Sukses

Lifestyle

Kupilih Jalan Ini karena Aku Tak Mau Menjadi Rantai Kekerasan Ibu

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.

***

Bagiku, ini adalah suatu proses dalam kisah perjalanan hidupku yang telah digariskan Tuhan untukku.

Tentang bagaimana aku harus berjuang untuk memaafkan segala yang terjadi pada diriku. Aku dilahirkan dalam keluarga yang tidak harmonis. Orang tuaku bercerai. Bagiku, sebenarnya tidak ada masalah jika orang tua u harus berpisah. Aku malah senang, toh aku tahu dan saksi bagaimana kisah kehidupan kedua orangtuaku dalam menjalankan peran mereka sebagai “orang tua” dan “suami istri”.

Tapi, ada satu hal yang menyakitkan sekali, luka yang membekas dalam diriku. Ibuku, sedari dahulu bersikap sangat keras dan temperamen. Jika beliau memiliki masalah apalagi jika sudah bertengkar dengan bapakku, aku lah yang menjadi sasaran ibuku.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/jill111

Ibuku sering menyiksaku hingga tubuh ini terasa sakit sekali, padahal aku tak pernah berulah. Aku ini seorang anak pendiam dan kuper. Ibuku telah merenggut masa “emasku". Seharusnya, aku dahulu menikmati masa menjadi anak-anak, tapi tidak.

Pulang sekolah aku harus segera pulang, ibuku tidak mau tahu dengan urusan sekolahku. Baginya, selepas pulang sekolah harus segera membersihkan rumah dan harus selesai tepat pukul 16.00, sebab ibuku membuka praktek kebetulan beliau berprofesi seorang petugas kesehatan. Jika tidak, aku lah yang akan dimarahi dan dipukul.

Ancaman, perkataan kasar, siksaan, diskriminasi, semuanya aku alami ketika masa anak-anak. Akhirnya, aku cenderung menjadi pribadi yang sensitif dan tertutup juga kurang pergaulan. Aku mengalami hal ketidakpercayaan pada diriku sendiri dan menganggap aku ini memang bodoh, sebagaimana yang sering dilontarkan ibuku. Hal itu berlangsung ketika aku duduk di bangku SD hingga SMA. Aku tak pernah punya teman, sebab mereka takut bermain denganku karena mereka tahu ibuku terkenal galak.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/ritaE
 
Entah, meskipun aku sakit hati, trauma, dan batin terluka, sedikit pun aku tidak membenci ibuku. Justru aku selalu berdoa pada Tuhan untuk memberikan kesadaran pada ibuku. Doaku terkabul oleh Tuhan meski dengan kesedihan. Ibuku menderita sakit. Akhirnya, ibuku sadar dan tidak lagi menyiksa fisikku, hanya emosinya saja yang masih belum sadar.

Aku berterima kasih pada Tuhan, sebab meskipun aku mengalami masa traumatis yang panjang, akan tetapi Tuhan tidak memberikanku frustasi atau dendam. Aku selamat dari pergaulan bebas ataupun kenakalan remaja lainnya yang diakibatkan oleh broken home. Tuhan ternyata mempercayai diriku untuk aku menyembuhkan luka batinku sendiri. Ketika aku duduk di bangku perguruan tinggi tingkat pertama, di situlah titik aku mencari jati diriku sendiri.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/thevirtualdenise

Aku belajar banyak hal tentang psikologi dan pengetahuan spiritual. Di situlah aku merasa damai, pikiranku terbuka. Sedikit demi sedikit aku belajar memaafkan masa lalu dan memaafkan diri sendiri atas segala kekhilafan yang tidak disadari. Aku bertekad dan berjanji untuk tidak mengikuti jejak masa lalu. Aku juga memaafkan ibu dan bapakku. Aku mencintai mereka dan tak ada kebencian pada mereka.

Justru, aku sangat berterima kasih kepada Tuhan atas masa laluku yang pahit, kini aku menjadi sadar bahwa aku masih beruntung. Di luar sana betapa banyak orang yang lebih menderita dibandingkan dengan pengalamanku. Ketika aku kuliah dulu, aku bergabung dengan organisasi perempuan dan anak, semua kulakukan untuk tekadku dalam menghapus jejak masa lalu juga untuk mengabdikan diri kepada masyarakat. Saat ini pula aku tengah sibuk belajar tentang dunia parenting.

Tanpa masa lalu, aku takkan berdiri sendiri. Bertahun-tahun aku berjuang untuk melawan rasa kesedihan dan kepedihan dengan cara menyandarkan diri pada Tuhan. Aku tak mau rasa kekecewaan pada orangtua dilampiaskan dengan amarah dan dendam. Sebab, aku tak mau masuk pada jurang yang sama, aku tak mau menciptakan rantai dan karma buruk yang disebabkan oleh amarah dan dendamku. Aku sadar korban bisa jadi pelaku, dan aku tak mau ini terjadi pada anak-anakku nanti.

Begitulah, kisah pengalaman aku dalam memaafkan masa lalu atas perilaku orangtuaku.  Terima kasih Vemale telah memberikan kesempatanku untuk bercerita, semoga tulisanku yang singkat ini dapat memberikan inspiratif kepada semuanya.




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading