Sukses

Lifestyle

Memperjuangkan Maaf demi Menjaga Keutuhan Keluarga

Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.

***

Pada tahun 2012 ada pertengkaran saya dengan saudara laki lakiku yang berusia 28 tahun dan memiliki perbedaan umur denganku sekitar 3 tahun. Pertengkaran itu berawal dari kesalahanku sendiri yang sering menyakiti hatinya. Tapi pada saat itu bukan hanya masalah biasa, bagi orang Batak yang menikah mendahului atau melangkahi saudara saudara tertuanya harus minta izin ataupun membuat suatu acara di mana saudara tertua mengizinkan saudara mudanya untuk menikah mendahului yang tertua. Tapi pada saat itu saya tidak melakukan adat istiadat itu dan tidak minta maaf sekalipun. Bagi orang Batak kehormatan itu sangat penting, dan sikap saling menghargai juga masih terasa di dalam keluarga kami. Kedua orangtua saya sudah meninggal dahulu tahun 2010. Sejak meninggalnya kedua orangtua kami, orang yang ada di dalam keluarga kami sangat sensitif dan suka emosional, mungkin karena efek ketidakberadaan orangtua dalam keluarga kami. Hari-hari yang kami jalani juga tidak berjalan dengan baik. Nah, di saat keluarga kami lagi broken, saya memutuskan untuk menikah. Saya menikah karena usia saya sudah cukup, tetapi saudara laki laki saya menolak karena beliau juga masih belum menikah dan masih ada tanggungan yaitu adik adik kami yang masih bersekolah pada saat itu. Saya mempunyai lima  saudara dan abang saya itu anak pertama yang harus membiayai kami adik adiknya. Jujur saya bekerja biasa-biasa saja. Di saat saya memutuskan untuk menikah, saya tidak minta izin kepada keluarga. Saya tidak membuat adat istiadat Batak. Saya hanya melakukan pernikahan di gereja. Setelah beberapa waktu kami menikah, saya tidak minta izin dan kami langsung merantau ke tempat jauh.

Copyright pexels.com/irina kostenichPada saat itu tidak ada kabar apapun dari saya dan suami saya kepada keluargaku di medan. Saya tidak menanyakan kabar mereka, bagaimana pendidikan adik-adik saya. Apakah mereka putus sekolah atau bagaimana saya tidak tahu. Sejujurnya saya sangat egois pada saat itu. Saya tidak ada saat mereka lagi membutuhkan saya, dan malahan pergi meninggalkan mereka. Di perantauan saya sangat menyesal karena perbuatan saya. Secara manusia memang perbuatan yang saya lakukan pasti sulit untuk dimaafkan. Saya pergi saat keluarga saya memang benar-benar hancur pada saat itu.Saya menutup diri selama beberapa tahun, tidak ada komunikasi dengan mereka. Pada tahun 2016 saya memutuskan untuk pulang ke rumah saya di Medan untuk benar-benar minta maaf kepada mereka (abang dan adik-adik). Wah selama 4 tahun saya meninggalkan rumah, tanpa kabar apapun pasti akan meninggalkan rasa kebencian dan sekalipun kesedihan. Saya sudah memiliki anak saat itu, tetapi saya tidak membawanya ke Medan dan meninggalkannya bersama suami saya di tempat rantau.

Copyright pexels.com/ylanite koppensPerjalanan dari tempat saya ke Medan selama 3 hari dalam perjalanan pulang. Di bus saya selalu menagis dan bagaimana caranya minta maaf kepada mereka, dan bagaimana memulai pembicaraan dengan mereka. Karena sejujurnya saya sudah mulai ketakutan dan telah membuat kesalahan yang sangat besar. Dan mungkin tidak akan dimaafkan oleh mereka terutama abang saya yang menanggung biaya hidup keluarga kami setelah kedua orangtua saya meninggal. Tepat pada bulan Juni waktu itu tepat pada saat in memoriam ibu saya. Saya tidak berani mendatangi rumah saya, pada hari pertama saya mendatangi rumah kelaurga bibi saya dan sedikit konsultasi kepada beliau. Saya diberikan arahan arahan dan beliau mengatakan, "Kamu harus berani minta maaf atas apa yang kamu lakukan selama bertahun tahun ini, selebihnya kalau misalnya abangmu tidak menerima permintaan maafmu, itu sudah wajar karena kamu pergi tanpa izin dan meninggalkan keluargamu selama bertahun tahun. Apapun yang terjadi nanti kamu harus minta maaf dengan sangat tulus kepada abang mu. Karena tidak baik kalian saling memusuhi selama bertahun tahun apalagi sesama saudra kandung." Dan intinya bibi saya itu menyarankan saya untuk minta maaf dengan tulus dan menerima apapun itu dari abang saya apa itu cacian ataupun pukulan sekalipun saya akan terima karena perlakuan saya.Pertengahan Juni saya datang ke rumah abang saya, kebetulan beliau tidak bekerja. Saya datang dan dia merasa kaget dengan kedatangan saya. Dalam hati saya, "Terserah apa yang terjadi saya harus minta maaf." Sesampai di rumah saya tersungkur di hadapan abang saya dan minta maaf kepada abang saya. Saya mengatakan apa yang ada dalam hati saya, dan saya benar benar menangis pada saat itu. Dan perasaan saya hancur pada saat saya meminta maaf  kepadanya.

Copyright pexels.com/natasha fernandezMemang benar kata bibi saya bahwa permintaaan maaf dari abang saya tidak akan mudah diterima. Dan memang benar saya tidak dimaafkan pada saat itu juga. Saya diusir saat itu dan mengatakan, "Kenapa kamu datang baru sekarang setelah sekian lama meninggalkan rumah dan lebih memilih pacarmu itu dibandingkan dengan keluargamu yang pada saat itu benar benar kehilangan  orangtua dan tidak ada uang untuk makan, untuk biaya sekolah adik-adik. Dan kamu memilih untuk menikah dan tidak minta izin kepadaku dan keluarga dan kenapa kamu baru datang sekarang setelah bertahun tahun lamanya. Di mana hatimu? Dan bagaimana perasaamu melihat semua keadaan keluarga ini." Saya menangis sejadi jadinya dan hanya mengatakan, "Maafkan aku. Maafkan aku, Bang." Dan saya berulang kali minta maaf. Saya diusir dari rumah. Sudah sewajarnya saya mendapatkan perlakuan seperti itu karena perlakuan saya selama ini kepada abang saya maupun adik adik saya.Beberapa hari setelah kejadian tersebut saya kembali pulang ke perantauan saya dengan tidak mendapatkan permintaan maaf dari keluarga saya termasuk abang saya yang ada di medan. Saya menerima kenyataan pahit itu. Dan saya menceritakan kepada suami saya perihal tidak diterimanya permintaan maaf itu. Tetapi sebelumnya saya sudah ziarah ke makam orangtua saya. Dan saya menceritakan semua hal kepada suami saya, bagaimana ini ke depannya. Bagaimana solusi dari semua ini. Saya menangis dan tidak tahu apa yang harus saya lakukan, beberapa bulan kemudian saya bekerja seperti biasa, saya melakukan aktivitas seperti biasa. Saya menelepon keluarga saya yang ada di Medan termasuk abang saya, tetapi tidak pernah diterima. Sesekali saya menelepon adik saya, mereka mau menerimanya dan mau berbicara dengan mereka. Tetapi abang saya masih menyimpan kepahitan kepada saya. Saya masih menerimanya karena itu hal yang wajar untuk saya terima. Pada bulan Januari 2018 saya memberanikan diri kembali untuk pulang ke kampung halaman  saya untuk minta maaf kembali kepada abang saya. Saya memberanikan diri kembali dengan harapan abang saya mau menerima permintaan maaf saya. Saya memeluknya dan benar benar minta maaf. Saya tersungkur dan benar benar minta maaf lagi. "Saya telah melakukan kesalahan besar yang telah menyakiti perasaanmu. Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku," saya berulang-ulang minta maaf kepadanya. "Tolong lupakan masa lalu biarkan aku memperbaharuinya ke depan, aku tidak mau menyimpan kepahitan ini sampai bertahun tahun."

Copyright pexels.com/i love simple beyondDan akhirnya dia menerima permintaan maaf saya dan beliau mengatakan, "Aku menerima maaf darimu, tidak baik menyimpan dendam kepada saudara kandung sendiri walaupun dengan semua yang telah kamu lakukan terhadap keluarga kita. Aku menerimanya dengan ikhlas dan lapang. Perbaiki sikap dan tingkahmu ke depan, tidak mudah bagiku untuk menerima permintaan maaf darimu karena dengan semua yang telah kau lakukan. Aku memahami semua yang terjadi. Tidak ada juga guna bagiku untuk menyimpan dan mengingat kesalahan yang telah engkau lakukan kepadaku dimasa lampau”. Saya menerima maafmu."Dan intinya dia mau menerima minta maaf dari saya setelah sekian tahun lamanya. Perasaan lega dan terharu saya dapatkan sejak dari kejadian itu. Saya senang dan bahkan senang sekali. Beberapa hari kemudian saya pulang ke tempat rantau saya dan dengan menceritakan semua yang terjadi, suami saya senang dan turut terharu atas semua itu. Hingga saat ini kami sering saling menghubungi satu sama lain saya dengan abang saya ataupun dengan adik adik saya. Saya sangat bahagia karena rasa sakit yang kupendam selama bertahun-tahun ini bisa dimaafkan dan berujung bahagia. Terima kasih abangku telah mendidik adik-adikmu smapai saat ini. Kamu adalah pahlawan bagi keluarga kita setelah meninggalnya orangtua kita, semoga cepat diberikan jodoh yang baik bagimu, terima kasih. We love you, brother.Apapun yang terjadi dalam keluarga dan apa yang membantumu mengatasi rintangan itu bukanlah hanya semata-mata kemampuan otak saja tetapi seseorang yang menggenggam tanganmu dan tidak melepaskannya, pada akhirnya itulah keluarga. Bahkan bagi pahlawan pada akhirnya mereka akan kembali pada keluarga. Rumah yang membuatmu keluar dari rumah dan lukamu akibat hidup, dan walaupun lukamu disebabkan dari keluarga, yang memegang tanganmu dan berada di sisi hidupmu sampai akhir adalah keluarga. Dan semua itu adalah keluarga.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading