Sukses

Lifestyle

Hinaan Berkurang Setelah Operasi Plastik, Tapi Kisahku Tak Seperti Dugaanmu

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Aku tidak pernah memilih untuk dilahirkan dengan adanya kekurangan di wajahku. Aku pun tidak pernah memilih untuk menjalani hidup dengan bully-an setiap hari. Karena yang berhak menentukan hidupku bagaimana ke depan adalah diriku sendiri.

Sedari lahir aku mengalami macrostomia. Istilah ini pun aku dapat dari dokter yang sempat memeriksaku. Kondisi yang terjadi padaku hanya pada bagian bibir yang mengalami pelebaran ke sisi kanan dan tulang rahangku yang asimetris. Pada usia 2 tahun aku menjalani operasi pertama untuk memperbaiki kondisiku. Jika aku bertanya kepada orangtuaku, mereka jelas tidak mengetahui apa sebabnya. Karena mereka tidak mengetahui pasti kenapa dan apa yang terjadi karena tidak ada tanda-tanda atau hal apapun yang aneh ketika Ibuku mengandung.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com/antranias

Mereka hanya memberikan jawaban, “Mungkin ini takdir dari Tuhan." Dari kecil aku menjalani hidupku layaknya seorang anak perempuan yang normal. Ya, karena aku merasa tidak merasakan hal yang aneh meskipun kondisi fisikku berbeda. Sampai saatnya aku menginjak bangku sekolah Taman Kanak-Kanak dari sana aku mulai mengenal banyak teman. Ada yang biasa-biasa saja dan ada pula yang menjahiliku dengan mengejek fisikku. Awalnya aku tidak pernah peduli dengan yang teman-teman katakan. Tetapi lama-lama ketika masuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) hal itu menjadi sesuatu yang sangat berat bagiku.

Ketika banyak teman bertambah dan aku memiliki sahabat yang sangat baik, di situlah aku mulai menyadari bahwa aku tidak sama dengan mereka. Aku mulai berpikir ingin menarik diri dari pertemanan dan menjauh dari pergaulan dan orang-orang di sekitarku karena aku sangatlah tidak percaya diri. Aku tidak bisa bebas berekspresi, aku tidak bisa berani seperti mereka dan yang ada dalam pikiranku saat itu adalah aku selalu takut dan malu.

Mengapa aku sampai berpikiran seperti itu, karena seringkali aku di-bully. Secara fisik memang tidak. Tetapi bully tersebut berupa verbal yang jelas-jelas ditujukan kepadaku. Umumnya yang banyak mem-bully aku adalah teman laki-laki yang iseng, jahil dan bandel di sekolah. Aku tahan itu meskipun dalam hati aku sangat sedih. Semasa SMP aku jalani hari-hariku seperti biasanya dan suatu ketika aku bertemu dengan teman perempuan masa kecilku aku dekat dengannya dan dia begitu sangat mengerti diriku. Perlahan dia mulai menarikku dari zona nyaman. Perlahan dia menghapus pikiran takut dan malu di dalam otakku. Teman yang sampai saat ini sudah aku anggap sebagai sahabat sejati. Dia yang berhasil membuatku percaya diri menjalani hari-hari. Berteman, bergaul dan berekspresi sehingga aku mampu bangkit dan bisa menjadi diri aku sendiri.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com/stocksnap

Melanjutkan sekolah di SMA, aku masih belum terlepas dari bully. Malah hal tersebut semakin sering aku alami. Dan yang nyata aku hadapi adalah ketika aku menempuh kuliah di Kota Bandung. Hal sepele saja pada saat di angkot ada seorang anak kecil yang terus menatapku lalu dia berbisik-bisik ke ibunya. Tanpa perlu dengar pun aku sudah tahu anak kecil itu sedang membicarakan aku. Lalu dari perlakuan dosen yang terlihat jelas sangat berbeda antara aku dan temanku yang lain.

Terkadang aku berpikir berat sekali yang aku hadapi. Tetapi aku telah berpegang teguh bahwa aku harus percaya diri dan senantiasa menjadi diriku apa adanya. Aku berpikir meskipun diriku memang memiliki kekurangan, tetapi aku harus bisa menonjolkan kelebihanku yang lain dari segi apapun. Dalam sebuah perjalanan hidupku, ketika ada beberapa laki-laki yang mendekatiku dan bilang menyukaiku aku selalu curiga dan negative thinking. Apakah memang betul? Mengapa bisa dia menyukai aku yang seperti ini? Hal itu yang selalu terngiang di pikiranku ketika itu.

Sampai pada suatu ketika di tahun 2011 ayahku tiba-tiba menawari aku untuk tindakan operasi kembali setelah sekian lama aku mengalaminya di usia 2 tahun dulu. Beliau ingin berusaha hal apa yang bisa dilakukan agar aku lebih baik. Agar aku bahagia. Lalu aku menjalani tindakan plastic surgery di sebuah rumah sakit di Kota Bandung. Aku melakukannya untuk diriku sendiri karena aku berharap ke depannya bullying yang sering aku alami setidaknya berkurang dan orang-orang dapat menerima dan memperlakukanku sama dengan yang lainnya.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com/stocksnap

Sampai detik ini, aku berusaha membangun diriku menjadi sosok yang percaya diri, berpikiran positif dan cerdas. Karena jika standar fisik atau kecantikan menjadi tolak ukur seorang perempuan, maka aku tidak memenuhi hal itu. Maka aku berpikir aku harus memiliki kelebihan dari segi yang lain supaya orang-orang tidak menyepelekan dan menganggapku sebelah mata bahkan melakukan bully terhadapku.

Lambat laun aku mulai diterima oleh orang-orang di lingkungan pendidikan, di lingkungan pekerjaanku dan dianggap sama dengan yang lainnya. Lambat laun aku pun sudah tidak peduli dengan apa yang orang pikirkan mengenai diriku. Aku sekarang sudah jauh lebih baik dengan pilihanku sendiri.

Memang setelah aku melakukan plastic surgery, perubahan yang aku dapatkan nyata aku rasakan. Aku mulai tidak sesering dulu di-bully. Aku mulai menjalani hari-hari dengan sangat nyaman. Karena tidak bisa dipungkiri bagi sebagian besar orang di Indonesia khususnya, kesempurnaan fisik masih menjadi patokan bagi setiap orang.

Aku selalu berpegang teguh pada prinsipku. Meskipun aku tidak memiliki fisik yang cantik, indah. Tetapi aku memiliki hati yang tulus ikhlas untuk selalu berbuat baik terhadap sesama.

Inilah hidupku, inilah pilihanku dan aku sangat bahagia.





(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading