Sukses

Lifestyle

Mantan Pramugari Jadi Dosen, Bahagia Itu Memang Tak Cuma Diukur dari Materi

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Menjadi seorang pramugari di maskapai penerbangan merupakan idaman bagi sebagian wanita. Masa depan yang baik, uang yang banyak, fasilitas antar jemput, jalan-jalan ke luar negeri, dan selalu tampil cantik sudah terbayang di depan mata. Mungkin aku salah satu wanita yang paling beruntung saat itu ketika lolos dalam seleksi rekrutmen calon pramugari namaku terpampang di antara nama-nama yang lain pada selembar kertas putih yang ditempel di dinding kantor maskapai penerbangan. Tidak dapat kuungkapkan dengan kata-kata tetapi yang kurasakan adalah rasa  bangga karena aku bisa menyisihkan ratusan calon pramugari yang wajahnya cantik dan postur tubuh bak model atau pragawati. Orangtuaku pun ikut bangga sampai meneteskan air mata haru karena tidak menyangka aku bakal lolos seleksi.

Sejak itu kehidupanku berubah. Jadwal penerbangan yang padat, singgah dari satu daerah ke daerah lain, dari negara satu ke negara berikutnya bahkan hampir seluruh provinsi di Indonesia sudah kusinggahi. Aku patut bersyukur karena belum tentu orang lain seberuntung diriku. Orangtuaku selalu mengingatkan agar aku jangan sampai terlena dengan semua yang kudapatkan karena apa yang kumiliki tidak akan selamanya milikku akan ada masanya semua itu lepas ketika suatu saat aku ditakdirkan cukup merasakan kenikmatan tersebut, dan orangtuaku tetap menginginkan aku meneruskan kuliahku karena sejak aku dinyatakan lolos seleksi aku lebih memilih bekerja daripada kuliah.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Sangat Mencintai Profesi Pramugari
Aku sangat mencintai profesiku sebagai pramugari, ketika aku memutuskan untuk menikah aku tetap melanglang buana ke negara orang. Bahkan ketika aku cuti hamil setelah melahirkan setahun kemudian aku tetap melanjutkan profesiku sebagai pramugari. Pihak perusahaan pun tidak pernah mempersoalkan, yang penting bentuk tubuh masih ideal dan ada izin dari suami/keluarga. Tanpa terasa hampir belasan tahun aku menjalani profesi ini, hingga ibu menagih janjiku untuk melanjutkan kuliah.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com
Sesuai dengan janjiku pada Ibu maka sambil bekerja aku melanjutkan kuliah di salah satu PTS di Jakarta dan aku lulus tepat waktu dengan prestasi yang lumayan, gelar akademik ini kupersembahkan kepada orangtuaku yang sangat bangga dan bahagia akhirnya aku bisa menyandar gelar sarjana S1, semangatku semakin tinggi untuk segera melanjutkan kuliah S2 di PTS ternama di Jakarta, seperti halnya waktu kuliah S1. Aku pun  lulus tepat waktu dengan prestasi yang sangat baik, bukan satu gelar yang kupersembahkan kepada ayah dan ibuku, tetapi gelar S2 kupersembahkan juga untuk kedua orangtuaku di acara wisudaku.

Makin Sibuk
Setelah janjiku kupenuhi aku malah sibuk dengan jadwal penerbanganku yang semakin padat. Saking padatnya aku sampai lupa dengan lingkungan sosialku, terkadang aku melupakan ulang tahun anak dan suami, bahkan aku tidak ingat kapan terakhir aku ngobrol dengan tetangga. Hingga suatu saat aku dihubungi oleh salah satu dosen seniorku, Pak Ibnu untuk menemuinya di kampus PTN di Jakarta selatan. Hari itu bertepatan dengan jadwal liburku aku menyempatkan diri berkunjung ke kampus dimana Pak Ibnu mengajar, ternyata ia meminta bantuanku untuk menjadi asdos di kampusnya. Awalnya aku menolak karena tidak memiliki pengalaman mengajar, tetapi karena ia meyakinkan aku bahwa aku pasti mampu mengingat nilai akademikku selama di kampus sangat baik, akhirnya aku menyanggupi tapi hanya satu semester saja.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Awal mengajar aku merasa kikuk karena yang kuhadapi bukanlah penumpang tetapi puluhan mata mahasiswa yang menatapku seperti baru bertemu makhluk asing. Mengingat penampilanku yang berbeda dengan dosen lainnya, tetapi karena mentalku sudah terlatih dengan berbagai karakter manusia. Rasa gugup dan kikuk berasa hilang apalagi waktu itu mata kuliah yang kuajarkan tentang manajemen krisis. Secara praktis memang dunia penerbangan tidak luput dari krisis, sehingga  tanpa terasa 2,5 jam berlalu dan pertemuan pertama bisa kulalui dengan mulus. Semua pertanyaan mahasiswa dapat kujawab dan suasana kelas pun seperti ajang diskusi, mereka merespon kehadiranku di kelas dengan baik.  

Tidak kuduga ternyata satu semester kulalui tanpa hambatan dan mendapat respon positif dari dekan. Aku diminta mengajar kembali bahkan aku diberikan dua kelas, ini di luar dugaanku, padahal aku berharap aku tidak mengajar lagi karena aku lebih menyukai dunia penerbangan daripada dunia kampus. Tetapi harapan tinggallah harapan, manusia boleh berencana tetapi Tuhan yang menentukan.

Berawal dari setengah hati mengajar ternyata kehadiran mahasiswa dan lingkungan kampus tiba-tiba mengubah kesadaran dan kecintaanku terhadap lingkungan kampus. Ketika para mahasiswa memanggilku dengan sebutan ”ibu dosen” itu membuatku merasa lebih dibutuhkan. Hati dan pikiranku mulai bercabang karena entah dari mana datangnya perasaan itu tiba-tiba aku memutuskan untuk resign dari dunia penerbangan yang telah banyak memberiku materi dan karier yang bagus. Keinginanku mengagetkan rekan-rekan seprofesi termasuk atasanku karena selama bekerja di penerbangan track record-ku sangat bagus dan aku disukai rekan-rekan kerja karena team workku yang sangat baik.

Mantap Jadi Dosen
Tetapi inilah pilihanku, mungkin bagi orang lain pilihan gegabah, tetapi keputusanku adalah jalan hidup yang kuambil karena dari kesadaranku bahwa aku tidak perlu mengejar dan menumpuk materi. Karena di lingkungan kampus banyak yang dapat kulakukan, mengajar, bermanfaat dan aku lebih dibutuhkan di kampus daripada di dunia penerbangan. Selain itu ada hal yang tidak dapat dibayar dengan uang atau materi, yaitu kebersamaanku dengan keluarga yang belasan tahun kuabaikan kini terbayarkan dengan keputusanku memilih bekerja sebagai pendidik. Rezeki sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, dan ketika Tuhan menyatakan rezekiku berakhir di dunia penerbangan ternyata Tuhan menggantikan dengan memberikan rezeki di kampus.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Kini aku mengajar di tiga kampus ternama dan aku sangat menikmati profesiku yang baru, yaitu menjadi seorang pendidik. Tidak sedikit pun ada rasa menyesal dengan pilihanku, seperti kata ibuku bahwa, ”Tidak ada jalan yang salah ketika engkau memilih pilihanmu, walaupun jalannya harus berkelok-kelok dan terjal tetapi engkau sadar bahwa inilah pilihanmu, maka jalani semua dengan kesadaran karena inilah pilihanmu.” Dan menurutku ibuku benar, pilihanku sangat tepat, karena memilih menjadi pendidik membuatku lebih berguna sebagai anak manusia karena aku dapat berbagi pengetahuan dan yang lebih penting lagi adalah aku lebih banyak menghabiskan waktuku dengan keluarga. Anytime anak-anak membutuhkanku aku selalu ada untuk mereka, dan aku semakin yakin pilihanku ini adalah tepat.

Ketika aku berjalan dan melihat pesawat melintasiku, aku menengadah ke atas dan sambil tersenyum aku berkata dalam hatiku, "Terima kasih pesawatku, teruslah mengudara, engkau selalu di hatiku, tetapi di sinilah di darat tempatku yang sebenarnya. My life my choice."

Yang Goe
Jakarta,11 April 2018







(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading