Sukses

Lifestyle

Persahabatan Digadaikan demi Jabatan, Bahkan Aku Jadi Korban Fitnah

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.

***

Bekasi, 17 Mei 2018

Mengutip kata-kata orang bijak bahwa musuh kita bisa jadi adalah orang-orang terdekat kita. Dan hal itu benar adanya terjadi pada diriku bahwa orang terdekatku ternyata mampu menyakiti hatiku karena ambisinya.

Di kantor aku memiliki dua sahabat baik dan keduanya adalah pria. Mereka adalah Iwan dan Nuryadi. Mereka sebelumnya adalah sahabatku masa perkuliahan S1. Mungkin sudah jodoh dan rezekinya kami pun bekerja di divisi yang sama. Selama ini hubungan kami sangat dekat, bahkan saking dekatnya seisi kantor tahu bahwa kami merupakan sahabat karib bahkan teman-teman kantor menjuluki kami trio kwek-kwek.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/darrel und

Setiap ada kegiatan kantor kami selalu bersama-sama dan ikut berpartisipasi, bahkan keluarga kami pun sudah mengetahui persahabatan kami. Jalinan persahabatan kami banyak membuat teman-teman kantor iri. Bagaimana tidak kami tidak pernah berjauhan walaupun berbeda ruangan, kalau ada makanan kami selalu berbagi. Di antara kami sudah tidak ada lagi soal hitung-hitungan siapa traktir siapa, di mana ada aku pasti dua sosok sahabatku Iwan dan Nuryadi selalu disampingku. Bahkan kami layaknya seperti keluarga, hubungan kami sangat harmonis, di luar kantor pun kami selalu melakukan aktivitas bersama seperti olahraga joging dan berenang.

Sampai suatu ketika Pak Hendra salah satu leader di kantor terkena stroke. Karena sakitnya beliau harus istirahat di rumah, ternyata setelah divonis dokter Pak Hendra tidak boleh beraktivitas berat maka kursi leader kosong dan tentu saja Bos mencari pengganti Pak hendra.

Oleh Bos kami dipromosikan untuk mengisi kursi Leader. Aku dan Iwan mempromosikan Nuryadi bahkan rekan-rekan kantor pun setuju dengan pendapat kami. Wwalnya Nuryadi menolak karena tidak yakin ia mampu mengemban tugas tersebut, tetapi sebagai kawan kami pun menyemangatinya dan membujuk ia bahwa ia akan mampu menjadi leader yang baik dan akan menjadi panutan, akhirnya Nuryadi pun menyetujui untuk dijadikan leader dan otomatis aku dan Iwan menjadi bawahannya. Tidak kusangka di sinilah awal keretakan persahabatan kami.  

Awalnya semua masih baik-baik saja, sebagai sahabat dekat aku pun terus mendukung Nuryadi bahkan aku selalu memuji kepemimpinannya, tetapi ternyata jabatan membuat Nuryadi mampu mengorbankan persahabatanku dengannya. Bahkan Iwan sahabatkupun ikut menggadaikan persahabatan demi jabatan!

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Sejak Nuryadi menjadi atasanku ia agak sedikit berubah dan mulai menunjukkan kesombongannya, sampai suatu peristiwa salah satu rekan kerjaku Prawira dipecat dari kantor karena masalah gaji. Sebelumnya Prawira kukenal sebagai sosok yang loyal tentu saja pemecatannya membuatku kaget, dan aku pun minta penjelasan kepada Nuryadi kenapa Prawira dipecat. Jawaban yang kudapat adalah bahwa ia dipecat karena bos sudah tidak menyukainya dan ia tidak bisa bekerja sama lagi.

Aku kecewa sekali dengan kejadian ini tetapi melalui Prawira aku baru tahu bahwa pemecatannya karena adanya hasutan dari Nuryadi dan ia sempat bertengkar dengan Bos sehingga ia melontarkan kata-kata kasar dan sejak itu ia di PHK.

Sejak Prawira dipecat, aku memendam rasa kecewa dengan menghindar percakapan dengan Nuryadi. Awalnya Iwan masih bersikap baik denganku, tetapi ketika Iwan dipromosikan Nuryadi sebagai asistennya, entah bagaimana awalnya sikap Iwan pun berubah padaku, mereka mulai menghindariku, kalaupun bertemu secara tatap muka mereka segera berlalu dari hadapanku dan tidak menegurku. Konflik ini terus berlanjut sampai ke urusan kantor.

Aku tidak pernah dilibatkan dalam urusan kantor, bahkan dalam meeting internal pun ia tidak pernah melibatkanku, padahal sebagai bagian dari tim divisi pengembangan aku termasuk dalam satu tim mereka.

Aku hanya mengetahui bahwa ada kegiatan kantor di luar melalui media sosial yang  mereka upload, aku berusaha diam saja tetapi makin hari perilaku mereka semakin membuatku muak.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/rawpixel

Terkadang dalam forum mereka suka menyindirku bahkan mengejekku melalui lelucon mereka aku tidak menanggapi karena aku tidak mau ribut. Semakin aku menarik diri dari interaksi sosialku di kantor semakin kulihat mereka berbuat selayaknya kantor adalah milik mereka, pembagian jobdesk yang tidak sesuai dan bahkan membuat gap yang semakin menunjukkan jurang pemisah antar divisi.

Karena Nuryadi adalah leader-ku maka aku tidak punya pilihan bagaimanapun ia adalah atasanku. Apapun alasannya aku adalah di bawah wewenangnya dan aku harus menuruti perintahnya, hal ini terasa sangat menyakitkan karena kalau ada acara kantor mau tak mau aku harus duduk berdampingan mendengarkan kata sambutan darinya dan ini terasa sangat menyesakkan dadaku. Sahabat yang kukenal dahulu begitu baik ternyata tega berbuat serakah demi ambisinya.

Ternyata rasa ketidaksukaanku terhadap Iwan dan Nuryadi menjadi bumerang bagiku. Aku tidak tahu bagaimana awalnya tiba-tiba seisi kantor ikut memusuhiku. Setiap aku ingin berinteraksi semuanya menghindar, aku seakan-akan virus yang mematikan yang harus dihindari, aku terkucil dari kantor, semua gerak gerikku disikapi dengan sinis, kondisi ini membuatku tidak nyaman.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Ketika kantor menyelenggarakan acara gathering aku tidak pernah dilibatkan, jangankan acara formal, di kantor pun aku tidak pernah diajak bicara. S tuasi ini membuatku ingin mencari tahu ada apa gerangan sehingga aku sangat tidak disukai oleh rekan kerjaku, ketika ada rekrutmen pegawai baru, bahkan pegawai baru pun tidak pernah menyapaku, aku semakin penasaran ingin mencari tahu jawabannya mengapa hal ini bisa terjadi?

Aku menghadap bagian HRD dan berdialog mencari tahu mengapa seisi kantor membenciku, betapa kagetnya aku ketika mengetahui bahwa ada rumor yang berkembang kalau aku banyak menjelek-jelekkan Bos dan teman-teman kantor bahkan kalau dihubungi melalui telepon aku tidak pernah merespon dengan baik bahkan bila diundang dalam rapat aku tidak pernah mau hadir. Saking kagetnya aku sampai tidak bisa berkata-kata, jelas kupahami bahwa aku telah difitnah dan ternyata sumber fitnah itu datang dari Nuryadi dan Iwan.

Aku sedih sekali dan rasanya ingin segera resign, tetapi Ibu Siska bagian personalia membesarkanku bahwa ia yakin aku tidak berbuat sehina itu tetapi karena rumor sudah beredar ke kantor maka ia minta agar aku tetap bertahan dan tetap bersikap profesional. Tentu saja ini sangat menyakitkan hatiku, teman yang tadinya seperti saudara bagiku mampu menyakiti dan berbuat sekotor itu demi sebuah jabatan. Aku semakin membenci iwan dan Nuryadi.

Ternyata rasa marah dan benciku semakin membuatku menjadi sosok pendendam, setiap hari  aku menjadi sosok yang selalu memikirkan kapan mereka mendapat azab Tuhan, hingga akhirnya aku berbincang dengan Pak Tri sosok pendiam di kantor yang selama ini mengetahui persahabatan kami dulunya seperti saudara. Ia menasihatiku bahwa aku harus menunjukkan sikap dewasaku dan sabar menyikapi persoalan ini, kalau aku resign berarti semua gosip tentangku  adalah benar dan ia pun memberi semangat kepadaku bahwa kebenaran akan terbukti dengan sendirinya, aku cukup berdoa.

Alhamdulillah semua terbukti, fitnah selama ini bahwa aku menjelek-jelekkan Bos dan rekan-rekan di kantor tidak terbukti. Teman-teman kantorpun mulai berbicara padaku dan aku pun kembali nyaman bekerja, tetapi rasa sakit hatiku terhadap kedua temanku Iwan dan Nuryadi belum hilang, kembali aku harus berbesar hati bahwa menyimpan dendam itu tidak baik.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/daria shevtstova

Menyambut bulan suci Ramadan mengharuskan kami duduk bareng bersama rekan-rekan kantor. Setelah mendengar kata sambutan Bos tentang silaturahmi entah dari mana kekuatan itu datang tiba-tiba hatiku melunak. Ketika kami diminta untuk saling memaafkan aku dengan lapang dada dan ikhlas mengulurkan tanganku untuk berjabat tangan dengan kedua sahabatku Iwan dan Nuryadi. Untuk pertama kalinya aku mengucapkan, "Mohon maaf lahir batin,” dan ucapan itu kulontarkan dengan penuh senyuman dan menatap mata mereka. Inilah akhir dari peperangan batinku selama ini untuk membunuh egoku.

Aku menyadari bahwa untuk membersihkan hati cukup ikhlas dan legowo menerima semua kenyataan ini, bukan persoalan siapa yang minta maaf duluan atau siapa yang salah atau siapa yang menang, bagiku dengan memaafkan mereka dan aku duluan yang melontarkan kata maaf maka aku sudah menjadi pemenang dalam perkara ini yaitu berdamai dengan hatiku untuk tidak menjadi sosok pendendam.

Biarlah perkara ini menjadi urusan Tuhan, karena aku meyakini bahwa sekecil apapun perbuatan kita kelak akan mendapat ganjaran dari  Allah, aku tak perlu sibuk memikirkan dosa orang lain. Yang terpenting adalah bagaimana aku membersihkan hatiku dari rasa dendam. Semoga puasa ramadan tahun ini menjadi ladang pahala untukku dan menjadi sosok yang lebih baik dan ikhlas memaafkan orang-orang yang telah berbuat aniaya terhadapku, amin.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading