Sukses

Lifestyle

Wanita Dewasa Bakal Bisa Menghargai Setiap Pilihan dan Rencana Tiap Orang

Kapan, sebuah kata yang berujung pada sebuah pertanyaan mengenai waktu di mana sebuah momen terjadi dan kata ini yang sangat sering berseliweran di telinga saya. Baru-baru ini, Instagram mengeluarkan fitur terbaru bernama “questions” di mana kita akan mendapatkan beragam pertanyaan dari followers akun yang kita miliki. Rasanya memang seru, namun kerap kali muncul pertanyaan dengan awalan kata “kapan” tersebut dan mungkin berujung pada hal yang mengganggu privasi kita. Sejujurnya, memang akhir-akhir ini pertanyaan seperti, “Kapan menikah?” “Kapan punya pacar?” “Kapan punya anak?” “Kapan lulus kuliah?” serta kapan-kapan lainnya.

Saya sebagai mahasiswa pun kerap kali menerima pertanyaan serupa, mengenai pasangan dan pendidikan. Sementara itu, saya masih mampu menanggapi dengan candaan. Tapi, entah mengapa, rasa bosan dengan pertanyaan-pertanyaan “klasik” tersebut kadang membuat saya risih dan malas untuk menanggapinya lagi. Umur saya yang sebenarnya masih terlampau muda, sekitar 21 tahun rasanya untuk pertanyaan kapan saya bisa memiliki pacar sepertinya untuk sementara ini belum terlalu penting. Ya, memang kalau ditanya secara jujur saya pasti ingin memiliki pacar, minimal seseorang yang bisa saya ajak bertukar pikiran dan dapat saling membagi perhatian satu sama lain.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Namun, ada beberapa hal menarik yang sebetulnya terjadi dalam hidup saya selama 21 tahun ini. Terkadang saya merasa sedih sekali, merasa diri saya tidak menarik atau membosankan, merasa saya adalah orang paling jelek, paling tidak diinginkan oleh orang lain dan selalu bertanya pada diri saya sendiri, “Kapan sih gue punya pacar? Kapan sih ada yang ajak gue jalan? Kapan sih gue bisa ngedate di bioskop? Kenapa juga gue belum pernah pacaran sampai umur 21 tahun?” Namun juga beberapa kali saya merasa beruntung masih single sampai hari ini karena banyak juga teman-teman saya yang berkata, “Lo itu beruntung banget belum pernah pacaran, belum pernah disakitin atau nyakitin hati sendiri. Tuhan berarti sayang banget sama lo,” dan sebagainya.

Saya banyak belajar dari hubungan teman-teman saya dengan pacar mereka, seperti les privat rasanya, namun belum masuk dalam hal mempraktikkan. Ada banyak tanda tanya yang muncul di benak, seputar pertanyaan-pertanyaan tersebut namun sebenarnya hal tersebut membuat saya tertekan dan tak jarang menangis kecil. Namun saya pikir, masih banyak orang-orang di luar sana mengalami hal yang sama, bahkan mereka sudah jauh lebih tua daripada saya dan notabene sudah memasuki umur yang jauh lebih matang dan banyak dari mereka yang merasa belum saatnya untuk melepas status lajang, untuk memiliki anak dan sebagainya. Jadi, buat apa saya harus merasa bersedih di umur saya yang masih sangat bisa untuk memperbanyak pengalaman hidup?

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Saya tertarik pada jalan pikiran masyarakat kita yang sepertinya sedari dulu mengalami perubahan namun untuk yang satu ini, seperti menjadi kebiasaan turun temurun. Tidak salah untuk bertanya dan menjadi pengingat bagi mereka, namun masyarakat kita perlu dididik untuk menghargai privasi orang lain. Setiap manusia memiliki pilihan dan setiap pilihan tersebut memiliki waktunya masing-masing. Bukankah konsep ini kita pegang sebagai keyakinan kita bahwa segala sesuatu indah pada waktunya?

Saya khawatir jika kita masih seringkali menanyakan hal tersebut dengan tujuan yang tidak terlalu penting akan menyakiti hati banyak orang dan mungkin membuat beberapa orang merasa depresi. Pertanyaan ringan yang punya dampak besar. Mengapa kita tidak menanyakan pertanyaan seperti, “Kapan kamu mencintai dirimu sendiri? Kapan kamu membahagiakan dirimu sendiri? Kapan kamu punya waktu untuk mengenal potensimu? Kapan kamu mulai bisa menerima kekurangan dan kelebihanmu?”

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menurut saya jauh lebih penting ketimbang kita mempertanyakan status hubungan seseorang atau banyak hal privasi lainnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut bagi saya sendiri mampu membuat saya sadar dan kembali mempertanyakan apa tujuan saya hidup dan apa yang membuat saya hidup. Saya tidak bermaksud untuk membuat semua orang telanjur egois karena bukan itu maksud saya, tapi bagaimana kita mampu mengenal diri kita sebelum sibuk membicarakan urusan orang lain.

Kita sudah hidup di zaman yang bukan lagi bergantung pada status hubungan orang lain dan kita sudah cukup dewasa rasanya untuk menghargai setiap pilihan dan rencana setiap orang. Masih banyak hal yang perlu digali oleh diri kita sendiri yang akan berdampak ke masyarakat luas, alih-alih mempertanyakan pertanyaan yang tidak terlalu penting tanpa kita tahu masalah yang sebenarnya terjadi dibalik pertanyaan-pertanyaan yang telah kita sebutkan.

Pilihan sekarang ada di tangan kita, masih mau mengurusi hidup orang lain dan terkesan kamu hidup tanpa melakukan hal-hal yang lebih penting atau mencintai dirimu sendiri apa adanya dan bonusnya, kamu akan menemukan kisah yang jauh lebih membahagiakan? Stop tanya kapan untuk hal-hal yang membuat bangsa kita terkesan mengalami kemunduran. Lebih baik jika kita tanya kapan korupsi di Indonesia bisa berhenti dan gotong-royong untuk bekerjasama menghilangkannya.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading