Sukses

Lifestyle

Gagal Menikah Karena Dia Pilih Wanita Lain, Aku Justru Tersenyum

Gagal menikah bisa menjadi trauma bagi sebagian perempuan. Namun di balik patah hati, rasa sedih dan kecewa, ada jawaban terbaik dari Allah SWT mengapa tidak dibersamakan dengannya. Kisah ini kiriman dari sahabat kami, F. A. sebagai bagian dari Lomba Menulis Kisah Ramadan 2017.

***

"Kapan menikah?"

Itu menjadi pertanyaan menyebalkan yang mau tak mau harus aku dengar beberapa tahun ini. Usiaku sudah 24 tahun dan aku sudah bekerja, tapi aku tak punya satu pun teman dekat pria. Semua orang menganggap aku ini tak laku. Teman-teman dan saudaraku sendiri meminta aku supaya aktif mencari jodoh. “Kamu dandan yang cantik dong biar laku” Itu yang biasanya mereka katakan kepadaku. Namun sebenarnya aku sendiri tak pernah memikirkan omongan mereka dengan serius. Cuma aku anggap angin lalu saja. Aku berpikir kalau jodoh kan sudah diatur Allah, ngapain kita mikir sesuatu yang sudah ditakdirkan. Nanti juga datang sendiri.

Namun pemikiran tersebut seketika berubah saat Ayah memintaku untuk segera menikah. “Ayah nggak perlu uang dari kamu, Ayah hanya ingin kamu segera menyempurnakan ibadahmu. Menikahkan kamu itu kewajiban Ayah, nak”.

Permintaan Ayah Membuatku Mengalah

Ayahku itu orang paling cuek, beliau selalu menyerahkan semua keputusan kepadaku. Beliau tidak pernah memaksakan kehendaknya. Meskipun Ayahku besar di pondok pesantren, namun saat aku bilang tak mau sekolah di pondok dan lebih memilih untuk belajar di sekolah umum, Ayah tak pernah melarangku. Bahkan beliau tak pernah menyuruhku untuk memakai jilbab. Aku sendiri yang memilih untuk memakai jilbab saat aku masuk kuliah. Jadi, saat Ayahku membicarakan pernikahan, pendirianku mulai runtuh. Selama ini Ayah tak pernah minta apapun dariku, aku ingin membahagiakannya.

Foto: imagefinder.co

Aku bingung bahkan sampai menangis, aku belum ingin menikah. Aku masih ingin melanjutkan studiku sampai S2. Akhirnya aku salat istikharah. Alhamdulillah, aku bisa tenang dan pikiranku kembali jernih setelah salat. Aku pun memantapkan diri untuk taaruf dengan seorang pria bernama Ardi. Dia adalah anak dari teman Ayahku. Ardi bekerja sebagai tentara, aku sudah tahu dia sejak lama tapi tak pernah kepikiran akan berjodoh dengan dirinya. Kami pun mencoba saling mengenal lebih dekat lagi satu sama lain. Selama taaruf, aku melihat Ardi anaknya sopan dan rajin beribadah. Dia juga dekat dengan orang tuaku. Dua alasan itu sudah cukup membuat aku mantap untuk menjadikan dirinya sebagai imam.

Setelah tiga bulan saling mengenal, Ardi pun datang ke rumah untuk melamarku. Aku pun mulai disibukkan dengan urusan pernikahan. Ardi juga sedang sibuk karena dia sudah kembali bertugas di Jakarta. Aku hanya bisa sesekali berkomunikasi lewat telepon. Saat itu, Ayah dan Ibuku terlihat bahagia sekali. Meskipun aku harus melepaskan cita-citaku untuk melanjutkan S2, namun rasanya sebanding saat melihat kebahagiaan kedua orang tuaku.

Tapi, tepat satu minggu sebelum pernikahanku, Ardi menelepon. Aku masih ingat setiap detail percakapanku dengannya.

“Ayu, kamu lagi sibuk nggak?”

“Nggak kok, Kenapa? Tumben pagi-pagi udah telpon, kamu nggak kerja?”

“Aku harus ngomong sesuatu”

“Ngomong apa sih?”

“Iya, eh begini, aku minta maaf aku nggak bisa melanjutkan pernikahan kita”

“Loh apa maksudnya? Kenapa?”

“Atasan aku ternyata sudah menjodohkan aku sama anaknya”

“Terus apa kamu nggak bilang kalau kamu sudah mau menikah sama aku?”

“Sudah! Aku sudah bilang begitu, tapi atasanku nggak mau tahu. Katanya aku bakalan dipecat kalau nggak mau menikah sama anaknya.”

Aku diam beberapa detik, bingung harus bagaimana. Aku sempat bilang apa aku harus ke sana untuk meyakinkan atasan Ardi bahwa kami berdua akan menikah. Namun Ardi melarangku. Dia bilang atasannya itu tak akan mau mendengarkan penjelasanku. Dia justru bertambah marah kalau aku datang ke Jakarta.

Sedih dan Kecewa Bercampur Jadi Satu

Setelah pernikahanku batal, aku sering berdiam diri di kamar. Ayah dan Ibuku juga terlihat sedih. Namun mereka berusaha tersenyum di depanku. Aku berpikir Ardi memang tak pernah mencintai aku dengan tulus. Dia juga tidak pernah menghubungiku lagi setelah pembicaraan itu. Aku bahkan sempat berpikir alasan Ardi tak masuk akal, apa dia sudah kepincut wanita lain dan hanya mencari-cari alasan untuk memutuskan pernikahan kami. Di dalam hati aku berjanji akan membalas semua perlakuan Ardi kepada keluargaku. Aku tak mau melihat mereka bahagia di atas penderitaanku.

Sampai suatu saat Ayahku sakit, tiba-tiba aku merasa bersalah. Aku mulai berpikir buat apa aku menangisi seseorang yang sudah tak memikirkan aku lagi. Aku tak mau hidupku jadi berantakan karena orang yang sudah menyakiti keluargaku. Aku pun mulai menata hati. Aku sering ikut kajian dan membaca buku. Aku pun kembali teringat dengan cita-citaku untuk melanjutkan S2. Aku disibukkan dengan mengikuti kursus bahasa Inggris dan persiapan lainnya.

Foto: weheartit.com

Alhamdulilah, aku berhasil mendapatkan beasiswa LPDP untuk melanjutkan kuliah di Australian National University. Aku bahagia bisa mengenal teman-teman baru, tinggal di tempat yang baru, dan belajar budaya baru. Saat aku merayakan Idul Fitri di Australia, temanku di Indonesia memberikan kabar bahwa Ardi sudah menikah. Anehnya aku tak merasakan sakit sedikitpun. Aku justru tersenyum. Aku ingin berterima kasih pada Ardi.

Pengalaman pahit dari Ardi adalah alasan yang membuat aku sangat bersemangat untuk mewujudkan impianku. Mungkin tanpa dia, aku masih saja ragu untuk melanjutkan studiku.

Sebelum salat Ied, aku mengirim pesan untuk Ardi “Minal aidzin wal Faidzin, Mohon maaf lahir dan batin. Oh ya, selamat atas pernikahanmu, semoga menjadi keluarga samawa. Aamiin”

Rasanya lega setelah mengirimkan pesan itu. Aku tak mau melupakan masa laluku karena kejadian itu mengajarkanku untuk ikhlas tanpa tapi. Aku telah membuktikan bahwa memaafkan adalah keajaiban untuk mendapatkan kebahagiaan. Mengapa harus menyimpan dendam ketika memaafkan lebih indah dibandingkan kebencian. Kini, aku bersyukur Allah telah memberikan sesuatu yang ribuan kali lebih baik untuk menggantikan penderitaanku.

(vem/yel)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading