Sukses

Lifestyle

Berusaha 'Waras' Pasca Melahirkan Menghadapi Komentar Orang Tentang Anakku

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.
***

Saya adalah seorang new mom yang baru memiliki satu anak berusia 18 bulan. Nggak mudah memang menjadi seorang ibu, apalagi bagi saya yang belum berpengalaman mengurus bayi. Harus bangun tengah malam untuk menyusui, belum lagi jika si bayi minta digendong sepanjang malam. Lelah memang, kurang tidur ditambah kondisi tubuh yang masih belum pulih pasca melahirkan. Bersyukur ada ibu mertua yang siaga membantu dan mengajari.

Bulan ke bulan anakku tumbuh dan berkembang, melihat perkembangannya yang semakin hari semakin lucu membuatku banyak-banyak bersyukur padaNya. Alhamdulillah, atas amanah yang diberikan ini.

Namun pada perjalanannya, ada beberapa hal yang terkadang membuat semangat ini menurun. Apalagi kalau bukan pernyataan, pertanyaan dari orang-orang sekitar mengenai pertumbuhan dan perkembangan anakku. Pada dasarnya anakku tumbuh dan berkembang secara normal, tidak ada kekurangan satu apapun namun, karena di setiap tahap perkembangannya ada saja yang mengomentari, kadang membuatku jadi khawatir.
Copyright Ajeng Devi

Misalnya saja saat usia 10 bulan, anakku belum bisa duduk sendiri, lalu ada yang berkomentar, "Kok belum bisa duduk sih?" Atau saat usia 13 bulan dia belum bisa berjalan, lalu ada yang membandingkan dengan anaknya yang usia 12 bulan sudah pandai berjalan. Nah, di usia yang 18 bulan ini ada juga yang berkomentar tentang anakku yang masih sangat minim kosakatanya, malah lebih sering menggunakan isyarat dan suara, "Ah, uh, eh" untuk berkomunikasi. Ada yang berkata, "Belum bisa ngomong ya? Harus rajin diajak ngobrol." Sampai-sampai suamiku berkata, "Coba kamu cari informasi, ini anak kita kenapa? Kok ngomongnya ha-he-ha-he gitu," sebagai seorang ibu yang melahirkannya batin terasa sedih dan dalam hati berkata, "Anakku normal."
Ilustrasi./Copryight unsplash.com/jens johnsson

Hhh... lelah mendengar celotehan orang tanpa tahu proses yang kami jalani, mereka kan nggak pernah tahu betapa cerewetnya aku di rumah mengajaknya ngobrol dan bernyanyi. Haruskah setiap waktu aku merekam dan memposting segala aktivitas kami? Haruskah woro-woro tentang perjuanganku merawat dan mengajari anakku? Ah, rasanya berlebihan.

Setiap anak memiliki proses yang berbeda untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Ibunya hanya diminta bersabar dan tetap 'waras' saat mendengar komentar miring orang lain tentang keterlambatan (atau sebenarnya bukan terlambat hanya rentang waktunya yang lebih panjang dari anak seusianya) proses tumbuh kembangnya serta tetap yakin bahwa anak kita adalah anak hebat atas apa yang telah dia lalui.
Ilustrasi./Copryight unsplash.com/kyle nieber

Sepele memang, tapi jika pertanyaan dan pernyataan kita justru akan membuat orang lain sedih, melunturkan nilai ikhlasnya, lebih baik diam atau bantulah. Teruntuk orang-orang yang rajin memperhatikan dan berkomentar, "Kapan bisa jalan? Kapan bisa ngomong?" dan kapan kapan lainnya, stop tanya kapan, terutama kepada ibu-ibu baru memiliki anak, ibu-ibu yang baru melahirkan.

Jaga perasaannya, tidak mudah bagi mereka menjaga perasaannya setelah melewati hari yang berat. Kalau tidak bisa membantu, minimal berikan doa terbaik dan cukup diam. Merasakan baby blues itu tidak mudah dan jangan biarkan itu terjadi, apalagi jika dampaknya akan semakin buruk bagi si ibu dan bayinya.
(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading