Sukses

Lifestyle

Dengan Kanker Payudara, Aku Tetap Semangat Bekerja sebagai Prajurit TNI AU

Setiap wanita punya kisah hebatnya masing-masing. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari cerita seorang wanita. Seperti tulisan dari sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Rayakan Hari Perempuan Sedunia ini.

***

Lahir di Surabaya pada 10 agustus 1976, saya Dwi Prastyaningtyas tumbuh di lingkungan keras mulai dari seluruh saudara laki-lakinya yang berjumlah 3 orang menjadi anak yang cenderung mandiri dan jauh dari feminin. Berasal dari keluarga sederhana dengan ayah berprofesi sebagai montir mobil dan ibu sebagai penjahat eh penjahit, terbiasa menghargai waktu dan memanfaatkannya untuk bisa menghasilkan uang. Meski bukan atas permintaan orang tua saat SMP saya sudah terbiasa mencari uang sendiri dengan cara berjualan Koran di perempatan dekat rumah. Hasilnya bukan untuk orangtua tapi cukup untuk membeli alat tulis dan memenuhi keinginan jajan agar bisa jajan sama seperti teman-teman. Sejak kecil saya sangat suka membaca, mulai dari cerita bergambar, novel detektif sampai buku-buku pengetahuan umum baik bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

Menginjak remaja saya sudah dihantui ketakutan. Kalau lulus sekolah jangan sampai nganggur, untuk itu setelah lulus SMP saya memutuskan untuk melanjutkan ke STM Pembangunan. Tapi karena nilai matematika saya jeblok saya tidak diterima. Puas seharian menangis karena gagal masuk STM Pembangunan saya akhirnya mendaftarkan ke SMK Penerbangan meski tidak dapat restu dari bapak karena bapak ingin saya seperti anak gadis umumnya, malanjutkan ke SMA negeri di dekat rumah karena nilai saya lumayan.

Dengan hanya mengantongi restu dari ibu saya harus membuktikan diri bisa memberikan nilai yang terbaik untuk membayar segala jerih payah yang ibu korbankan untuk saya. Dengan rata-rata nilai kelulusan hampir 9 pada mata pelajaran bidang pesawat, alhamdulillah saya peringkat ke-2 dari seluruh angkatan yang 95% laki-laki dengan pengorbanan waktu remaja untuk banyak belajar baik berupaya magang tanpa dibayar di perusahaan penerbangan maupun jadi pengunjung rutin perpustakaan milik Angkatan Laut demi bisa memenuhi hasrat keingintahuan saya akan sistem di pesawat yang bukunya tidak dijual secara bebas.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Saat ijazah belum di tangan, seorang teman menunjukkan sepotong koran yang berisi informasi pendaftaran Bintara Wara XX, meki jujur saya belum tahu WARA itu apa. Yang saya tahu, yang penting daftar dan tidak ada pungutan biaya, sambil menunggu peluang kerja yang lain. Alhamdulillah, karena doa orang tua dan faktor-faktor lain seperti kesehatan baik dan akademis juga lumayan, Allah mengubah jalan hidup saya menjadi seorang prajurit wanita Angkatan udara.

Menjalani kehidupan yang indah sebagai prajurit wanita yang harus kerja di lingkungan laki-laki saya jalani selama 20 tahun lebih dan tidak ada kendala yang berarti karena saya bekerja sesuai kemampuan dan bidang yang saya sukai, yaitu teknik perawatan pesawat udara tepatnya di benghar pesawat charlie. Di bidang protokoler atas bimbingan senior saya mampu bertugas dan berkerja sama dengan rekan yang lain.

Dan dimulailah hasrat menulis saya sejak tahun 1999, mulai ingin tulisan saya dibaca orang.  Mulainya dengan mengikuti lomba-lomba membuat karya tulis ilmiah. Dan alhasil tidak pernah masuk nominasi apalagi juara. Berhenti menulis? Tidak. Karena menyadari bahwa menulis ilmiah bukan keahlian saya, akhirnya saya mencoba menulis cerita.

Novel pertama saya The Agent pada tahun 2008-2009, saya kirim ke salah satu penerbit ternama. Hasilnya, tulisan saya belum layak untuk diterbitkan. Sambil menulis novel kedua, The Escape yang merupakan lanjutan dari novel pertama saya berusaha memahami kekurangan yang ada pada isi novel saya. Kembali saya kirim kedua novel ke penerbit, hasilnya sama. Masih belum layak terbit. Berhenti menulis? Tidak. Sambil terus berusaha memperbaiki dua novel terdahulu, selesai juga novel ketiga, The Flight Terror, jadilah ketiga novel saya, novel trilogi yang belum terbit.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Karena tokoh pada ketiga novel sama, dengan jalan cerita berbeda namun masih terkait satu dengan lainnya, akhirnya novel saya cetak dengan bantuan seorang penerbit secara independen artinya biaya cetak saya tanggung sendiri. Saya tawarkan pada senior yang hobi membaca untuk selanjutnya siap dikritik dan diperbaiki. Dari mulai senior yang satu leting di atas saya sampai, Kaset Lanud dan Kapentak Lanud menjadi sasaran saya untuk mencari masukan. Alhamdulilah perbendaharaan kata saya semakin kaya.

Ketiga novel saya terus saya perbaiki dan kembali saya kirim ke penerbit. Berhasilkah? Ternyata belum berhasil. Penerbit terakhir menyampaikan kalau novel karya saya terlalu Hollywood dan belum bisa menarik pasar, yang artinya kalau dicetak kemungkinan kecil laku. Akhirnya saya cetak terbatas dan saya tawarkan pada orang-orang yang hobi membaca dan hanya mengambil keuntungan dari selisih dari ongkos cetak. Berhenti menulis? Tidak. Akhir 2012 saya berkesempatan bertemu Kolonel Winarni, yang saat itu menjabat sebagai Kabagbinwara, beliau berkenan menerima novel saya, lalu meminta saya menulis cerpen untuk Ambara Kanya Sena dan sampai tahun ini masih dipercaya untuk mengisi majalah. Dimulailah keberuntungan saya, kumpulan cerpen saya laku 900 eksemplar, novel trilogi saya mulai diminati. Alhamdulillah.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Saya menikah pada 13 Agustus 1999, dengan pria asal Bandung, Nana Permana dan dikaruniai 3 orang anak, Hannaesa Laurens 17 tahun, Azka Firman A, 12 tahun dan Jasmine Okta, 7 tahun. Kehidupan saya sama seperti wara-wara yang lain tapi mungkin saya jauh lebih sederhana karena dalam penampilan sehari-hari saya tidak bisa/tidak terbiasa berdandan dengan pertimbangan dengan pergaulan mayoritas laki-laki dan lingkungan kerja di hangar yang panas membuat saya lebih nyaman kalau berias sekadarnya, hanya bedak dan lipstik natural agar tidak terlalu mencolok di antara anggota laki-laki yang cenderung berkulit gelap serta berkeringat.

Kehidupan berjalan biasa, sampai pada akhir tahun 2015, kanker payudara mengubah hidup saya. Dari anggota Skatek yang super sibuk, seorang wara yang aktif pada kegiatan Protokoler, perlahan harus membiasakan diri dengan jadwal-jadwal pemeriksaan kesehatan yang ketat. Sempat syok, sedih tapi hanya sesaat, tak lebih dari dua hari setelah dokter yang merawat saya mengingatkan, “Jangan takut, di dunia ini yang perlu ditakuti hanya Allah, Sang Pencipta." Hanya sebaris kalimat, tapi sudah mampu menguatkan saya untuk hidup bersama kanker hingga sekarang yang sudah memasuki tahun ketiga.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Awalnya hanya payudara kanan yang didapati sel kanker yang berjenis Apokrin Carcinoma dengan hasil lab Imunohistokima Er (-), Pr(-) dan Herr(-)  atau lebih dikenal dengan Triple negative. Tadinya saya senang dengan hasil tersebut. "Wah negatif semua," pikir saya. Tapi belakangan setelah browsing dan banyak mencari informasi, rupanya jenis sel kanker Triple Negatif lebih agresif dan sulit diobati karena pertumbuhan selnya tidak bisa dikendalikan dengan obat pengendali kanker seperti Tamofen, tamoxifen, herceptin ataupun Femara. Pencegahannya hanya dengan pemeriksaan mendalam seperti USG, BoneSurvey, dan cek darah laboratorium  untuk mengetahui nilai pertanda kankernya (Ca 15-3) untuk kanker payudara setiap 3 bulan sekali untuk mengetahui ada tidaknya penyebaran ke paru-paru, hati ginjal, organ lain maupun tulang.

Setelah menjalani rangkaian kemo dengan segala efeknya, dilanjutkan dengan 25 kali radioteraphy, akhirnya selesai sudah rangkaian pengobatan saya. Selesai? Ternyata tidak. Tiga bulan berikutnya cek USG, BoneSurvey, dan lab ca dengan hasil baik/clear dari metas/penyebaran. Tiga bulan berikutnya cek yang sama, USG upper lower ubdomen dan payudara dan ditemukan ada massa berukuran 1 cm lebih dan setelah diambil sampel sel melalui jarum halus dengan panduan USG ternyata pada massa kecil tersebut ditemukan sel ganas dengan jenis ductal invasive carcinoma tetapi agak lega karena pada hasil lab Imunohistokima, ada nilai (+) pada reseptor Herr. Jadi bunyi hasil labnya Er (-), Pr(-) dan Herr(+).

Selanjutnya dimulai sesi kedua pengobatan payudara kiri yang dimulai dengan pengangkatan payudara pada tanggal 2 Juni lalu dengan perasaan sedikit galau karena rekan sesama pengidap kanker yang juga istri dari anggota TNI Angkatan Udara meninggal sehari sebelumnya. Sebulan setelah operasi mastektomi II dimulailah kemoterapi yang direncanakan 6 kali dilanjutkan dengan 25 kali radioteraphy/radiasi.

Menjalani rutinitas seperti biasa./Copyright pixabay.com

Saya menjalani hari-hari seperti biasa, menyesuaikan fisik dan jadwal pengobatan, masih bisa memasak, mengantar anak sekolah, menulis buku bahkan ke kantor saat badan fit. Biasanya 5 hari sebelum kemo yang dilakukan setiap 3 minggu sekali dengan massa lemah efek kemo 7-10 hari pasca kemo. Menderita? Sedikit, toh saya masih bisa melakukan aktivitas seperti orang sehat pada umumnya. Ibadah, olahraga, mendengar musik kesukaan saya. Alhamdulillah, awal tahun ini saya dipercaya mengajar bahasa Inggris Teknik di SMK Penerbangan yang masih satu lingkungan di Pangkalan Udara Adisutjipto.

Saya semakin bersemangat menjalani hari-hari saya karena beranggapan segala yang saya alami semata jalan hidup yang Allah tetapkan untuk saya, dan semoga lebih mendekatkan saya kepada Sang Pencipta. Dukungan dari keluarga, rekan-rekan wara maupun dinas sudah cukup menguatkan saya untuk menjalani hari-hari saya. Saya tidak berjuang melawan kanker. Tetapi saya hidup bersama kanker yang merupakan pemberian Allah, seperti halnya badan saya dan umur saya.

So, someday if you meet me I will say, ”Hi, I’m an Indonesian air force woman, an author, an English teacher, a mother, a breast cancer survivor and I’m happy."




 


(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading