Sukses

Lifestyle

Bisa Kuliah Gratis dalam Keterbatasan, Impian Terwujud Saat Hampir Menyerah

Namaku Meilia Safarina, usiaku 19 tahun. Aku lahir di keluarga sederhana. Mimpiku ingin menjadi pengusaha. Ibuku hanya seorang ibu rumah tangga yang menjual gorengan dan bapak hanya seorang pedagang minuman di toko depan sekolah menengah pertama di daerah Kopo Sayati Bandung. Namun, saat ini bapak tidak lagi berdiri seraya tersenyum di depan tokonya karena beliau meninggalkan dunia pada akhir tahun 2012.

Tahun itu juga menjadi tahun yang sangat buruk bagiku karena bapak yang sangat dekat denganku telah tiada. Meskipun bapak sudah tiada, tapi ucapannya selalu terngiang di telingaku, katanya, “Kamu harus sekolah sampai jadi sarjana. Lebih tinggi dari bapak, dan inget, harus jadi orang yang jujur dan sabar." Ucapan itu yang selalu terngiang di telingaku sampai akhirnya aku menginjak bangku SMK.

Tahun 2014 aku menjadi siswa di salah satu sekolah menengah kejuruan swasta milik yayasan militer dengan mengambil jurusan rekayasa perangkat lunak, jelas ini adalah teknik. Swasta? Teknik? Dari mana aku memiliki uang untuk SPP sementara bapak telah tiada dan ibu hanya seorang ibu rumah tangga yang menjual gorengan? Sangat aku syukuri, ketiga kakakku yang bekerja sedikitnya membantuku dalam membayar SPP. Alhamdulillah.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Aku tinggal di sebuah rumah tua di kawasan Kopo Sayati, Bandung. Aku tinggal di rumah nenek, karena ibu mengurus nenek yang sakit stroke selama hampir 6 tahun. Nenek pun meninggal dunia, dan rumah itu dijual lalu uangnya dibagikan kepada semua anak nenek. Karena ibu tidak punya rumah, maka pada tahun 2015 dengan uang bagiannya ibu memutuskan membeli sebuah rumah kecil di kampung terpencil di daerah Soreang. Jarak rumah ke jalan raya jauh, harus menggunakan ojek, karena aku tidak memiliki kendaraan pribadi.

Hal itu menjadi beban, apalagi di daerah ini penduduknya sedikit, tidak seperti di rumah yang dulu, dekat ke jalan raya dan penduduknya padat. Karena daerah rumah baruku penduduknya sedikit, usaha gorengan ibu tidak berjalan dengan baik ditambah lagi kedua kakakku habis kontrak kerja dan menganggur. Apa yang harus aku lakukan? Aku sempat berpikir sekolahku akan putus karena kurangnya pemasukan di keluargaku.

Aku masih kelas 2 SMK. Aku sempat gelisah. Tapi, karena jiwa berdagang bapak turun padaku, akhirnya aku berjualan keripik kulit lumpia buatanku sendiri di sekolah. Setiap pulang sekolah aku pergi ke pasar dengan modal seadanya. Sampai di rumah aku memotong kulit lumpia, lalu aku jemur, menggorengnya lalu diberi bumbu dan dikemas. Aku menjualnya seharga 1000 rupiah. Alhamdulillah, teman-teman menyukainya. Laba berjualan keripik kupakai untuk ongkos dan jajan, karena ibu sudah tidak memberiku uang jajan.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/burst

Untuk makan saja susah, mengandalkan pemberian satu-satunya kakakku yang bekerja, itupun tidak besar karena kakakku sudah memiliki istri dan seorang anak. Tapi rezeki memang tidak kemana, seorang ibu guru di sekolahku yang memiliki usaha minuman dan sosis bakar terkadang menyuruhku menjaga tenda usahanya di pasar Minggu di kawasan Soreang, aku dibayar 50 ribu rupiah untuk sekali jaga. Bukan hanya di pasar Minggu, terkadang ibu guru juga menyuruhku menjaga tendanya di acara-acara lain, asalkan itu hari Minggu, aku pasti datang. Uang hasil menjaga tenda aku gunakan untuk modal keripikku. Meskipun aku seorang bendahara kelas, aku tidak pernah berani memakai uang milik teman-temanku.

Hari-hari terus berlalu sampai akhirnya aku menginjak bangku kelas 3 SMK. Perekonomianku masih sama, kakakku belum juga bekerja, sudah melamar kesana kesini tapi dengan ijazah SMK sangatlah sulit, tapi untuk SPP aku sangat bersyukur, karena beberapa kali mendapat beasiswa bebas SPP, buah dari prestasiku. Alhamdulillah, Allah selalu memberi jika umatnya mau berusaha dan ber-ikhtiar. Sebentar lagi aku akan melaksanakan Ujian Nasional, semakin hari semakin gugup. Hampir setiap hari di sekolah hanya belajar pelajaran yang akan di uji pada Ujian Nasional, sempat jenuh tapi aku harus tetap semangat, karena ini tahapan terakhir namun menjadi awal untuk menghadapi dunia baru, yaitu dunia kerja.

Aku sangat ingin bekerja karena ingin memberi uang pada ibuku yang paling aku sayangi. Awal tahun 2017, hampir semua temanku sibuk mengikuti tes masuk perguruan tinggi, aku tidak tertarik karena pikirku itu hanya akan memberatkuan ibu, aku lebih baik bekerja setelah lulus. Temanku banyak yang menyayangkannya karena sejak awal aku selalu menjadi juara kelas dengan meraih ranking 1. Aku selalu dilema saat di rumah, ada sedikit rasa ingin berkuliah, apa sebaiknya aku mencoba mengikuti tes beasiswa?

Bapak bilang aku harus jadi sarjana. Tapi bagaimana dengan ibu? Ibu banyak mengalami kesulitan dalam ekonomi. Beasiswa belum tentu semua gratis, ongkos sehari-hari darimana? Pikirku saat itu. Banyak pertanyaan berkecamuk di hatiku. Akhirnya aku menulis resolusi 2017 dikamarku, dengan tulisan “RESOLUSI 2017 – RAIH BEASISWA FULL ATAU CEPAT KERJA LALU BUAT USAHA”. Saat aku melaksanakan ibadah salat, aku selalu berdoa untuk mendapatkan yang terbaik dari kedua resolusiku itu. Aku selalu percaya, manapun yang diberikan Allah, itulah yang terbaik.

Ujian Nasional sudah dilaksanakan, sekolahku mengadakan rekreasi ke Yogyakarta, tentu saja aku tidak ikut, uang dari mana? Aku hanya duduk manis di rumah, bermain social media, melihat antusias teman-teman yang sibuk menyiapkan keberangkatan mereka ke Yogyakarta. Aku senang mereka bisa berlibur setelah Ujian Nasional. Saat malam hari setelah melaksanakan solah Maghrib aku mendapat telepon dari staff sekolahku. Kabar gembira terdengar. Aku mendapat rejeki yang tak terduga, aku diberi hadiah rekreasi ke Yogyakarta gratis karena katanya aku berprestasi. Senangnya bukan main, ibuku pun senang. Akhirnya aku pergi ke Yogyakarta dengan bekal Rp100 ribu dari kakak.

Aku dan teman-teman ber-rekreasi di Yogyakarta selama tiga hari, pada hari terakhir kami semua berkumpul di sebuah rumah makan dan mengadakan acara perpisahan kecil dengan bernyanyi dan menunjukkan kebolehan kami. Sampai pada akhirnya ada pengumuman bahwa travel yang membawa kami pergi ke Yogyakarta ini akan merekrut tiga orang dari kami untuk menjadi Tour Leader. Dan tidak disangka, aku termasuk di dalam ketiga orang itu. Guruku merekomendasikanku karena beliau berkata selama 2 tahun aku menjadi bendahara kelas, uang tidak pernah kurang satu peser pun, sejak awal kelas 3 SMK, aku memegang tabungan rekreasi Yogyakarta milik teman-teman yang mencapai jutaan rupiah, selain itu karena prestasi akademikku. Aku amat sangat senang kala itu. Tidak bisa aku ungkapkan dengan kata apapun.

Hari berlalu, surat kelulusan sudah tiba dari pak pos. Namun sayang, kelulusan dan tidak bisa diambil karena SPP ku menunggak sampai angka 2 juta rupiah. Jadi surat kelulusanku bahkan ijazahku ditahan. Aku sempat putus asa, tapi aku tidak patah semangat. Sambil menunggu panggilan dari travel, aku terkadang masih menjaga tenda usaha milik ibu guru. Lumayan untuk makan, daripada diam di rumah.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Satu hari, aku mendapat pesan dari seorang guruku, ia bertanya apa aku berminat untuk kuliah gratis? Aku sempat berpikir lama untuk menjawab pesan itu. Aku bertanya dahulu kepada ibuku, dan ibu bilang itu terserah padaku, ibu berkata ia tidak bisa memberi ongkos untuk sehari-hari. Aku dilema lagi. Akhirnya karena tidak kunjung mendapat panggilan dari travel, aku memutuskan untuk mencoba kuliah gratis ini.

Guruku datang ke rumah dan menyerahkan formulir pendaftaran dari salah satu perguruan tinggi swasta, aku menyerahkan persyaratan yang diperlukan. Guruku pulang pergi ke rumah untuk mengurusnya, beliau bernama Pak Aries. Begitu semangat saat tahu aku berminat mengambil kesempatan itu. Bahkan beliau membantuku meminjam surat kelulusanku yang tertahan di sekolah untuk difotokopi dan diserahkan ke kampus. Setelah semua persyaratan diberikan, akhirnya aku disuruh menunggu dan berdoa oleh Pak Aries. Aku menurutinya. Aku tetap meminta kepada Yang Maha Kuasa untuk memberikan yang terbaik untukku, apapun itu.

3 bulan berlalu, siang itu aku sedang santai menonton TV karena belum juga ada panggilan kerja dan keputusan penerimaan dari kampus. Aku sudah tidak berharap pada keduanya. Menjelang sore, aku menerima telepon dari nomor tidak dikenal, suara seorang perempuan yang menyatakan bahwa aku harus datang hari Senin untuk melaksanakan interview, aku menyetujuinya dan berterima kasih. Aku sangat senang kala itu, mungkin ini jalan terbaik yang diberikan Allah.

Selang beberapa jam, aku mendapat telepon lagi dari sebuah nomor telepon rumah. Kali ini suaranya laki-laki, ia berkata aku diterima kuliah gratis di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan jurusan Administrasi Bisnis dan beasiswa full malah diberi uang saku sebesar 650 ribu dari pemerintah. Aku disuruh datang hari Senin nanti. Saat itu lututku lemas dan tidak tahu harus berbuat apa.

Akhirnya aku menyampaikan berita gembira itu pada ibu. Aku sungguh dilema besar! Jadi sebenarnya jalan mana yang harus kuambil? Akhirnya ibu berkata ikutilah kata hati, dan lagi mengingat keluargaku tidak ada yang pernah duduk di bangku kuliah karena alasan ekonomi. Pada akhirnya atas izin Allah dan restu ibu, aku memilih untuk mengambil beasiswa tersebut, aku sempat mengirim pesan permintaan maaf karena tidak hadir untuk interview kerja ke perusahaan.

Dan pada 18 September 2017, aku resmi menjadi mahasiswi di sebuah perguruan tinggi swasta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dengan jurusan Administrasi Bisnis, dengan harapan aku bisa menjadi mahasiswa terbaik dan setelah lulus nanti menjadi pengusaha dan berbisnis sukses. Alhamdulillah.

Ladies, dari kisahku di atas semoga menginspirasi kalian semua. Bahwa semua akan ada hasilnya apabila kita berusaha dan banyak meminta yang terbaik dari Sang Maha Kuasa. Jangan pernah berhenti bermimpi, dan teruslah berusaha, Ladies!




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading