Sukses

Lifestyle

Memaafkan Itu Mudah, Tapi Jangan Harap Keadaan Bisa Kembali Seperti Semula

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.

***

Aku hanyalah seorang hamba, hatiku rapuh bahkan sang bayu mampu untuk melebur dan menerbangkannya. Aku bukanlah manusia baik, tulus, suci tanpa noda dan dosa. Tak terhitung salah dan dosaku, tak terhitung amarah dan kecewaku. Aku hanya ingin terus berbuat baik. Hati ini mungkin telah terluka oleh tutur kata dan tindakannu, tak berdarah namun sakitnya mampu untuk membelah cakrawala. Teman, bila dengan memaafkanmu mampu menepis semua sakit ini, dengan ketulusan dan kerendahan hati, aku memaafkanmu.

Aku dan kamu pertama bertemu di dunia kuliah.

Memasuki dunia kuliah, bukankah menandakan kita mulai beranjak dewasa? Tentu saja teman–teman baru dari berbagai kota bahkan pulau. Tanpa saling kenal, dengan canggung saling melempar senyum, membuat kesan baik namun dalam hati saling mengkritik satu sama lain, berusaha menemukan teman yang sesuai. “Hai,” satu kata singkat namun sangat berarti, dengan senyum lebar kau perkenalkan dirimu pada orang sepertiku. Kamu raih tanganku mengajakku berjalan beriringan, duduk bersebelahan, dan mulai bercerita satu sama lain. Kau terus bercerita tepiskan tembok kecanggungan yang menghadang.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/min an

Aku dan kamu menjadi kita

Tak terasa waktu cepat berlalu, enam bulan sudah kita bersama. Kita saling menceritakan masalah pribadi, mungkin bisa dibilang tiada rahasia diantara kita. Saling menasihati dan menegur. Aku mulai mengagumi pribadimu, ceria, baik, ramah, selalu berpikiran positif, dan tetap apa adanya. Tali pertemanan kita mulai berubah menjadi persahabatan. Kemana pun kamu pergi selalu ada aku dan kemana pun aku pergi kamu juga selalu ada. Selalu bersama dan nama hampir sama, ya kedekatan kita cukup terkenal di kampus. Tentu saja kita senang dan bangga akan hal itu.

Kamu putuskan tali pertemanan kita

Tiada gading yang tak retak, tiada jalan yang tak berkelok. Begitu pun dengan pertemanan kita. Puting beliung datang bertamu merusak segalanya. Kamu adalah orang yang sangat ramah dan menyenangkan. Kamu cukup terkenal, semua orang menyukaimu. Sedangkan aku adalah orang yang tertutup dan selalu takut untuk memulai. Entah apa sebenarnya alasan kamu berubah, kamu bukan lagi sosok teman yang aku kenal. Kamu mulai berbohong, acuh dan menjauh. Kamu tinggalkan aku dan pergi dengan teman–teman barumu. Kamu siarkan kabar buruk tentangku pada mereka. Kamu mulai menjatuhkanku. Aku kecewa mengetahui kamu berbohong ini itu. Aku terluka dengan cemoohmu tentangku pada mereka. Aku marah. Aku benar–benar kecewa melihatmu tertawa melihatku seorang diri mendapati perilakumu yang seperti itu. Aku sakit hati, benar–benar sakit hati, aku tak ingin memafkanmu.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/min an

Kubuka lembaran baru dan memaafkanmu

Aku tak mungkin terus diam dan terbelenggu dalam keadaan itu. Aku memutuskam untuk memberanikan diri mulai mendekatkan diri pada teman–teman kelas. Awalnya sangat canggung walau sudah lama berada dalam kelas yang sama namun jarang menghabiskan waktu bersama. Tapi setelah seminggu ternyata tak seburuk yang aku bayangkan mereka semua ramah dan lucu. Tanpa sadar aku sudah larut dalam kehidupan teman–teman kelas, sakit hatiku hilang musnah entah kemana. Aku mulai berkumpul bersama mereka. Ngetrip bareng, kantin bareng benar–benar apa adanya tanpa topeng.

“Maafkan aku, aku salah, bisakah kita kembali seperti yang dulu lagi?” dengan tangis sesenggukan kau mengucapkannya.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/min an

Aku sudah memafkanmu, memafkan semua kesalahan itu, dan sekarang aku jauh lebih baik dari saat aku menyimpan rasa kecewa itu. Tapi maaf, aku memang sudah memaafkanmu tapi untuk kembali menjadi seperti yang dulu sepertinya tidak bisa. Seperti paku yang tertancap pada tempok walau paku itu sudah tercabut namun bekasnya masih di sana dan tak bisa hilang. Begitupun dengan hatiku saat ini. Kita tetap teman tapi bukan sahabat, semoga kamu bisa menemukan sahabat yang lebih baik lagi dan janganlah kamu lakukan hal yang sama padanya seperti yang kamu lakukan padaku.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading