Sukses

Lifestyle

Obsesi untuk Kurus Menyiksaku, Semoga Kalian Tak Meniru Caraku Ini

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

“Hosh hosh hosh!” Hari ke-20 workout.
30
31
32
...

“Kapan kamu bakalan kurus?” pertanyaan itu selalu terngiang di kepalaku. Setiap dari napasku dan bagaimana aku terus mencoba untuk hidup. Tidak ada yang tahu ceritaku sebelum ini namun entah kenapa tanganku tidak bisa untuk berhenti sekarang. Dan seperti inilah masa kelamku.

Aku lahir di keluarga yang normal dengan penghasilan ekonomi yang biasa-biasa saja, namun bukan berarti aku hidup normal seperti orang lainnya. Sejak SD semua orang seakan akan melihatku dengan sinis, seorang gadis yang buruk rupa dengan kepribadian yang mudah marah dan pendiam. Aku tidak pernah merasakan bagaimana menjadi orang yang melihatku dengan tatapan seperti itu sebelumnya, membuatku menjadi semakin tertutup sehingga menghindari khalayak ramai walaupun aku juga tahu aku tidak bisa menghindar seumur hidupku.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/andrew le

Orangtuaku bisa dibilang memiliki wajah rupawan. Kakakku terlihat seperti atlet dengan kaki yang jenjang, adikku dikagumi banyak orang karena ia masih kecil dan lucu. Hanya menyisakan diriku yang lain dari pada yang lain. Aku melihat ke arah cermin terus menerus, bahkan lebih dari jam makanku saat itu.

Apakah aku tidak peduli dengan diriku sendiri? Tentu saja tidak!

Malam itu aku membaringkan tubuhku di antara kegelapan. Tidak bisa menangis terlalu kencang karena nenekku tertidur tidak jauh dari kasurku. Menangis dalam kegelapan, berteriak dalam diam. Lucu bukan?

Semuanya semakin jelas saat aku beranjak remaja dan semua orang berpenampilan cantik di hadapanku. Diriku hanya memakai jaket tebal dan masker yang menutupi wajahku, namun apa kalian tahu sesuatu? Aku baik-baik saja, aku sungguh baik-baik saja karena kau pikir sahabatku masih ada di sisiku. Lambat laun, jarak memisahkan kita membuat diriku hanya bisa memijat pelipis dan menangis sendu, pura-pura bahwa aku baik-baik saja dan menumpahkan kekesalanku pada makanan. Tanpa kusadari aku benar benar sudah kelewatan.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/ian keefe

Jam dinding berdetak cukup kencang memenuhi gendang telingaku dan tubuhku yang basah karena keringat.
31
32
33... aku tidak lagi bisa bernapas.

Mungkin bukan ide yang buruk jika aku menelan semua pil tidur itu dan mati di atas kasurku. Apakah itu akan baik baik saja? jantungku mulai berdetak sangat kencang saat itu namun pada akhirnya tidak kulakukan. Itu pilihan yang sangat gila, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku bila sampai itu terjadi.

“Kapan kamu akan kurus? Kamu harus olahraga! Makanya jangan makan terus, jangan tidur tiduran terus di kamar!” Aku hanya mengangguk dalam kesal saat orangtuaku mengatakan hal itu dan membanggakan sepupuku yang berhasil kurus dan terlihat sangat cantik sekarang. Rasa iri membunuhku secara perlahan. Membuatku merasa muak akan takdirku dan lama-lama aku muak dengan apa yang terjadi dalam hidupku.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/soragrit wongsa

Mulai dari sana aku memaksakan diriku untuk tidak makan. Palingan hanya makan satu kali dalam sehari dan itu juga dengan porsi yang kecil. Aku merasa puas saat aku melihat timbangan itu lagi, aku tidak takut namun aku khawatir.

Aku semakin tergila-gila dan memotong porsi makanku, lagi dan lagi. Mengisi perutku dengan air mineral saja dan berharap aku masih hidup pada esok hari. Aku berolahraga seperti biasanya walau tubuhku semakin hari semakin lemas dan lambat laun mataku semakin menggelap. Gelap, aku takut. Tidak! Aku tidak boleh menyerah dan kembali pada masa masa itu lagi. Kata-kata itu memaksaku untuk melanjutkan pola makanku yang sangat buruk itu dan memperparah penyakitku, menunggu obsesi ini membunuhku secara perlahan.

“Kapan kamu akan kurus?”

Bertahun-tahun kemudian dan aku mulai kembali berubah. Namun, efek dari masa kelam itu tidak akan pernah meninggalkanku begitu mudah.

Sampai sekarang aku belum pernah ke dokter untuk memeriksanya namun aku tahu bahwa aku sepertinya terkena anemia dan vertigo yang membuat penglihatanku semakin menggelap saat aku berdarah atau kelelahan. Percayalah aku takut, bahkan sangat takut. Aku berusaha semampuku untuk makan tiga kali sehari sekarang. Walaupun aku tidak menyukainya dan aku merasa bersalah saat aku memakan makananku. Aku tetap tidak bisa membiarkan obsesi itu membunuhku kan? Aku memiliki masa depan yang lebih baik dan pertanyaan itu tidak akan bisa menghancurkannya. Aku masih memiliki pilihan yang lain daripada anoreksia kan?

Begitulah ceritaku, aku tidak ingin sampai orang lain melakukan apa yang aku lakukan. Hiduplah untuk melihat matahari di senja hari besok. Tertawalah menikmati masa muda. Dan jauhkan dirimu dari kegelapan yang aku terima.




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading