Sukses

Lifestyle

Aku Memilih Lanjut Kuliah, karena Tak Mau Beranak Dua di Usia Muda

Setiap wanita punya kisah hebatnya masing-masing. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari cerita seorang wanita. Seperti tulisan dari sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Rayakan Hari Perempuan Sedunia ini.

***

Setiap orang memiliki ceritanya masing-masing jika sudah berbicara mengenai perjalanan hidup. Ada yang manis, pahit, sedih, bahagia, membingungkan, mencerahkan, dan masih banyak hal lainnya yang bisa ditemukan dalam perjalanan hidup seseorang. Satu kesamaan dari para “pejalan” kehidupan adalah adanya tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut bisa bernama kebutuhan, impian, ambisi, pembalasan, dan lainnya.

Saya menyadari kalau saya adalah salah satu “pejalan” yang sudah diciptakan di muka bumi ini. Saya menjalaninya dengan menganggap kehidupan adalah tantangan yang kontinuitasnya sudah pasti. Saya anak pertama dari 5 bersaudara. Orang tua saya tidak memiliki pekerjaan yang tetap (digaji teratur).

Seperti keluarga menengah ke bawah lainnya di Indonesia, kondisi ekonomi keluarga saya tidak bisa dibilang cukup. Ini membuat saya selalu berada di zona tidak nyaman. Berbagai upaya saya lakukan untuk bertahan dalam kondisi ketidaktersediaan fasilitas. Mulai dari belajar keras agar tetap juara kelas demi mempertahankan beasiswa, serta berjualan gorengan di sekolah, di pasar, serta di tempat mengaji agar bisa membeli buku pelajaran. Semua hal tersebut saya jalani sepenuh hati demi pendidikan yang saya yakini akan mengantarkan saya kepada impian yang menjadi arah perjalanan saya.

Terus belajar./Copyright pexels.com
 
Tantangan dalam pendidikan mulai terasa berat saat harus melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTA. Saya diminta untuk mendaftar dan mengikuti seleksi sekolah berasrama yang cukup bergengsi di ibukota kabupaten. Saya lulus dengan memuaskan, namun lagi-lagi karena masalah ekonomi saya harus menelan kenyataan pahit bahwa saya tidak mungkin bersekolah di sana. Biaya sekolah per semester yang mencapai Rp7 juta memberatkan orangtua saya, mengingat tidak hanya saya yang harus dibiayai pendidikannya. Akhirnya, saya memilih untuk melanjutkan pendidikan di sebuah madrasah aliyah negeri yang biaya pendidikannya lebih "ramah".

Meskipun demikian, saya tidak pernah berkecil hati dengan apa yang saya dapat. Saya tetap belajar keras agar tetap berprestasi sebagai juara kelas dan berkegiatan ekstrakurikuler dengan menjadi da’iyah aktif, mayoret marching band, ketua UKS, dan bendahara OSIM. Kemudian saya melahap hampir setiap jenis buku agar wawasan saya berkembang. Tidak lupa pula saya menjadi tutor belajar kelompok teman-teman dan beberapa junior sebagai bentuk tanggung jawab keilmuan saya.

Merencanakan masa depan./Copyright pexels.com

Tantangan selanjutnya yang membuat saya berpikir dan berusaha keras adalah ketika lulus dari MAN. Saya ingin melanjutkan kuliah namun mengingat keterbatasan biaya membuat saya berpikir ulang. Alhamdulillah, ternyata ada beasiswa yang bernama Bidikmisi. Fasilitas dari pemerintah ini berupa pembayaran uang kuliah dan uang saku perbulan. Beasiswa ini akan menjadi solusi bagi masalah keuangan saya. Masalah selanjutnya adalah daya saing saya sebagai calon mahasiswa.

Saya bersekolah di madrasah yang akreditasinya tidak begitu diperhatikan oleh kampus-kampus favorit. Bukan bermaksud mendiskreditkan, tetapi itulah faktanya. Lulusan madrasah saya yang diterima melalui jalur SNMPTN sangat sedikit. Dan saya pun juga tidak diterima di kampus favorit tujuan saya melalui jalur SNMPTN.

Berjuang untuk bisa kuliah./Copyright pexels.com

Lalu ada dua jalur lagi berupa tes untuk mencapai kampus impian, jalur Mandiri dan jalur SBMPTN. Jalur Mandiri tidak akan saya tempuh karena saya tidak memiliki uang untuk mendaftar tes tersebut. Sedangkan jalur SBMPTN bisa saya usahakan karena kebetulan para pendaftar Bidikmisi uang tesnya dibayarkan.

SBMPTN menjadi harga mati bagi saya dalam melanjutkan pendidikan. Agar lulus tes tersebut, saya belajar dengan membuka buku pelajaran kelas 3 SD sampai kelas 3 SMA. Saya berusaha mengumpulkan soal-soal SBMPTN dari senior-senior yang pernah ikut tes SBMPTN. Saya juga meminjam soal-soal kepada teman-teman saya yang mengikuti bimbingan belajar tes SBMPTN.

Saya mempelajari bentuk soal SBMPTN yang berbeda dengan soal UN. Saya mempelajarinya otodidak mengingat hal ini tidak diajarkan di sekolah. Hampir setiap hari saya alokasikan waktu 2 jam sebelum subuh dan 2 jam sebelum tidur untuk men-charge kepala saya. Saya sadar saya harus berusaha ekstra keras karena jurusan yang saya inginkan berada di ranah sosial humaniora, sedangkan selama madrasah saya mempelajari sains dan teknologi.

Doa dan kerja keras berbuah manis./Copyright pexels.com

Alhamdulillah, doa dan kerja keras saya berbuah manis. Saya diterima di jurusan yang saya inginkan. Sisi manis yang lainnya adalah saya satu-satunya alumni madrasah angkatan saya yang lulus SBMPTN. Ini menjadi prestasi tersendiri. Saya dipenuhi rasa syukur karena masih diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Sekarang pun saya masih bergidik membayangkan jika saya tidak kuliah, mungkin saya sekarang sudah berkeluarga dan memiliki anak dua karena tradisi menikah muda masih begitu biasa di lingkungan tempat tinggal saya.
Yeay... I’m Possible!





(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading