detailnya.
Enak? Tapi sebelumnya coba kita pahami apa tolak ukur pernikahan yang enak itu? Toh, pernikahan bukan makanan yang ditabur toping cheese, cokelat, jagung, kacang, sosis dan sebagainya. Bagaimana bisa pernikahan akan berasa enak?
Asyik? Well, pernikanan isn't a game yang bisa menimbulkan sensasi asyik di dalamnya.

Tapi, subhanallah menikah itu lebih dari makanan enak yang ditabur toping-toping lezat di atasnya. Dan lebih menakjubkannya lagi menikah itu lebih dari games yang membuat kalian lupa diri dan yang membuat waktu kalian tersita olehnya karena keseruannya.

Menikah itu menapaki jalan sunnah./Copyright pexels.com
 
Menikah itu menapaki jalan sunnah, mengapa?
Karena kita mengikuti sunnah Rasullullah, kita akan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang luar biasa. Dan, karena kita mengikuti sunnah manusia yang paling ajaib cintanya, kita akan menemukan surga sebelum surga. Baiti Jannati, rumahku surgaku. Mencintai pasangan halal kita adalah kebahagiaan yang tiada tara.

Menikah itu menghindarkan diri dari maksiat. Oke buat yang satu ini saya tidak akan memungkiri bahwa saya pasti pernah melakukan kemaksiatan tersebut. Saya juga pastilah pernah melakukan kemaksiatan, tapi beruntunglah suami saya sudah menghalalkan saya, jadi bemesraan bukan lagi maksiat tapi pahala yang besar di mata Allah dengan saling menyayangi dan mengasihi.

Siapakah dia yang sanggup mengendalikan syahwat, ibarat kuda liar yang dikekang temali kuat. Jangan kau berangan-angan dengan maksiat nafsu dikalahkan, maksiat itu makanan yang membuat syahwat semakin puas - Syekh Al-Bushiri.

Jadi menikah itu bisa menjadi penawar racun syahwat? Karena "Jika seorang dari kalian melihat kecantikan wanita maka hendaklah ia mendatangi (menggauli) istrinya. Sebab, apa yang dimilikinya sama dengan yang dimiliki istrinya." (HR.Muslim)

Menikah wujud ibadah./Copyright pexels.com

Menikah sebagai wujud ibadah kepada Allah.
Rumah tangga adalah salah satu ladang amal shaleh. Kita mungkin akan mendapatkan pasangan yang tak semua keunggulannya sama dengan keunggulan kita, termasuk dalam hal ilmu dan ibadah. Seperti ini rahasianya, kita dan pasangan kita akan saling mengisi. Misalnya selepas shalat Maghrib atau Subuh sang istri membacakan Alquran sang suami memperbaiki bacaannya, atau sebaliknya. Atau hal yang sederhana mengingatkan untuk melaksanakan shalat lima waktunya. Shalat berjamaah.

Setelah menikah, insyaallah kita punya kesempatan untuk saling menemani dalam beribadah. Saat kita memberikan perhatian dalam amal saleh, kita akan mendapatkan pahala berlipat ganda.

Sesekali, istemewakan ia, sehabis shalat datangi pasanganmu, ambil jemarinya dan mulailah berzikir dengan jemarinya itu. Atau hal yang sering diperbuat oleh suami saya. Ketika kami tidak lagi berjamaah, mungkin ketika ia selesai mandi ia memasuki kamar dan melihat saya sedang shalat atau selagi berdoa, dia menghampiri kepala saya lalu mengecupnya. Pertama kali suami saya melakukan hal tersebut, sontak saya terkejut pada saat itu. Tetapi kini ketika suami saya melakukannya ada rasa keistimewaan dalam setiap kecupan tulusnya. Wudlu saya dan suami pun tidak akan batal bukan? Karena terlapisi oleh mukena yang saya pakai. Dan janganlah lupa pula ketika shalat berjamaah membiasakan dengan salam, cium tangan suami dan kami selalu menambahkannya dengan cium kening, pipi kiri kanan secara bergantian. Hal sederhana yang romantis, ah... jadi merindukan suami yang sedang bekerja, hehe.



(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading