Sukses

Lifestyle

3 Tahun Menikah Belum Punya Anak, Tapi Rumahku Tak Pernah Sepi

Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.

***

Tahun ini adalah tahun ke-3 pernikahanku dengan Mas Arya. Aku yakin dengan segenap hatiku, karena kuasa Allah SWT sematalah kami belum dikaruniai anak hingga saat ini.

Doa dan segala ikhtiar pastinya sudah kami jalani. Berbagai tes kesehatan sudah kami lakukan. Hasilnya tidak ada masalah di antara kami berdua, aku dan Mas Arya sehat-sehat saja. Dokter spesialis kandungan hanya menyarankan agar kami cukup istirahat, makan sehat, dan tidak banyak pikiran. Kami minum vitamin yang diresepkan oleh dokter, dan kadang juga menambahkan sejumlah suplemen herbal dalam keseharian kami.

Setiap waktu sujudku, kupanjatkan doa agar Allah berkenan mempercayakan seorang anak kepada kami. Aku yakin Mas Arya pun memanjatkan doa serupa, demikian pula orangtua dan mertua kami. Bila doa dan segala ikhtiar sudah dilakukan, ya pada akhirnya kami hanya bisa memasrahkan segalanya kepada Allah SWT. Toh kami masih muda, insyaallah masih diberikan cukup umur untuk nantinya memiliki anak. Kami juga melihat bahwa banyak pasangan yang baru memiliki anak di usia pernikahannya yang ke-5, ke-7, ke-10, atau bahkan lebih dari itu. Jadi, apa yang tidak mungkin bagi Allah? Kami pasrahkan semua ke dalam kuasa-Nya.

Copyright pexels.com/burst

Namun tentunya tidak setiap hari bisa kami jalani dengan mudah dengan kondisi ini. Mulut-mulut nyinyir dan haters jelas ada di mana-mana, mulai dari tetangga, rekan kantor, hingga para om dan tante serta para sepupu. Banyak yang berbaik hati mendoakan dan menyarankan hal-hal positif, tetapi yakinlah, lebih banyak yang berkomentar negatif dan menyebalkan.

“Kalau mau senggama, udah baca doa belum, Jeung?” tanya Bu RT yang terkenal berisik saat arisan ibu-ibu kompleks, “Kalau nggak berdoa dulu ya nggak bakal ada malaikat di rumah, Jeung."

“Si Arya tuh 'bisa; enggak sih? Kalau nggak bisa sini deh, belajar dulu sama suhunya, hahaha," kata Mas Gilang, teman kantorku yang sudah punya 3 orang anak di usia 30 tahun.

Sedangkan Tante Gina, adik mama mertuaku, pernah berkata, “Kamu nggak takut nanti Arya selingkuh, atau bahkan cari istri kedua? Apalagi Arya kerja di bank, teman kerjanya cantik-cantik kan. Dia juga kan lumayan ganteng, dari dulu pas masih kuliah juga sering ganti-ganti pacar, jadi pasti gampang buat dia kalau mau punya pacar atau istri lagi!”

Astagfirullahalhadzim! Kalau nggak ingat sama kerudung, pasti para lambe nyinyir itu sudah aku sumpal pakai serbet gelas sirup cocopandan!

Tetapi selain semua alasan dan komentar ngawur yang disampaikan oleh para haters, yang paling sering diungkapkan orang-orang adalah keputusanku untuk tetap memelihara para kucingku. Orang-orang berkata bahwa kucing-kucing kesayanganku inilah yang membuatku sulit hamil.

“Kalau kamu ngotot tetap memelihara kucing-kucing itu, ya pasti kamu sulit hamil, Rien," kata Sagita, seorang teman dekatku di kantor.
“Tetapi hasil tes TORCH-ku negatif kok," kataku membela diri.

Ya, di rumah, aku memelihara lima ekor kucing. Sungguh aku tak sanggup membuang satu pun di antara kucing-kucing itu. Kucing-kucing yang aku pelihara bukanlah kucing-kucing ras yang mahal. Sebagian besar dari mereka awalnya adalah kucing-kucing yang sakit atau terlantar. Aku merawat mereka satu per satu, hingga akhirnya mereka semua menjadi kucing-kucing yang bersih, sehat, dan lucu-lucu.

Copyright pexels.com/krysten merriman

Selain itu, setiap hari saat berangkat ke kantor, aku juga melakukan street feeding terhadap kucing-kucing liar yang aku temui di jalan. Aku membawa sejumlah makanan kucing kering dari rumah, lalu kubagikan kepada kucing-kucing liar tersebut. Mereka adalah kucing yang aku temui di mana saja, mulai dari kucing di stasiun kereta, di warung makan, atau di sekitar kantor. Beberapa kucing yang sering aku temui sudah mulai hafal denganku dan merasa aman bila aku datang, sehingga sering beberapa di antara mereka minta dielus-elus sebelum aku pergi. Banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk  menolong mereka, tetapi inilah yang bisa aku lakukan sejauh kemampuanku saat ini.

Kebiasaanku melakukan street feeding juga memancing komentar teman-temanku. Sering mereka berkata, “Ih Rien, mereka kan kotor. Kalau kamu dekat-dekat, apalagi elus-elus mereka, nanti tertular penyakit."

Entah penyakit apa. Aku tidak ingin membahasnya dengan mereka yang tidak memiliki pengetahuan memadai tentang hewan-hewan liar itu. Yang jelas, aku selalu mencuci tangan dengan sabun antiseptik setelah memberi makan para kucing jalanan itu, demikian juga bila aku hendak makan.

Namun tekanan sosial sungguh bisa menyingkirkan akal sehat kita.  

Di kala tekanan untuk memiliki anak terasa begitu berat, sempat terbersit dalam pikiranku untuk tidak merawat kucing-kucing itu lagi. Aku berpikir untuk memberikan mereka kepada orang lain, menaruh mereka di animal shelter, bahkan sempat berpikir untuk membuang mereka di pasar. Aku berpikir untuk menghentikan street feeding, membiarkan para kucing liar itu menatapku memelas karena kelaparan dan kesepian yang mereka rasakan.

I’m out of my mind.

Tetapi saat menatap mata mereka, rasanya ada hipnosis yang membawaku untuk kembali berpikir cerdas. Tidak mungkin aku tega menyingkirkan mereka yang sudah hidup bersamaku sekian lama. Aku sudah merawat mereka bahkan sebelum aku memulai hidup baru dengan Mas Arya. Bahkan aku memilih Mas Arya karena dia bisa dekat dan menyayangi kucing-kucingku, tidak seperti beberapa laki-laki sebelumnya yang justru merasa takut atau jijik dengan kehadiran mereka.

Copyright pexels.com/rosie ann

Dan aku memang tidak salah pilih. Mas Arya sama sekali tidak pernah mempermasalahkan keberadaan kucing-kucingku. Pernah sekali aku bertanya padanya, “Mas, kata orang-orang, aku belum hamil karena punya banyak kucing. Menurut Mas Arya gimana?”
Dijawabnya, “Enggak lah. Banyak orang yang punya kucing tetapi tetap bisa hamil kok. Lagipula tes TORCH-nya negatif kan, jadi semua ini gak ada hubungannya sama kucing. Kita tetap doa dan ikhtiar ya, Rien."

Di tahun ketiga pernikahanku ini, kami memang belum memiliki seorang anak. Tetapi rumah kami tidak sepi dan kosong. Ada kucing-kucing yang senantiasa manja dan lucu, namun juga sekaligus perasa terhadap kegelisahan kami. Setiap aku hampir menangis karena nyinyiran orang-orang, satu atau dua ekor kucingku akan mendekat, lalu menyandarkan kepalanya di kaki atau tubuhku. Mereka seakan ingin berkata bahwa aku tidak sendirian. Mereka akan selalu sayang padaku dengan cara mereka sendiri.

Di tahun ketiga pernikahanku ini, aku tidak lagi menuntut Allah untuk memenuhi segala keinginanku. Allah SWT memiliki cara tersendiri untuk menjawab doa-doaku. Pesan-Nya bagiku adalah untuk berbagi kasih sayang dengan ciptaan-Nya, salah satunya lewat makhluk-makhluk kecil yang dikirimkan-Nya kepadaku ini.

Sama seperti halnya seorang anak, kucing-kucing yang hadir dalam kehidupanku merupakan titipan dari-Nya. Mereka juga merupakan ujian dari-Nya. Sanggupkah aku menyayangi mereka? Sanggupkah aku merawat mereka? Sanggupkah aku untuk tidak menyakiti mereka? Bila aku tidak sanggup merawat dan menyayangi mereka yang “hanya” seekor kucing, akankah aku sanggup merawat seorang anak?

Maka kini, di tahun ketiga pernikahanku, aku tidak akan lagi menggubris para haters yang mengatakan apapun untuk menjatuhkanku ataupun untuk membuatku sedih. Aku tetap akan seperti ini, berusaha menjaga dan menyayangi setiap ciptaan Allah SWT. Aku akan menebarkan cinta dan seluruh usahaku untuk kesehatan dan kebahagiaan mereka, sebagaimana nanti, bila Allah SWT akhirnya mempercayakan seorang anak padaku.






(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading