Sukses

Lifestyle

Tuhan yang Paling Tahu Waktu Terbaik Menganugerahi Kami Buah Hati

Pertanyaan “kapan” memang menjadi sebuah momok tersendiri untuk sebagian besar masyarakat di Indonesia pastinya. Seperti kebanyakan orang pada umumnya saya pun pernah mengalaminya. Dari berbagai pertanyaan “kapan” yang membuat saya sensitif adalah pertanyaan, “Mau kapan punya baby?” atau, “Udah isi belum?”.

Well, saya memang baru menikah pada Januari 2018, namun memang setelah itu saya mengalami LDM (Long Distance Marriage) karena alasan pekerjaan suami yang memang masih pendidikan dan tidak dipekenankan membawa istri. Namun pertanyaan itu selalu muncul dan terus berulang baik dari teman sendiri, teman mertua, teman orang tua sendiri, hingga keluarga. Terus terang saya capek untuk menjawab pertanyaan seperti itu dengan menjelaskan bahwa saya memang belum serumah dengan suami (walaupun terkesan seperti pembelaan) hingga saya menjawabnya dengan, “Doakan saja yang terbaik,” sembari membubuhi senyum yang terpaksa pada awalnya. Sampai terlintas di benak saya, “Apa sih mau-maunya orang-orang ini hamil duluan sebelum menikah digunjingin sekarang baru nikah aja ditagih-tagih orang tidak ikut ngejalanin juga.”

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Kembali ke hubungan saya dengan suami saya, setelah menikah saya ditinggal pendidikan ke Jakarta sedang saya tetap bersama orangtua saya di daerah Jawa Timur. Dalam pendidikan suami saya dia menjalani 5 tahap, pada tahap keempat suami saya mendapatkan pendidikan di Cepu, Jawa Tengah, di mana daerah itu sangat dekat dari tempat tinggal saya sekitar 3 jam perjalanan menggunakan mobil.

Saat di Cepu dia diperbolehkan keluar namun hanya di sekitar area tersebut saja. Mendapat kabar tersebut saya sangat riang gembira tak terkira dalam hati berkata, ”Bisa nih buat nyolong-nyolong ketemuan.” Rasanya tiap dua minggu sekali saya ke Cepu untuk menemui suami.

Bulan berikutnya saya terlambat datang bulan, rasanya sudah seneng sekali. Telat sehari hingga tiga hari masih mencoba cuek, karena takutnya itu siklus mundur biasa buat tamu bulanan tersebut. Tapi tidak bisa dipungkiri malamnya, saya browsing tentang test pack baik bagaimana cara penggunaan hingga gejala-gejala tidak pastinya. Mungkin karena saya terlalu memikirkan jadi terbawa sendiri seperti mual, pusing, dan mulut rasanya seperti makan besi tidak enak, tambahlah semangat dalam hati untuk membeli test pack.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Keesokan harinya saya membeli test pack dan langsung menggunakan dengan diam-diam supaya menjadi kejutan, dan ternyata hasilnya (-) alias negatif alias hanya garis satu yang terlihat. Saat itu juga saya down tidak tahu kenapa seperti dunia telah berakhir, namun orang tua selalu memberi wejangan, “Memang ketemunya masih nyolong-nyolong belum serumah kok, yang sabar dulu ya,” mamaku memang sangat pengertian. Namun pertanyaan itu belum berhenti, pertanyaan, “Udah isi belum?” atau, “Kapan nih debaynya dibuat,” terus bermunculan kadang bukan dari temanku, namun dari teman mama, tapi ya sama saja sensitifnya pertanyaan dan membuat hati saya sedih.

Dilihat dari sisi penanya “kapan” ini sebenarnya banyak latar belakang untuk menanyakan hal tersebut. Tanya “kapan” dikarenakan untuk membuka topik pembahasan dalam obrolan apalagi dalam pertemanan yang lama tidak berjumpa, namun ya kembali lagi itu sangat menjengkelkan untuk posisi kita yang ditanyai seperti tidak ada topik lain. Atau memang karena mereka sang penanya “kapan” sudah menjalani fase tersebut, seperti saat saya menjenguk teman saya yang baru saja lahiran anaknya, teman SD tepatnya memang saya menikah tidak begitu mengundang teman-teman saya. Jadinya dia kaget kalau saya sudah menikah dan berkatalah, ”Wow sudah isi dong ini? Kapan nyusul nggendong kayak gini?” lagi-lagi pertanyaan mencekam ini muncul sambil lirih saya menjawab, ”Belum dikasih.”

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Mendapat pertanyaan, “Sudah isi? Kapan? Apa tidak program hamil saja?” sepertinya sudah muak saja jika mendengarnya, namun terkesan pertanyaan wajib jika setelah menikah. Sebenarnya saya yakin tidak perlu untuk ditanya “kapan” saya tidak akan lupa kok untuk berusaha mendapatkan kehamilan saya.

Pertanyaan yang sering dijumpai juga, “Kapan nih hamilnya? Si A juga baru menikah Januari udah 4 bulan loh sekarang,” sometime dalam hati saya menjawab, ”Hello, hamil itu bukan lomba kali, itu tergantung sama Tuhan yang ngasih kepercayaan ke kita,” tapi saya orangnya males bahas kepanjangan, so cuma senyum yang sebenarnya tidak ikhlas yang terpampang dari wajah saya.

So, mengapa kita tidak stop bertanya “kapan” dan mulai dengan “semoga” yang lebih mengarah kepada mendoakan, toh tidak akan ada salahnya mendoakan saudaranya selama yang baik-baik saja. Kita harus renungi setiap manusia atau setiap keluarga pasti mempunyai masalah atau kesulitan sendiri-sendiri. Jikalau kehidupanmu sangat mulus dan berjalan sesuai target alhamdulilah sangat bersyukur, namun kita manusia makhluk sosial ketika berinteraksi dengan orang lain belum tentu apa yang kita tanyakan atau ceritakan membuat orang tersebut biasa saja atau tidak diambil hati bisa jadi membuat baper (bawa perasaan), walaupun maksud kita tidak ingin membuatnya seperti itu, tapi kan dalamnya hati siapa tahu?

Sekarang saya sudah serumah dengan suami sejak akhir April 2018. Sejak serumah saya ingin menikmati hubungan ini tanpa underpressure pertanyaan dan update story instagram yang selalu berisi kebahagiaan di mana sebenarnya belum tentu mereka menikmati hidup mereka tersebut dengan bahagia. Jujur terkadang update story tersebut membuat saya minder dan baper.

Menurut saya, saya berhak bahagia dengan cara saya sendiri di mana bahagia tersebut bukan melihat patokan bahagia orang lain, bukan berarti tidak melihat story berati tidak peduli dengan mereka. Kebetulan suami didinaskan sementara di Bali, sehingga saya jauh dari orangtua maupun mertua. Dan di sini banyak sekali tempat wisata gratis. Sehingga, saya seperti baru merasakan bulan madu untuk pertama kali.

Bahagia itu sangat sederhana menjauhi keramaian hiruk pikuk dan hanya menjalaninya bersama suami, let it flow sangat menikmati tiap hari berproses menjadi lebih dewasa dan mengenal satu sama lain tanpa parameter story instagram ataupun tanpa pertanyaan “kapan” yang sebenarnya dapat diubah menjadi “semoga”.

Pada awal-awal serumah saya dengan suami masih sering main ke pantai, sehingga saya mengalami menstruasi lagi. Tapi kami sepakat untuk tidak terlalu memikirkan, just do the best saja. Usaha dan terus menerus berdoa kepada Tuhan, karena kita percaya Sang Pengatur Skenerio Kehidupan tidak pernah tidur dan akan mendengar doa hamba-Nya serta kami percaya Tuhan kasih kepercayaan itu pada waktu yang tepat dan akan indah pada waktunya.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Akan pertanyaan seperti itu, ”Kapan nih isinya?” saya sudah lebih dewasa untuk menjawab, “Doakan saja yang terbaik dan secepatnya." Saat ini, saya sudah dua bulan lebih belum menstruasi, namun saya ingin menikmati proses saja, doakan saja  mendapat hasil yang terbaik. Karena kalau bicara tentang test pack saya sudah malas pakai karena sudah kecewa dari awal dan sudah berpuluh-puluh test peck saya beli.

Sudah pernah ke dokter obgyn dan ternyata masih penebalan dinding rahim belum terlihat kantong janin, namun sebulan lagi disuruh kembali. Suami saya lagi-lagi menguatkan saya untuk bersabar dan menjalani hari seperti biasa. Kami yakin Tuhan yang lebih tahu kapan kami diberi amanah untuk menjadi pendidik untuk anak-anak kami kelak. Terus berusaha, terus berdoa, dan menjadi dewasa dalam menghadapi pertanyaan “kapan” karena sejatinya kita tidak akan pernah lupa untuk hamil, semangat moms.




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

    What's On Fimela
    Loading