Sukses

Lifestyle

Saat Muncul Kepedulian, Perasaan Benci Bisa Berubah Jadi Cinta

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Saat itu bulan Maret 2017, saya menonton talk show di salah satu stasiun TV. Dalam talk show itu ada tiga bintang tamu dan mereka adalah penyandang disabilitas, salah satu dari mereka adalah Panji Surya Sahetapi, yang lebih dikenal Surya Sahetapi. Mereka menceritakan pangalaman mereka menjadi penyadang disabilitas yang mandiri dan sukses dalam bidangnya. Melihat kisah mereka hati saya menjadi penasaran seperti apakah penyandang disabilitas. Namun saya tidak langsung mencari informasi tentang penyandang disabilitas, tetapi saya cari instagram milik Surya Sahetapi. Saat itu saya tidak langsung mencari informasi karena saya sekeluarga sedang mengalami dukacita di mana kakak saya yang nomor dua meninggal.

Pada akhir bulan April saya harus kembali ke Jawa melanjutkan kuliah saya. Saya pun mencari informasi tentang disabilitas. Sedikit akan saya akan jelaskan tentang penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah anak atau orang yang kondisi fisiknya atau mental/intelektualnya mengalami keterbatasan yang menghambat kemampuan seseorang untuk berpartisipasi di masyarakat. Semakin saya mencari tahu semakin saya teringat dengan seorang gadis yang seusia saya di tempat tinggal saya di Lampung yang masuk dalam kategori penyandang disabilitas yang mirisnya anak itu sehari-harinya hanya duduk di pinggir jalan, dari pagi sampai malam mau tidur.

Setelah saya paham mengenai penyandang disabilitas saya mencari informasi mengenai sekolah luar biasa (SLB) di Purworejo. Saya cari sekolahan luar biasa di internet dan saya mendapatkan termasuk mendapatkan alamat sekolahan. Selain itu saya juga mencari informasi dari pak pendeta dan jemaat. Pada bulan Mei saya diberitahu kalau ada jemaat ibu Murni namanya mengajar di SLB namun pak pendeta tidak memiliki nomor telepon beliau.

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Dua minggu kemudian saya bertemu dengan pak pendeta yang satu lagi, saya menanyakan hal yang sama dan beliau memberitahu bahwa ada jemaat yang bernama ibu Yani juga mengajar di SLB dan saya diminta nomor telpon beliau pada adiknya beliau. Tentu saya tidak menyia-nyiakan hal itu saya langsung mencari adik ibu Yani. Setelah dapat malamnya saya menelpon beliau, setelah saya menceritakan keinginan saya untuk mengajar di SLB beliau meminta saya besok pagi untuk datang ke sekolahan untuk menemui kepala sekolah.

Sesuai kesepakatan itu keesokan paginya saya datang ke SLB Boro Wetan, Purworejo. Saat bertemu dengan ibu kepala sekolah dan berbincang-bincang masalah keinginan saya dapat mengajar anak-anak luar biasa itu ibu kepala sekolah memberikan syarat-syarat melamar menjadi guru di situ. Setelah jelas saya dipersilakan untuk melihat-lihat sekolah dan proses belajar-mengajar, saya ditemani oleh salah seorang guru namanya ibu Nana. Dua jam yang cukup memberi saya banyak pengetahuan baru dan membuat hati saya semakin membara agar dapat terlibat di dunia disabilitas. Setelah merasa cukup saya pun meminta izin pulang. Sesampai di rumah saya langsung membuat surat lamaran dan besok paginya saya antar ke SLB tersebut. Jujur saya tidak berani berharap lamaran saya diterima karena saya menyadari kalau saya masih kuliah.

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Sekitar minggu kedua di bulan Agustus, hari Kamis di siang hari saya menerima telepon dari SLB Boro Wetan, Purworejo agar hari Jumat saya datang untuk memenuhi tes. Sesuai kesepakatan hari Jumat pagi saya datang. Saya menemui ketua yayasan. Selesai tes lisan saya ditawari untuk tinggal di asrama, saya diajak mellihat-lihat asrama dan berkenalan dengan anak-anak yang tinggal di asrama. Setelah selesai saya kembali menemui ketua yayasan dan saya mau tinggal di asrama. Saya berpikir bagaimana saya bisa mengenal mereka dengan baik kalau saya tidak tinggal bersama mereka. Hari Minggu saya pun pindah ke asrama.

Di asrama saya harus menyesuaikan diri dengan anak-anak dan itu bisa saya lakukan dengan mudah dan belajar cara menghadapi mereka dari para senior. Ada satu hal yang sampai kini saya belum bisa lakukan dengan senang hati melakukannya, yaitu menceboki anak kalau ada anak yang buang air besar. Tapi tidak hanya saya saja, karyawan yang lain juga sama dengan saya. Tugas selain mengajar di sekolahan di asrama saya membantu mencuci baju anak-anak perempuan, menyetrika, memandikan anak-anak yang tidak bisa mandi sendiri, menyuapi anak saat makan dan lainnya.

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Ini adalah pilihan saya hidup bersama para penyandang disabilitas, anak-anak tunagrahita dan autis. Kata banyak orang, guru SLB adalah guru yang paling sabar dan kata-kata mereka itu benar sampai saat ini pun saya masih terus belajar meningkatkan kesabaran saya menghadapi mereka. Bersama mereka saya bisa belajar banyak hal.

Saya belajar indahnya ciptaan Tuhan. Tuhan menciptakan mereka agar nama Tuhan dimuliakan karena Tuhan tetap memelihara hidup mereka. Saya belajar betapa sulitnya bersyukur bila orangtua menerima kenyataan memiliki anak seperti mereka. Hasil wawancara saya terhadap beberapa orangtua yang membuat mereka sulit bersyukur, pertama di mata masyarakat anak seperti mereka adalah suatu musibah, kedua orangtua mengharapkan anak mereka bisa menjadi penerus keluarga kalau kondisi mereka seperti itu siapa yang akan meneruskan keluarga.

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Saya belajar tidak menyimpan kebencian. Ketika mereka bertengkar bahkan sampai memukul setelah selesai mereka akan kembali bermain bersama. Mereka adalah anak-anak yang memiliki bakat seperti membatik, menyablon, membuat keset, bercocok tanam dan sebagainya, meskipun dalam prosesnya mereka lebih lambat bila dibandingkan dengan anak-anak normal. Tidak menyimpan kebencian merupakan hal yang sulit dilakukan oleh orang-orang yang normal.

Saya bermimpi saya bisa menjadi jembatan antara para penyandang disabilitas dengan orang-orang normal. Bagaimana para penyandang disabilitas tidak dipandang sebelah mata atau bahkan dipandang sebagai musibah, tetapi dipandang sebagai orang-orang normal yang memiliki kelebihan di bidang lain. Tuhan lah yang menciptakan mereka. Kenalilah mereka maka banyak hal yang dapat kita pelajari tentang hidup ini.  






(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading