Sukses

Lifestyle

Konflik Menantu dan Mertua Bisa Dipicu Gaya Pengasuhan Anak yang Berbeda

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Konflik antara mertua dan menantu itu seperti rahasia umum yang sangat sulit dijabarkan namun pasti terjadi, terutama dalam hal mendidik anak kita. Mertua terkadang punya cara tersendiri yang baginya itu yang terbaik, sedangkan aku terlalu kaku untuk memulai sesuatu yang baru untuk pertama kalinya merawat anakku.

Sejak kelahiran putra pertamaku, hidupku mulai penuh konflik. Mulai dari cara memandikannya, menyusuinya, bahkan sekadar bercanda dengan buah hatiku pun rasanya sulit, semua telah diatur dan dimonopoli oleh mertuaku. Keterbatasanku sebagai wanita pekerja yang mengharuskanku meninggalkan anak di rumah bersama mertua membuatku semakin tertekan apalagi ketika anak sudah mulai tidak kenal siapa ibunya, rasanya berlarut–larut masalah tak kunjung selesai.

Sampai suatu saat ketika rasa cemburu ingin mengasuh anak ini mulai bergejolak, tak kuasa aku pendam lagi. Kuputuskan untuk menceritakan keluh kesahku kepada suamiku tentang sikap ibunya. Tak disangka tanggapan suamiku malah semakin memojokkanku dan menyalahkanku, katanya mengapa aku lebih memilih menjadi wanita pekerja dibandingkan 24 jam bersama anakku.

Tanpa aku ragu dan aku sangat yakin kalau aku bisa sepenuhnya merawat anakku, aku tertantang untuk keluar dari pekerjaanku. Aku tak pernah takut tentang rezeki yang akan terhenti karena aku tak bekerja, aku yakin Allah sudah memberikan rezeki kepada setiap makhluk-Nya.

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Keputusanku pun sudah bulat. Aku lakukan semua ini untuk anakku, aku ingin menjadi dunianya. Setiap wanita memiliki keputusan dalam hidupnya masing–masing yang tentunya sudah dipikirkan matang–matang, walaupun keluarga terutama orangtuaku melarang aku menanggalkan pekerjaanku, aku selalu berusaha meyakinkan mereka bahwa aku bisa menjadi dunia untuk anakku.

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Hari yang dinanti pun tiba ketika semua teman kantorku membuat pesta perpisahan untukku dan juga sahabatku melepas dengan air mata. Rasanya seolah–olah tragis ketika aku pulang dengan sekotak pernak-pernik yang tadinya tertata rapi di meja kerjaku, menoleh ke bangunan kantorku untuk terakhir kalinya rasanya pun enggan, yang kubayangkan hanya wajah kecil putraku yang menyambut pulang dan akan kunikmati hari–hari berikutnya bersamanya.

Ketika keyakinan sudah kujalankan maka semua dunia dan seisinya akan rela dan mendukung keputusan ini, ya tentu saja. Ketakutan awal saat kutanggalkan pekerjaanku langsung dijawab manis oleh Allah. Tak lama setelah aku resign, suamiku mendapatkan pekerjaan di luar pulau dan dia dengan mantap mengajakku ke sana. Kami bangun kembali kehidupan kami mulai dari nol dan tentunya aku memulai hari–hariku menjadi ibu rumah tangga yang seutuhnya.

Gaji suamiku naik dua kali lipat sehingga setara seperti dulu antara kami berdua yang bekerja dengan saat ini dia sendiri yang bekerja. Aku menjadi sangat–sangat bersyukur keputusan yang aku ambil adalah yang terbaik karena aku yakin setinggi-tinggi ilmu seorang wanita karier terbaiknya adalah menjadi madrasah terbaik untuk anaknya.

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Aku menikmati hari–hari ku menjadi dunianya, mendidiknya, membesarkannya, mengajarinya tahap demi tahap kehidupan, menidurkannya, bercengkrama dengannya setiap saat, dan menikmati setiap proses kehidupan dengannya. Aku yakin suatu saat nanti dia akan tahu mengapa ibunya yang seorang apoteker hanya di rumah bukan di luar sana menggeluti kariernya, karena dia akan tahu meracik perilaku dan sifat anak lebih rumit dibandingkan meracik obat, dan inilah pilihan terbaikku. Alhamdulillah.



(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading