Sukses

Lifestyle

Menunda Kehamilan adalah Keputusanku dan Suami, Tak Perlu Menyudutkan Kami

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

Aku sangat bersyukur karena memiliki suami yang amat baik, penyayang dan penyabar. Pernikahan kami sendiri baru memasuki 7 bulan. Sejak awal menikah kami memang sudah berkomitmen untuk menunda kehamilan. Salah satu alasan utamanya adalah kami ingin menikmati banyak waktu berdua dulu. Terlebih kami suka berwisata dan menjelajahi alam bersama.

Saat aku bertemu dengan orang-orang di sekitarku mereka kerap bertanya kapan aku punya momongan. Aku pun sudah membalas pertanyaan mereka dengan senyuman dan mengungkapkan alasannya. Mereka tetap tidak memahami hal tersebut dan ironisnya lagi mereka terus menerus bertanya. Pernah suatu ketika ada seseorang yang menyarankan aku untuk mengikuti program kehamilan, sementara aku tidak mengeluhkan apapun padanya. Aku pun kembali menjelaskan bahwa aku dan suami memang berniat menunda anak.

Tidak hanya itu saja, sewaktu aku bertemu kerabat jauhku yang tengah mengandung anak ketiganya. Dia menatap ke arah perutku dan berkata, “Lho, kamu masih belum hamil juga ya?” Aku pun menjawab, “Belum, karena kami berdua masih ingin santai dulu sebelum ada sang buah hati.” Ironisnya suaminya justru mendadak memvonis aku dan suamiku mengalami kemandulan, kurang subur atau sejenisnya. Spontan aku pun membela diri karena aku menganggap ini sudah melampaui batas. Namun, dengan gampangnya dia mengatakan bahwa aku tidak bisa diajak bercanda.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/drew hays

Beberapa waktu yang lalu kami juga mengunjungi saudara dari ipar suami. Percakapan pertama masih aman yakni seputar perkenalanku dan mengobrol tentang urusan keluarga mereka. Hingga akhirnya ada yang bertanya siapa yang lebih dahulu menikah apakah kami atau anaknya. Dia bertanya seperti itu karena menantunya sudah berbadan dua, sedangkan umur pernikahan kami tidak jauh berbeda dengan anak dan menantunya. Sesaat aku terdiam dan hatiku begitu tertohok mendengar kalimatnya. Suamiku langsung menjawab secara tegas pertanyaan ibu tersebut.

Meskipun aku sudah membeberkan alasanku mengapa aku belum hamil, mereka selalu saja bertanya dan bertanya. Aku semakin muak ketika ada ibu-ibu yang mengusap-usap perutku cukup kasar. Di samping itu seorang saudara sempat berkata, “Kamu cepetan hamil ya!” dan “Jangan gendong anak kecil, nanti perutnya  sakit dan tidak bisa hamil lho.” Rasanya semua penjelasan yang aku utarakan kepada mereka tidak berguna sama sekali.

Sering kali aku juga menerima pertanyaan dari teman-temanku di media sosial tentang apakah aku telah hamil. Awalnya aku masih merasa nyaman, tetapi akhirnya aku lelah harus menjawab pertanyaan mereka satu per satu. Momen-momen seperti bertemu tetangga, saudara dan teman kini seolah-olah menjadi momok yang cukup menakutkan bagiku. Sebab aku sudah menebak pasti mereka akan bertanya soal kapan aku hamil.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/rocknwool

Setelah berdiskusi dengan suami, aku sekarang lebih memilih diam dan membiarkannya karena telah bosan menjawab pertanyaan yang sama. Toh, aku sudah memberikan alasan kami sebelumnya dan kabar kehamilanku nanti pun akan sampai ke telinga mereka.

Cerita ini aku tulis agar kalian tidak perlu terlalu sedih ketika diberondong dengan pertanyaan kapan punya anak. Sebab mereka pada hakikatnya memang ingin mengetahui kehidupan orang lain. Tingkat kepo yang tinggi membuat mereka senang mencampuri urusan privat manusia lainnya. Jika kalian memang ingin menunda momongan dengan alasan kalian masing-masing, teruslah berpegang teguh pada prinsip tersebut. Tidak perlu gentar mendapat cercaan karena kalian tidak mengusik lingkungan dan berbuat kejahatan.

Hamil juga bukan suatu perlombaan untuk menentukan siapa yang menang dan kalah. Anak merupakan karunia yang terindah dari Yang Maha Kuasa. Jangan sampai kehadiran anak digunakan sebagai tolak ukur apakah kita menjadi jawara atau tidak. Intinya kalian harus menentukan apa saja yang membuat diri kalian bahagia. Ingat ini adalah hidup kalian, bukan hidup mereka.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading