Sukses

Lifestyle

Memberi Kasih Sayang Jadi Cara Terbaik Menjaga yang Tercinta Agar Bahagia

Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.

***

Memiliki anak dengan keunikannya dan sifat-sifatnya masing-masing merupakan tantangan dan sekaligus anugerah. Aku mengatakan anugerah karena anak merupakan harta yang tak ternilai dan merupakan refleksi dari kehidupanku masa kecil. Aku memiliki dua anak perempuan yang masing-masing memiliki sifat bawaan Ayahnya dan aku Ibunya.

Anak yang sulung biasa kupanggil Anyi usia 18 tahun dan anak yang kedua kupanggil Keket usia 9 tahun. Anyi sangat pendiam dan patuh, sebagian sifat bawaannya mengikuti sifatku yang tidak menyukai konflik dan menyukai hal-hal yang teratur. Aku sangat beruntung memiliki Anyi.

Anyi sangat penurut, apa yang kukatakan ia selalu mengiyakan dan tidak sekalipun membantah perkataanku, di sekolah pun ia termasuk siswa yang pandai bahkan ketika ia mulai memasuki perkuliahan sebagai mahasiswa sifatnya tetap sama ketika ia masih duduk di bangku SMA. Singkat cerita aku tidak kehabisan energi mengasuhnya dari ia kecil sampai dewasa, setiap ia kuperkenalkan di lingkungan keluarga, tetangga maupun  lingkunganku bekerja selalu pujian yang kuterima, selain cantik dan pandai ia sangat santun. Tentunya sebagai orangtua aku sangat bangga.

Copyright pixabay.com

Berbeda dengan anakku yang kedua Keket. Ia termasuk anak yang periang seperti Ayahnya, rasa ingin tahunya sangat besar, kalau tidak bisa menjelaskan apa yang ia tanyakan ia akan terus bertanya dan setelah itu akan banyak pertanyaan yang ia lontarkan cukup membuat kepala sakit. Keket ibarat angin ribut yang sekonyong-konyong datang kapan saja, rumah tidak bisa rapi bertahan lama, celotehnya kadang membuat jantungku berdebar-debar ketika ia mengomentari sesuatu di depan orang banyak seperti,
“Mom lihat deh hidung tante itu besar sekali, kok mukanya kayak badut ya?"
"Keket nggak suka makanan yang diberikan Tante Pipit, rasanya aneh!"
“Kok teman Mama makan di rumah kita? Memangnya ia nggak punya rumah?“
"Tante Ani jorok deh Mom, masak makannya nggak pake sendok?"
Dan masih banyak lagi celotehannya yang terkadang membuatku takut mengajaknya kemana-mana karena pernah kejadian gara-gara ia mengomentari hidung wanita di mall dan aku ditegur ibu tersebut agar mengajari anakku Keket sopan santun.

Pernah juga kejadian tetanggaku mengadu kalau Keket mematahkan sepedanya dan alhamdulillah tetanggaku sangat baik tidak minta ganti rugi, setiap hari selalu ada laporan dari tetangga bahwa Keket manjat tembok pagar rumah mereka dan mecahin pot bunga, belum lagi laporan tentang  Dirgam anak tetangga menangis karena terjatuh mengejar Keket yang mengajaknya main lari-larian, ibarat rusa begitulah Keket kalau sudah berlari. Aku pun nggak sanggup mengejarnya kalau ia mengejekku untuk menangkapnya bila ia kusuruh tidur siang.

Sebagai ibu dari dua anak perempuan, aku juga bekerja di perusahaan swasta, dan Ayahnya bekerja di Papua. Tentu aku harus memiliki energi super ekstra mengasuh dan menjaga kedua anakku tanpa bimbingan penuh Ayahnya yang terkadang pulang 2 bulan sekali bahkan pernah 6 bulan sekali, kami memang menjalin LDR (long distance relationship). Semua pengasuhan anak diserahkan kepadaku.

Copyright pexels.com/artem bali

Suatu hari karena harus dinas ke luar kota aku kebingungan memikirkan tentang pengasuhan Keket. Setelah berdiskusi dengan Ayahnya akhirnya terpaksa Keket kutitipkan di rumah saudara sepupuku yang kebetulan memiliki dua orang anak seusia Keket dan berumur 12 tahun. Sejak Anyi kuliah ia tinggal di rumah eyangnya dan Keket tidak kutitipkan di rumah eyangnya mengingat Ibu sudah tua dan tidak sanggup mengurus Keket yang terlalu lincah.

Akupun dengan hati yang sedikit tenang bisa bekerja di luar daerah mengingat Keket berada di tempat yang aman, sewaktu-waktu Ayahnya pun tetap memonitor melalui telepon dan akupun tiap hari menelepon Keket, tidak terasa sebulan berlalu dan akupun kembali ke Jakarta dan segera menjemput Keket.

Hal pertama ketika bertemu dengannya aku sedikit terkejut karena Keket lebih pendiam dan tiba-tiba menangis, "Mom, aku janji nggak akan nakal lagi dan bikin Mama kesal, aku nggak mau jauh dari Mama. Aku nggak mau bikin Mama dan Ayah Keket marah, pokoknya aku akan nurut apa kata Mama asal Keket jangan dititipkan di rumah tante lagi."

Deg! Jantungku langsung berdebar-debar kencang, ada apa ini? Ternyata Keket cerita bahwa ia dimarahin oleh sepupuku karena membuat menangis anak tetangga sepupuku serta mecahin piring, sehingga sepupuku mengeluarkan kata-kata,”Ih kamu nih Ket, nakal banget sih! Anak perempuan kok nakal! Makanya kamu dititipkan di sini karena eyangmu nggak sanggup ngurusin kamu yang nakal dan Mama Ayahmu nggak tahan dengan kenakalanmu."

Ya Allah aku langsung menangis dan merasa sangat berdosa sekali dengan tindakanku yang telah gegabah menitipkan anakku kepada sepupuku walaupun baik tetapi perkataannya telah membuat anakku Keket terluka. Aku segera memeluk erat anakku Keket sambil menangis aku cium ia dengan penuh kasih sayang serta kerinduan yang mendalam, "Maafin Mama, Ket. Maafin Mama nggak akan melepasmu lagi, Mama sangat menyayangimu, mari kita pulang. Keket boleh bikin apa aja di rumah Mama nggak akan marah, Mama sayang Keket," ucapku dan tidak kulepaskan dekapanku ke Keket.

Copyright pexels.com/singkham

Butuh beberapa hari untuk membuat Keket selincah dulu lagi sejak ia berada di rumahku kembali, dan sejak kejadian itu aku merasa sangat berdosa dan tidak adil memperlakukan Keket serta membandingkan dengan kakaknya Anyi, baru kusadari bahwa setiap anak memiliki keunikan sendiri.

Anak-anakku adalah permata hatiku dan bukan pajangan antik, aku cukup menjaga mereka agar tidak terluka secara fisik dan mentalnya. Pengalaman menitipkan keket kepada orang lain kujadikan pembelajaran yang sangat berharga untukku agar tidak melakukan kesalahan yang sama, dan sejak Keket kembali ke rumah lingkungan di komplek rumahku pun ikut semarak lagi dengan celotehan dan kelakuannya yang menghidupkan suasana rumah.
"Tante, Keketnya mecahin balon Kayla!"
"Tanteee... Keketnya gangguin Bara."
"Tante... Keket barusan manjat pohon mangga."
Dan masih banyak lagi keseruan-keseruan yang cukup membuatku menghela napas tetapi bahagia karena Keket hanya anak kecil yang asyik dengan dunia bermainnya dan sebagai orangtua aku wajib menjaganya tetap baik-baik saja dan tidak menghukumnya. Kelak semua itu ada masanya ia akan tumbuh menjadi Keket yang manis dan dewasa, insyaallah.




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading