Sukses

Lifestyle

Sepedih Apapun Luka di Jiwamu, Jangan Biarkan Kebencian Menutup Mata Hatimu

Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.

***

Tumbuh besar dalam keluarga yang tidak harmonis, membuatku tidak benar–benar merasakan peran ayah dalam hidupku. Dimulai dari pengalaman masa kecil, ayah meninggalkan kami selama beberapa tahun dikarenakan perempuan lain membuat luka dalam hatiku terhadap ayah. Setelah ayah akhirnya memutuskan untuk kembali ke ibuku pun ternyata tidak menyelesaikan masalah dalam keluarga kami. Sikap ayah yang egois dan tidak mementingkan keluarga membuat ibuku menjadi tulang punggung bagi aku dan kakakku sejak kecil sampai kami bisa mendapat gelar sarjana. Semua itu berkat perjuangan ibuku mencari nafkah.

Ayahku banyak menghabiskan uangnya untuk hobi dan bisnis yang tidak pernah jelas keuntungannya. Waktunya pun banyak dihabiskan bersama temanya-temanya. Bahkan ketika masih remaja, aku dan kakakku mengetahui bahwa ayah kembali memiliki wanita lain dalam hidupnya. Namun kami tidak sampai hati memberitahukan kepada ibuku karena takut beliau semakin terluka dengan perilaku ayahku. Kusimpan luka yang dalam terhadap semua perbuatan ayahku. Aku berusaha untuk menerimanya pun hanya karena rasa cintaku kepada ibu yang senantiasa menasihati kami untuk tetap mengasihi dia karena bagaimanapun ia adalah ayahku.

Copyright unsplash.com/pablo basagoiti

Menginjak usia 23 tahun, ayahku terkena serangan jantung tepat ketika kakakku melaksanakan pernikahan. Dokter menginformasikan bahwa ayah terkena serangan jantung koroner. Saat itu aku yang pertama kali harus menghadapi dokter karena ibu menjaga ayah dan kakakku masih berada di pelaminan. Dunia serasa berhenti sejenak, tak ada kata  yang mampu keluar dari mulutku. Ayah yang begitu menjaga kebugaran tubuhnya serta pola makannya kini tergeletak sakit karena sakit jantung yang dideritanya. Aku, ibuku, dan kakakku senantiasa bergantian menjaga ayahku di rumah sakit kala itu. Sebagian besar apabila malam aku yang menjaganya di rumah sakit. Serangan pertama waktu itu, ayah dirawat selama 7 hari.

Sejak saat itu kondisi ayahku selalu menurun, beberapa kali mengalami serangan jantung berulang serta ditambah serangan stroke yang dideritanya 2 tahun terakhir membuat kami harus merasakan bolak-balik menginap di rumah sakit. Dengan sabar ibuku merawat dan menemani ayah terapi sedangkan aku yang senantiasa berjaga di rumah sakit apabila ayah harus dirawat.

Saat itu aku belum benar menyadari rasa sayangku ke ayah. Jujur, saat itu aku menjaga ayahku karena aku tidak mau ibuku sakit dan kelelahan karena harus terus mengurus ayah. Namun ini menjadi penyesalanku terbesar. Pagi hari sebelum ayahku koma, aku lah yang menjaganya. Aku tidak terlalu banyak ngobrol dengan ayahku. Hal yang menyedihkan adalah ketika ayahku meminta aku untuk segera punya anak, namun memang Tuhan saat itu belum memberikan kesempatan aku dan suamiku untuk memiliki keturunan setelah menikah 1,5 tahun.

Aku tidak menyadari saat-saat itu adalah hari terakhir aku melihat ayahku. Pagi harinya, ayahku koma. Sampai dengan keesokan siang harinya, Tuhan memanggil pulang ayahku. Aku baru menyadari dan mengerti apa itu artinya kehilangan. Aku mungkin terluka dengan semua perbuatan ayahku dulu terhadap ibu dan kami, anak-anaknya namun ketika maut sudah memanggil ayahku yang ada hanya rasa sayang dan penyesalan kenapa aku tidak maksimal menunjukkan rasa sayangku ketika ia masih hidup.

Copyright unsplash.com/sean kong

Luka hati yang aku biarkan terus menerus menggelapkan hati nuraniku untuk mengasihi dia dengan tulus. Aku menyesal namun sebenarnya Tuhan memberiku kesempatan merawat ayahku selama 4 tahun menghadapi penyakit yang dideritanya untuk menunjukkan rasa sayangku sebagai anak kepada ayahku. Aku dan suami pun sekarang mengerti kenapa kami saat itu belum diberi keturunan karena memang kami berdua yang bergantian dengan ibuku untuk menjaga ayahku selama sakit.

Kepergian ayahku memberi satu pelajaran mahal bagiku, seberapapun menyakitkannya perbuatan seseorang terhadapmu jangan kau biarkan kebencian menutup mata hatimu sehingga kau tidak bisa mengasihi dia. Selama masih ada waktu, buka pintu maaf mu dan belajar untuk mengasihi mereka. Jangan ragu untuk menunjukkan bahwa kau mencintai mereka.

Sampai jumpa, Ayah. Tunggu kami di sana.




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading