Sukses

Lifestyle

Kesempurnaan Orang Lain Tak Harus Tolak Ukur Kesuksesanmu

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

Ketika teman-teman lain selangkah lebih maju, aku bergerak mengikuti kata hatiku.

Perkenalkan namaku Amelia. Mahasiswi tingkat akhir di perguruan tinggi swasta, Makassar. Empat tahun yang lalu, aku memulai perjalanan hidup sebagai seorang mahasiswi dan mengambil Sastra Inggris sebagai jurusan kuliah. Keputusan yang kurasa tepat, karena aku menyukai bahasa Inggris. Tapi aku hanya tidak sadar apakah ini keputusan yang tepat atau tidak.

Selama memulai perjalanan studi, aku cukup memulai dengan baik. Meski kadang terlambat, tapi tidak menutup fakta bahwa aku cukup mendapat nilai yang baik. "Asal tidak mengulang," batinku kepada diri sendiri. Nilai yang kudapat pun setidaknya cukuplah.Tapi ternyata itu tidak berlaku kepada temanku.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/chris arock

Hampir 95% mereka mengejar kesempurnaan. Mengejar nilai yang tinggi dan bahkan aku tidak sanggup mengikuti standar kesempurnaan ciptaan mereka. Maka dengan kesadaran, aku memutuskan untuk mengurangi bergaul dengan mereka karena aku sadar mereka dan aku memiliki hal yang bersimpangan.

Dengan mengurangi kedekatan bersama mereka, konsekuensi yang aku tanggung adalah bahwa ternyata mereka malah menggangap aku seperti rival. Menjauh dari mereka adalah keputusan yang tepat. Nah, kegilaan dimulai ketika detik-detik menjelang semester akhir. Kami semua dituntut mencari judul buat skripsi. Dan ta-da! Hal yang memusingkan akhirnya tiba.

Ternyata, mereka selangkah lebih jauh daripada aku. Judul sudah di-acc rata rata oleh dosen pembimbing, sedangkan aku masih berjuang dengan judul. Aku bukan malas atau tidak ingin memacu diriku, hanya saja, aku mau bekerja dengan caraku. Mereka memang memiliki kedekatan tinggi dengan para dosen.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/priscilla du preez

Tekanan makin menjadi ketika kubu mereka mulai proposal duluan. Sedangkan aku masih berkutat dengan revisi. Jadi mulailah mereka selalu bertanya, "Kapan selesai proposal?" dan semua pertanyaan yang buat darahku bisa mendidih. Maksudku, ada apa dengan mereka? Aku benar-benar heran dengan mereka. Ada apa jika aku aku tidak perlu mengikuti mereka? Toh aku tidak pernah meminta mereka menunggu aku.

Jadi ketika mereka mulai bertanya "kapan" saya dengan berani mengatakan maaf ini bukan urusanmu. Apa yang saya lakukan, hanya saya tahu terbaik atau tidak. Saya yakin pertanyaan kapan ini cukup mengganggu jika disangkutkan dengan semua aspek. Saya cuma bisa bilang jadilah diri sendiri, dan lakukan yang terbaik bukan untuk orang lain, tapi untuk diri kita.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading