Sukses

Lifestyle

Telat Semenit Saja, Nyawa Bapak Mungkin Melayang

Pertengahan Januari saat awal kehidupan tahun 2018. Tak disangka ujian kasih sayang anak kepada orangtua datang menghampiriku. Bapak mengidap stroke ringan, sehingga anggota tubuh bagian kanan lumpuh. Kondisi rumah menjadi susah secara psikologis maupun ekonomi. Satu anggota keluarga sakit, anggota yang lain juga merasakan sakit.

Kondisi bapak yang lemah tak berdaya membuatnya hanya bisa terbaring di kasur. Mulailah aku diuji bagaimana merawat bapak. Ketika mau buang air kecil terkadang beliau ngompol, hati nuraniku terpanggil untuk membersihkan bagian bawah supaya beliau tidak iritasi dan bisa istirahat. Apalagi ketika beliau tak bisa buang air besar, rasa jijikku diuji. Awalnya aku merasa risih karena baunya yang menyengat, tapi ketika melihat ibu dengan sabar membersihkan tanpa jijik. Hal itu mendorong aku untuk membersihkan meskipun menahan bau yang terkadang membuat mual-mual. Hal itu aku lakukan karena beliau pernah merawat aku sejak kecil tanpa mengeluh. Di situlah aku belajar merawat tanpa mengeluh.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/chris lawton

Selama dua bulan aku berusaha konsisten untuk membuat bapak bisa berjalan kembali. Setiap hari aku berusaha menghibur dengan mengajak mengobrol dan tertawa supaya bisa bangkit melawan sakitnya. Di suatu malam aku berusaha memberikan semangat dan metode supaya beliau bisa duduk mandiri. Dengan tertatih-tatih akhirnya beliau bisa duduk sendiri. Dari situlah muncul rasa bangkit melawan penyakitnya. Mulailah setiap hari mengajak berlatih berdiri. Meskipun tanpa alat kesehatan untuk stroke, tapi dengan tiang jendela dari kayu bisa membuat beliau berdiri dan berjalan sedikit demi sedikit. Rasanya senang sekali melihat perkembangan bapak yang pesat. Aku jadi teringat, ketika aku kecil belajar berjalan meskipun jatuh bangun, pasti beliau senang ketika aku bisa berjalan.

Hari buruk itu terjadi. Suatu pagi dilatih ibu berjalan di jendela. Setelah itu  aku memberikan makan, buah dan obat kepada beliau, terus tertawa bersama dan bilang, "Aku ingin hidup 100 tahun lagi." Tiba-tiba bapak tak sadarkan diri dan mulai seluruh badannya dingin. Aku hanya mampu berteriak dan menangis merengek-rengek sembari memberi minyak kayu putih di hidungnya, "Bapak, bapak jangan tinggalkan aku."

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/annie spratt

Secepatnya bapak dilarikan ke rumah sakit. Selama aku mengendarai motor menjemput bapak, air mataku tumpah ruah sembari berdoa kepada Sang Pemberi Hidup, "Ya Allah jika Engkau masih memberi kesempatan hidup kepada Bapak, selamatkanlah. Jika tidak, ambillah. Sebenarnya aku ingin melihat bapak menghadiri wisudaku."

Saat di rumah sakit. Ternyata Sang Pemberi Hidup mengabulkan doaku. Bapak bisa terselamatkan, coba saja telat semenit maka jiwanya melayang. Namun aku merasa hancur, ketika bapak terdeteksi mengidap jantung lemah yang harus dioperasi ring jantung dengan biaya sebesar Rp100 juta. Uang dari mana? Aku merasa tak berguna sebagai anak yang hanya melihat beliau terbaring lemah. Padahal selama beliau hidup selalu rela berangkat pagi pulang malam bahkan saat sakit selalu memaksakan bekerja demi mencari rezeki untuk menyaksikan anaknya sukses.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/matheus ferrero

Yang membuat aku sedih adalah selama ini usahaku melatih bapak berjalan setiap hari sepertinya sia-sia. Sehabis pulang dari rumah sakit beliau hanya terbaring lemah dan lupa cara duduk serta berdiri. Tapi mengingat jasa beliau yang tak patah semangat menghadapi anaknya. Membuatku optimis mulai dari nol untuk melatih bapak berjalan.

Tidak hanya fisik yang lemah tapi psikologisnya juga pesimis. Hal itu membuatnya bertindak seperti anak kecil. Ketika ditinggal ibu ke Bali, aku harus merawat bapak. Saat itu aku sedang menyuapinya sepiring nasi sup tapi tiba-tiba beliau melemparnya dan berkata, "Opo ikinggak enak, aku nggak mau makan." Hati ini mulai memanas dan ingin meluap bahkan menumpahkan piring itu. Tapi hati kecil ini teringat dulu pernah bertindak kasar sama bapak tapi beliau masih memperhatikanku dan mendoakanku.

Bapak...

Aku tak seperti anak yang lain

Aku tak mampu membayar pengobatanmu

Aku cuma punya hati

Hati yang sabar melatih engakau berjalan setiap hari

Hati yang melindungi meski engkau berlaku kasar padaku

Karena engkau telah membesarkanku dengan hati.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading