Sukses

Lifestyle

Profesi Wartawan Tapi Tak Bisa Mengendarai Kendaraan, Aku Tetap Bertahan

Setiap wanita punya kisah hebatnya masing-masing. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari cerita seorang wanita. Seperti tulisan dari sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Rayakan Hari Perempuan Sedunia ini.

***

Saya lahir dan besar di keluarga dengan perekonomian biasa saja. Sejak kecil, saya terbiasa jalan kaki. Keluarga saya tidak punya kendaraan pribadi. Kalaupun hendak bepergian jauh, kami biasa menggunakan angkutan umum.

Hal itu terus berlanjut hingga saya kuliah di luar kota. Tinggal di kota yang asing bagi saya membuat saya harus menyesuaikan diri. Hingga kuliah, keluarga saya tetap tidak memiliki kendaraan pribadi, bahkan sepeda motor pun keluarga saya tak punya. Maklum, baik ayah maupun ibu tidak bisa mengendarai sepeda motor apalagi mobil.

Saya pernah minta dibelikan sepeda motor, tetapi orangtua bilang bahwa uang untuk membeli motor digunakan untuk membiayai kuliah saya dan adik. Saya sering iri dengan teman-teman yang bebas bepergian dengan motor, sementara saya harus naik angkot atau jalan kaki. Apalagi, kota asal maupun kota yang saya tinggali saat kuliah adalah kota kecil yang kendaraan umumnya terbatas sehingga saya tidak bisa mencapai tempat-tempat yang tidak terjangkau angkutan umum.

Keinginan saya memiliki motor karena saya bercita-cita menjadi wartawan. Untuk memudahkan mobilitas, saya perlu memiliki motor. Namun, orangtua saya belum mampu membelikan motor. Beruntung ada saudara yang mau melatih mengendarai motor. Tetapi, karena saya tidak terbiasa dengan kendaraan, saya jadi takut. Saudara saya bahkan menyarankan supaya saya tidak usah mengendarai motor. Pun begitu dengan orangtua yang tidak mendukung cita-cita saya menjadi wartawan karena mobilitasnya tinggi.

Cita-cita nggak didukung./Copyright pexels.com

Beruntung, cita-cita saya terkabul. Lulus kuliah, saya diterima bekerja sebagai wartawan surat kabar di Surabaya. Walaupun belum mampu mengendarai motor, saya nekat bekerja. Saya menggunakan angkutan umum ketika liputan. Saya bersyukur, ternyata bukan saya saja wartawan yang menggunakan angkutan umum. Menurut seorang teman wartawan, asalkan masih punya kaki, hal itu tidak menghalangi kami untuk liputan.

Namun, berbeda halnya ketika saya pindah kerja ke Yogyakarta. Walaupun merupakan kota pariwisata, angkutan umum di Yogyakarta terbatas. Saya harus mencari tebengan ketika hendak liputan. Kalau terpaksa, saya naik trans Jogja walaupun jangkauannya terbatas dan saya harus berangkat lebih awal karena rute trans Jogja panjang dan berputar.

Banyak teman yang menyemangati saya untuk membeli motor dan menggunakannya untuk mobilitas. Saya bisa membeli satu unit sepeda motor, tetapi saya masih takut mengendarainya. Saya juga memohon bantuan Yang Maha Kuasa agar saya diberikan keberanian mengendarai motor. Hingga suatu hari ada sebuah suara yang mengatakan bahwa sebaiknya saya tidak usah naik motor.

Bertahan jadi wartawan./Copyright pexels.com

Saya kemudian pindah ke Jakarta. Di ibukota, lebih banyak lagi wartawan yang menggunakan angkutan umum ketika liputan. Ternyata, menjadi seorang wartawan tidak harus mampu mengendarai motor. Angkutan umum masih bisa mendukung mobilitas, asalkan kita tangguh. Naik angkutan umum berarti harus siap berangkat lebih awal, harus siap tidak duduk walaupun lelah, bahkan siap dengan copet dan pelecehan.

Saat ini, saya sudah tidak lagi merantau. Saya menemani ibu setelah ayah saya meninggal dunia. Sementara, adik saya bekerja di luar kota. Dia beruntung karena bisa mengendarai motor dan membawa motor yang saya beli karena saya tak bisa menggunakannya.

Saya masih bekerja sebagai wartawan lepas. Untuk mobilitas, saya menggunakan angkutan umum, walaupun angkutan umum terbatas. Kalau harus liputan di desa-desa, ada kekasih saya yang menemani. Kalau harus liputan ke luar kota, saya menggunakan travel, shuttle, atau bus umum. Sesampainya di kota tujuan saya juga menggunakan angkutan umum.

Melakukan sebisaku./Copyright pexels.com

Tidak bisa mengendarai kendaraan tidak menghalangi saya untuk meraih mimpi-mimpi. Satu hal yang sudah saya buktikan adalah saya tetap bisa menjadi wartawan walaupun harus menggunakan angkutan umum. Kondisi itu juga membuat saya lebih mandiri karena saya tidak mengandalkan orang lain ketika bepergian. Saya jarang meminta bantuan orang lain kecuali memang saya sudah tidak mampu.

Begitu pula ketika saya harus bolak-balik ke rumah sakit saat ibu berkali-kali opname karena darah tinggi. Saya tetap menggunakan angkutan umum. Kekasih pernah bilang bahwa tidak bisa mengendarai kendaraan membuat saya kerepotan. Tapi, saya tidak ingin manja dan sedikit-sedikit meminta bantuan orang lain.

Saya tidak ingin dianggap lemah dan terbatas karena tidak bisa mengendarai kendaraan. Bagi saya, untuk bepergian tidak harus punya kendaraan pribadi. Naik kendaraan umum melatih saya untuk bertoleransi sekaligus sebagai bentuk ibadah dengan berbagi kepada sopir angkutan umum. Maklum, saat ini penumpang angkutan umum semakin sepi karena banyaknya masyarakat yang sudah memiliki kendaraan pribadi. Semoga dengan kebiasaan saya menggunakan angkutan umum ini bisa menjadi berkat bagi sesama.





(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading