Sukses

Lifestyle

Tak Ada Kata Menyerah Wujudkan Impian Meski Usia Bertambah

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

Harapan terbesarku ketika lulus menempuh pendidikan SMA di sekolah adalah mendapatkan pekerjaan dan memiliki gelar S1. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana, kami harus berjuang untuk menghadapi kehidupan ini. Aku berpikir, itu berlaku untuk semuanya, kan?Di keluargaku yang memiliki penghasilan hanya ayah dan diriku. Dan penghasilan kami pun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kami dalam sebulan sehingga ibu harus meminjam uang dari orang lain. Terkadang ayah juga harus melakukannya dengan meminjam uang dari temannya. Karena kami harus menggali lubang yang dalam dan menutupinya kembali. Kesulitan perekonomian yang kami rasakan mendorong ayah dan ibu harus bersusah payah untuk menyekolahkan kami meskipun keadaan kami berada di bawah roda kehidupan. Aku dan adikku membutuhkan biaya yang besar untuk bersekolah. Saat di bangku SMA, aku selalu belajar dengan giat hingga meraih juara 1 (satu) di kelasku. Namun, perjuanganku belum cukup untuk mendapatkan beasiswa di sekolah sehingga tidak ada pengurangan biaya uang sekolah. Aku sempat menangis jika aku mengingat hal itu dulu. Aku dan adikku selalu berhemat untuk menabung uang yang kami miliki. Dimulai dari jalan kaki saat pulang sekolah, memakai buku pelajaran bekas dan menolak tawaran teman untuk makan di luar. Kami selalu melakukannya hingga ketika aku telah meninggalkan bangku SMA.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/alexandru stavricaTidak mudah adalah kata dalam kamus pekerjaanku. Aku telah mencoba berbagai cara untuk mendapatkan suatu pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya. Aku memutuskan keluar dari pekerjaanku karena merasa tidak nyaman dengan pemimpinku dan lingkungan kerjaku. Berkali-kali aku gagal untuk diterima. Ayah dan ibu selalu menyemangatiku untuk bersabar dan berdoa. Melihat penderitaan mereka berdua membuatku selalu menyalahkan diri. Apalagi orang–orang di sekitarku selalu bertanya dua hal, “Kapan kerja?” dan “Kapan kuliah?” Ingin rasanya berteriak kepada mereka, bahwa, “ITU BUKAN URUSAN KALIAN, TAPI URUSANKU!” Namun, aku hanya memberikan jawaban, “Aku belum bekerja dan aku akan kuliah tahun depan." Ya, aku tidak akan melupakan pentingnya pendidikan bagi diriku dan keluargaku. Karena dari sanalah, aku akan menggapai semua impian keluargaku dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.Sudah setahun berlalu, aku sedang mencoba bekerja dengan giat dengan pekerjaan baruku. Meskipun gajiku masih belum cukup untuk berkuliah, tapi aku yakin suatu hari aku akan bisa mendapatkan gelar S1. Banyak teman–temanku telah masuk ke dunia perkuliahan, Apa aku merasa sedih?? Tentu saja tidak. Aku mengingat bahwa aku akan selalu memiliki kesempatan yang baik di luar sana.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/ashton binghamAku juga harus berjuang melunasi utang orangtuaku. Aku tidak pernah mengatakan alasanku yang sebenarnya kepada mereka yang bertanya kepadaku termasuk teman–temanku. Alasan yang selalu kuberikan adalah, “Tabunganku belum cukup." Masalah keuangan adalah hal yang sensitif, bukan? Aku bukan hanya berjuang agar dapat kuliah tapi juga sedang membantu adik laki–lakiku bersekolah untuk mengenyam pendidikan SMA sama sepertiku dulu, membantu kedua orangtuaku memperbaiki rumah kami yang selalu banjir ketika hujan deras dan atap yang menjadi sarang rayap. Kedua orangtuaku sangat berharap aku dapat berkuliah. Namun, kau tahu apa yang sedang aku lakukan? Meringankan beban orangtuaku jauh lebih penting. Aku tetap belajar meskipun tidak berada di bangku perkuliahan. Aku selalu mengunduh beberapa buku digital (e-book) untuk dipelajari dan aku juga sedang berusaha mempelajari bahasa asing agar aku tetap maju meskipun tidak berkuliah.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/liu jiaoAku selalu berkeyakinan untuk dapat berkuliah, aku merencanakannya tahun depan. Andai saja aku tidak memiliki kesempatan itu, aku akan mencobanya tahun depan dan seterusnya. Aku tidak akan menyerah meskipun usiaku bertambah. Siapapun berhak mendapatkan pendidikan. Berkuliah juga tidak memiliki batasan usia. Aku bisa melakukannya berapapun usiaku. Jadi, berhentilah bertanya, “Kapan kuliah?” kepadaku. Aku tidak peduli seberapa muda atau tuanya diriku. Karena bagiku, belajar adalah hidup dan berhenti belajar adalah mati. Aku hanya menundanya, bukan melupakannya.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading