Sukses

Lifestyle

Air Mata dan Pengorbanan Ibu Membesarkan Tiga Putrinya Seorang Diri

Apakah ada sosok pahlawan yang begitu berarti dalam hidupmu? Atau mungkin kamu adalah pahlawan itu sendiri? Sosok pahlawan sering digambarkan sebagai seseorang yang rela berkorban. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini. Seorang pahlawan bisa berasal dari siapa saja yang membuat pengorbanan besar dalam hidupnya.

***


Hampir setiap orang pasti memiliki sosok yang sangat berperan penting dalam hidup dan kehidupannya. Sosok yang mengorbankan banyak hal dalam hidupnya untuk memberi dan membuat bahagia dengan penuh keikhlasan. Dan bagiku, sosok itu adalah ibu. Sosok yang berkorban dengan penuh keikhlasan dan bahkan cinta.  

Ada banyak hal yang beliau berikan untuk kami. Saat kami masih kecil, beliau memberikan hampir seluruh waktu dan tenaganya untuk mengurus keluarga dan mengurus rumah. Setiap pagi, saat aku bangun, beliau pasti telah bangun dan mulai menyiapkan sarapan untuk kami. Beliau memasakkan air hangat untuk kami mandi, menyiapkan seragam sekolah untuk kami dan tak lupa menyediakan bekal untuk kami.

Saat aku pulang sekolah, pasti selalu ada makanan yang terhidang untuk kami. Beliau juga mengajariku membaca, berhitung dan menggambar di rumah dengan lembut dan sabar. Beliau mengajariku bagaimana berbicara dan bersikap sopan sesuai dengan tata krama. Beliau mengajariku untuk punya cita-cita yang tinggi. Ibuku, beliau mengajariku banyak hal.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Ketika bapak meninggal di tahun 2004, tugas beliau bertambah berat karena selain mengurus rumah dan mengurus ketiga putrinya, beliau juga harus mencari uang untuk membiayai hidup kami. Iya, beliau kuatkan diri beliau untuk menghidupi ketiga putrinya sendiri. Bahkan meskipun beberapa kali ada orang yang mengajak beliau untuk membangun rumah tangga yang baru lagi, beliau sama sekali tak menanggapi.

Beliau memilih kami, memilih membesarkan kami, sendiri. Meskipun itu berarti tugasnya akan menjadi semakin berat, beliau tak peduli. Beliau selalu berusaha agar kami tetap hidup dan memiliki kehidupan selayaknya anak-anak yang lainnya. Tak peduli meskipun terkadang beliau melewatkan istirahat dan kondisi kesehatannya sendiri.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Aku masih ingat bagaimana beliau pontang-panting bolak-balik dari rumah ke sekolah dan sebaliknya untuk mengantar dan menjemput ketiga putrinya. Saat kakak perempuanku sudah bekerja, berhubung sepeda motornya hanya ada satu, maka ibu juga yang mengantar dan menjemput kami bertiga secara bergantian.

Kadang, jika waktunya bersamaan dengan waktu mengantar atau menjemput adikku, maka aku akan mengalah dengan naik angkot saat berangkat dan pulang sekolah. Dalam sehari beliau bisa bolak balik dari rumah ke kota Wates sampai enam kali bahkan lebih saat ada keperluan lain. Beliau tak pernah mengeluh untuk apa yang beliau lakukan untuk kami. Justru saat kami mengeluh, maka beliau dengan lembut dan bijaksana akan menasihati kami agar senantiasa sabar dan berpasrah pada Allah.   

Ibuku, beliau pahlawan dalam hidupku. Sosok yang mewujudkan mimpiku untuk memperoleh pendidikan tinggi di tengah keterbatasan ekonomi kami saat itu. Dengan kondisi ekonomi yang sekadarnya, beliau bahkan menguliahkanku hingga kini aku bisa menapak masa depan dengan lebih baik.

Hal yang bisa aku lakukan waktu itu untuk meringankan beliau adalah belajar sebaik mungkin agar nilaiku baik. Saat kuliah, karena nilaiku yang baik dan aktif dalam organisasi, aku mendapatkan beasiswa prestasi akademik. Beasiswa itulah yang aku gunakan untuk membantu meringankan ibuku dalam membayar kuliah dan kostku selama belajar di kota Jogja.

Dahulu, meskipun entah bagaimana kondisi keuangan di rumah, beliau berusaha untuk selalu memberikan uang saku sebagai bekalku selama di kota Jogja. Ibu yang waktu itu mendapatkan uang hanya dari menerima pesanan baju-baju, akhirnya bisa mengantarkanku meraih gelar sarjana dengan predikat cum laude. Dan tak lama kemudian, aku menyandang profesi sebagai seorang guru di salah satu sekolah menengah atas di Daerah Istimewa Yogyakarta. Semua apapun yang kini aku capai, tak akan pernah terwujud tanpa doa dan segala pengorbanan dari ibuku, pahlawan dalam hidupku.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Aku merasa sangat beruntung, meskipun dengan proses yang tidak mudah dan bahkan terkadang dihias air mata, aku bisa berdiri dengan keadaanku yang sekarang. Dengan ilmu yang aku peroleh selama ini, aku bisa memiliki kesadaran dan rasa cinta pada negeriku Indonesia. Mungkin belum ada hal besar yang aku lakukan, baru sebatas ini. Namun, dengan aku menjadi seorang guru, selain mendidik dan mengajar mereka tentang materi pelajaran sekolah, aku juga berusaha membangkitkan dan memupuk mimpi-mimpi anak-anak didikku.

Mimpi-mimpi yang kokoh dan terarah, mimpi-mimpi yang setinggi-tingginya tanpa melupakan jati diri mereka sebagai generasi penerus bangsa. Di sela-sela menerangkan pelajaran, aku berusaha membangun rasa nasionalisme mereka, membangun kesadaran mereka akan arti penting peran mereka bagi keberlangsungan dan kemajuan negara Indonesia. Agar nantinya lebih banyak lagi hal-hal besar yang dilakukan oleh generasi penerus bangsa untuk negara tercinta, Indonesia.

Sekali lagi, segala pencapaianku saat ini, peran sertaku untuk negeriku Indonesia ini, tak akan pernah terwujud tanpa pengorbanan yang dilakukan dan diberikan oleh ibuku. Tak hanya aku, namun semua anak. Kami bisa tumbuh menjadi generasi penerus bangsa yang diharapkan karena peran penting pengorbanan penuh cinta dari sosok orangtua, terutama sosok seorang ibu. Karena ibu adalah sosok pertama dan utama yang mampu membentuk anak-anaknya.

Maka dari itu, kualitas generasi penerus bangsa, kemajuan dan keberlangsungan suatu negara, tak lepas dari segala bentuk pengorbanan seorang ibu. Ibu, pahlawan bagi bangsaku. Dan ibuku, pahlawanku.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading