Sukses

Lifestyle

Jadi Wanita Pencari Nafkah, Cobaan Terberatnya Menghadapi Cibiran Tetangga

Setiap wanita punya kisah hebatnya masing-masing. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari cerita seorang wanita. Seperti tulisan dari sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Rayakan Hari Perempuan Sedunia ini.

***

Setiap wanita memiliki kekuatan, impian, harapan, kemampuan yang kuat untuk kehidupan yang baik.

Aku wanita pekerja kantor, ibu rumah tangga, ibu dari dua putra yang  mana saat ini aku juga sedang merintis usaha online. Ingin berbagi cerita dengan Anda semua.

Aku dilahirkan di keluarga sederhana namun kedua orang tua memiliki cara mendidik yang cukup keras, hal inilah yang membuat aku kuat menjalani kerasnya kehidupan. Sejak menikah aku dan suami memutuskan untuk hidup mandiri terpisah dari orang tua. Kami memilih mengontrak, karena kami sama-sama bekerja di luar kota, aku di Surabaya dan suami di Mojokerto, maka kami memutuskan untuk mencari kontrakan di antara tempat kerja kami, yaitu Sidoarjo.

Pada saat kehamilan pertama menginjak usia 9 bulan, suami meminta aku untuk tinggal dengan ibunya, dengan harapan kelak bayi kami ibu yang mengasuh karena orangtua aku juga masih bekerja kantor jadi tidak mungkin bisa mengasuh cucu mereka. Akhirnya kami pun pindah ke Mojokerto, dan untuk pertama kalinya aku tinggal jauh dari orang tua.

Kesibukan kerja./Copyright shutterstock.com

Pada saat anak pertamaku menginjak usia 3 bulan, ibu mertua sakit dan aku harus masuk kerja kembali. Aku dan suami akhirnya memilih tetangga dekat rumah untuk membatu menjaga anak kami. Perjalanan yang jauh pun kutempuh setiap hari, Mojokerto-Surabaya pulang pergi dengan motor membuat kondisiku menurun. Bekas operasi caesar yang sering nyeri membuat suami khawatir dengan kondisiku, akhirnya memintaku keluar dari tempat kerjaku, dia memintaku istirahat di rumah.

Beberapa bulan kemudian suamiku terkena PHK, dan dia mencoba melamar di banyak perusahaan namun belum ada yang diterima, telak kondisi keuangan kami menurun drastis. Perhiasan yang aku punya akhirnya dijual untuk kebutuhan sehari-hari. Dan pada suatu saat aku melihat lowongan yang sesuai dengan kemampuanku. Dengan izin suami, aku mencoba melamar. Tak butuh waktu lama aku pun dinyatakan diterima bekerja. Namun bimbang karena tidak ada yang akan mengurus anak. Setelah diskusi panjang dengan suami, akhirnya kami memutuskan bahwa suami yang mengurus anak dan saya bekerja, toh suami masih belum mendapat pekerjaan dan jika dititipkan tetangga aku kurang suka dengan cara pengasuhannya.

Aku pun mulai  bekerja dengan mengendarai motor satu-satunya milik kami, aku menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam menuju kantor. Perjalanan cukup jauh dengan jalan yang sangat tidak mulus, berangkat pagi pulang malam tidak menurunkan semangatku menjemput rezeki. Beberapa bulan pun berlalu, aku mulai mendengar tetangga kiri kanan membicarakan suamiku. Ya, secara otomatis suamiku tidak bekerja melainkan mengurus anak, dan aku lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Karena tinggal di pedesaan, hal ini dianggap hal yang tidak pantas. Namun aku dan suami tidak mendengarkannya, kami tetap fokus dengan urusan kami sendiri, tidak peduli orang meremehkan kemampuanku untuk menghidupi keluarga sendirian. Apalagi karierku di tempat kerja semakin bagus.

Tidak peduli apa kata orang./Copyright pixabay.com

Suatu saat suami meminta bantuan kepada kakaknya, meminjam KTP  untuk pengajuan kredit motor. Ya karena alamat KTP kami masih alamat Sidoarjo belum pindah Mojokerto, dan hanya satu motor untuk beraktivitas. Tapi ditolak mentah-mentah dengan alasan suami pengangguran dan aku bekerja sendirian, mana mungkin bisa membayar angsuran bulanannya. Aku tidak menyerah begitu saja, aku cari di banyak media sosial, marketing kredit motor yang bisa melayani beda kota. Yup aku dapat, walaupun dengan uang muka dua kali lipat.

Sejak itu aku selalu berusaha lebih keras agar tidak diremehkan orang. Aku mampu membeli beberapa perabot elektronik rumah tangga, seperti televisi dan kulkas meskipun dengan cara kredit. Untuk urusan rumah tangga pun aku memasak sendiri, memandikan anak dan membersihkan rumah aku bagi dengan suami.

Suara sumbang tetangga semakin keras dan menyakitkan hati, saat aku hamil ada kedua. Banyak cibiran seperti, “Suami nganggur kok punya anak lagi." "Enak tuh suaminya nganggur, istri kerja." "Kok tega ya, istri disuruh kerja, suaminya enak enakan." Aaargh, mereka tidak tahu apa yang terjadi. Ini pun keputusan yang sulit bagiku. Bekerja sendiri, suami mengurus anak dan rumah itu tidak mudah sangat tidak mudah. Berangkat pagi, pulang malam, sampai rumah masih ada anak yang ditemani main atau belajar. Apalagi menempuh perjalanan jauh dengan kondisi hamil, berat.

Hamil anak kedua./Copyright pixabay.com

Tapi aku yakin, bahkan sangat yakin aku mampu menjalani ini semua. Karena Tuhan tidak akan memberikan ujian melebihi batas kemampuan umatnya.

Tetap dengan kerja keras dan doa aku masih semangat bekerja, menempuh puluhan kilometer, menembus dinginnya angin malam, berpacu dengan truk dan bus, aku akan selalu semangat bekerja sambil teringat wajah ceria anak-anakku.

Menjalani semua dengan sebaik-baiknya./Copyright pixabay.com

Banyak yang tidak suka, masih banyak yang meremehkan dan merasa kasihan aku jadikan pemacu semangat. Kini dengan kesibukan di tempat kerja dan mengurus rumah tangga, aku mulai merintis usaha bisnis online, masih level bawah tapi aku sangat bangga dan bersemangat. Ya, ini untuk membantu menutupi kebutuhanku dan menabung untuk masa depan anakku. Kini tak hanya satu motor yang aku punya tapi dua dan aku juga mulai mengangsur rumah pribadi. Aku yakin aku bisa. Tidak peduli bagaimana orang meremehkan aku.

Meski harus menjadi tulang punggung keluarga, aku bisa memiliki apa yang aku inginkan.

Bagaimana dengan Anda?

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading