Sukses

Lifestyle

Menikah di Usia 19 Tahun, Kini Jadi Ibu dan Menempuh S3 di Negeri Tetangga

Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.

***

Namaku Lailatul Kodriyah, biasa dipanggil Laila. Umurku sekarang ini mendekati angka 31. Alhamdulillah aku sudah menikah dan dianugerahi Allah dua orang putra yang luar biasa aktif dan lincah (Faudzy 10 tahun & Asyravi 5 tahun).

Aku menikah terbilang di usia sangat dini, usia 19 tahun. Meskipun aku menikah muda, aku tidak lantas melupakan pendidikanku. Aku terus melanjutkan kuliah dari S1 hingga saat ini aku sedang melanjutkan studi S3-ku di salah satu universitas ternama di Malaysia. Selain menjadi istri, ibu dari dua orang putra, mengerjakan disertasi, aku juga mengajar di salah satu kampus di Banjarmasin.

Aku termasuk orang yang tidak bisa diam. Aku juga ikut aktif di  beberapa komunitas sosial. Bagiku meskipun aku seorang wanita, seorang ibu rumah tangga, aku harus tetap aktif mengabdi untuk masyarakat tentunya tanpa mengesampingkan tugas utamaku sebagai seorang istri dan ibu.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/hannah olinger

Kali ini aku akan menuliskan ceritaku sebagai ibu yang 'tidak biasa' dalam menjaga keluarganya. Kenapa aku sebut diriku tidak biasa? Karena memang aku berbeda dari mereka dalam beberapa hal karena aku tidak selalu bersama suami dan anak-anakku.

Waktu yang kumiliki sama seperti waktu ibu-ibu lainnya. Sehari 24 jam, 7 hari dalam seminggu dan aku harus menjaga dan memastikan semua kewajibanku rampung dengan baik. Aku bangun pagi lebih awal untuk menyiapkan sarapan suami dan dua orang putraku. Aku tidak memiliki asisten rumah tangga. Semua kukerjakan sendiri dengan bantuan suami dan anak-anak.

Memasak, mencuci piring, mencuci baju, membersihkan rumah, kami kerjakan sama-sama. Bagiku dengan berbagi pekerjaan rumah adalah salah satu cara untuk menjaga kekompakan keluarga. Terbukti anak pertama kami, Faudzy, sudah terampil mencuci piring dan menyetrika semenjak kelas 2 SD. Begitu juga anak kedua kami, Asyravi, sudah mandiri sejak usia 3 tahun. Caraku mendidik anak-anak memang sering mendapat cibiran dari orang terdekat.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/michal janek

Mereka bilang kalau aku ibu yang tega mengeksploitasi anak kecil. Kegiatanku sebagai mahasiswi aktif yang mewajibkan aku untuk bolak-balik Banjarmasin – Malaysia, juga sebagai dosen yang sering meninggalkan suami dan anak-anak sering jadi bahan gunjingan orang-orang di sekitar. Mereka bilang aku ibu yang hanya mementingkan diri sendiri, dan menomorsekiankan keluarga.

Bagiku menjadi penjaga keluarga bukan berarti semua kita lakukan sendiri dan selalu berada di samping mereka. Akan tetapi lebih pada bagaimana menyiapkan anak-anak untuk bisa hidup tangguh, mandiri, dan tidak tergantung pada orang lain sejak dini. Karena tantangan ke depan akan sangat sulit untuk dilalui. Aku sadar sebagai ibu mungkin aku tipe yang lumayan keras dalam mendidik anak-anak. Tapi begitulah adanya, kita tidak selamanya hidup di dunia dan kita tidak tau kapan ajal menjemput. Oleh karena itu, aku lebih memilih menjaga anak-anakku dengan cara melatihnya untuk hidup mandiri, kuat, dan tangguh sedini mungkin.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/sarah noltner

Komentar miring orang-orang hanya mampir sejenak di pikiranku. Aku selalu menepis semua cibiran mereka. Karena bagiku mereka hanya orang luar, baik buruknya anak-anakku mereka tidak akan merasakannya. Orang luar hanya melihat, sedangkan aku yang merasakan. Jadi buat apa aku mengambil hati omongan mereka? Hanya akan menambah beban pikiran yang merugikan diri sendiri. Prinsipku, asal suamiku ridho dan anak-anakku bahagia, aku akan terus melakukan peranku sebagai mahasiswa, pengajar, juga pengabdi masyarakat. Karena ini bukan hanya pilihan hidup, tapi sudah garis takdir yang ditetapkan oleh Allah.

Aku sadar, aku tidak seperti istri dan ibu pada umumnya yang selalu ada di samping keluarga mereka. Oleh karena itu aku selalu melakukan tiga hal yang rutin untuk menjaga hubungan baik dengan suamiku. Tiga hal itu adalah komunikasi, menahan emosi, dan refleksi diri.

Kepada suamiku, aku selalu berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan selalu terbuka dengan apa yang aku kerjakan. Semua hal detail tentang apa pun itu, aku ceritakan kepada dia. Suamiku adalah sahabatku. Tempat mencurahkan semua rasa. Dengan menjadikannya sebagai tumpuanku berkeluh kesah, membuat dia merasa dihargai dan dipercaya bahwa dia adalah orang yang special dimataku.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/annie spratt

Kepada anakku, aku selalu menjelaskan kepada mereka tentang semua kegiatanku, pekerjaanku, juga semua detail pekerjaan rumah yang harus mereka kerjakan. Aku selalu menjelaskan ketika aku meminta mereka untuk membantu melakukan pekerjaan rumah. Mengajarkan arti hidup kepada anak adalah caraku menjaga mereka agar kelak mereka menjadi orang yang hebat, tangguh, mandiri dan tidak cengeng. Selain itu, mengatur emosi adalah salah satu hal yang selalu aku lakukan karena aku sadar saat emosi tidak stabil, saat itulah semuanya rusak, termasuk hubungan baik dengan suami dan anak.

Menjaga diri agar selalu rileks dan berpikiran positif sangat penting bagiku. Karena fokus dimulai dari diri yang tenang. Hal terakhir yang selalu aku lakukan adalah refleksi diri. Aku selalu berusaha untuk introspeksi. Apakah aku sudah menjadi ibu dan istri yang baik untuk anak-anakku atau belum? Aku selalu bertanya kepada anak-anakku, apa mereka bahagia memiliki bunda sepertiku? Apa mereka menyayangiku? Apa yang mereka suka dan apa yang mereka tidak suka dari diriku? Aku selalu menanyakan kepada mereka setiap malam sebelum mereka tidur. Begitu juga kepada suamiku.

Bagiku refleksi diri membantuku untuk terus berbenah dan memperbaiki diri. Karena tidak ada manusia yang sempurna, yang ada manusia yang terus berusaha menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Demikianlah cerita singkatku sebagai ibu yang tidak biasa. Semoga bermanfaat. Tetap semangat untuk semua wanita di manapun kalian berada. Kita wanita dan kita istimewa.




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading