Sukses

Lifestyle

Meski Belum Menikah, Aku Bisa Memberi 'Cucu' untuk Orangtuaku

Kisah Sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Bukan Cinta Biasa ini memang istimewa. Dia menemukan cinta dengan caranya sendiri dan berusaha menciptakan kebahagiaan untuk dirinya juga kedua orangtuanya.

***

Cinta itu universal. Cinta tidak hanya ditemukan pada pasangan kekasih, suami-istri, orang tua dan anak atau antara saudara yang memiliki hubungan darah. Cinta dapat juga terjadi karena adanya keterikatan hati yang entah bagaimana caranya dapat terbentuk dengan sendirinya. Seperti keterikatan antara saya dengan anak-anak sekolah minggu di gereja dan seorang anak laki-laki yang menjadi anak asuh saya sejak 1,5 tahun lalu.

Awal keterlibatan saya di gereja untuk mengajar sekolah minggu untuk mengisi waktu saya yang saat itu saya belum memiliki pekerjaan tetap. Entah mengapa terasa menyenangkan walau pun kadang agak merepotkan. Saya merasa anak-anak itu adalah dunia saya dan sumber energi saya agar saya merasa hidup. Dan pada akhirnya membuat saya memutuskan untuk tidak mencari pekerjaan di luar kota.

Mengasuh anak-anak jadi sumber energi saya./Copyright pexels.com

Saat ini, saya bekerja sebagai admin keuangan di sebuah toko serba ada. Meskipun rutinitas pekerjaan juga sudah menyita waktu, pikiran, dan tenaga saya, saya tidak meninggalkan kegiatan mengajar anak-anak itu. Berinteraksi dengan mereka walau hanya seminggu sekali menjadi sesuatu yang saya rindukan dan saya nantikan.  Ada-ada saja tingkah mereka. Tiba-tiba ada yang menangis, memeluk, minta gendong, sampai ingin mengelap ingus mereka di baju saya pun pernah. Tapi entah mengapa saya menganggapnya menjadi sesuatu yang menyenangkan.

Dari keterlibatan mengajar sekolah minggu dan aktif di gereja itu, saya berkenalan dengan seorang pria. Pria ini berasal dari daerah lain dan akan bekerja sebagai tenaga admin di gereja saya menggantikan karyawan sebelumnya yang telah pensiun. Mungkin karena sering bertemu untuk urusan kegiatan di gereja saya diam-diam mengaguminya. Mengagumi kesederhanaannya, kepintarannya dalam komputer dan elektro, dan pintar bermain musik terutama piano.

Dari sering bertemu mulai sering saling mengirim pesan lewat BBM ataupun fasilitas chat di Facebook. Dan akhirnya, kami berdua jadian karena merasa klik saat saling berkirim pesan walau saya tidak mengetahui latar belakangnya. Sayangnya, hubungan ini hanya berlangsung sebentar dan berakhir begitu saja. Penyebabnya usia saya boleh dibilang tidak muda lagi. Desakan supaya cepat menikah dan keinginan orang tua untuk memiliki cucu membuat saya agak memaksa pria ini untuk main ke rumah. Dia menolak dengan alasan saya dulu yang harus main ke rumahnya.

Jatuh bangun dalam cinta./Copyright pexels.com

Tapi bukan hanya menolak untuk main ke rumah saya, entah kenapa status pacaran kami jadi sesuatu yang disembunyikan. Tidak ada yang tahu kalau kami berpacaran. Saat saya masih menjadi pacarnya, ada pria lain juga di gereja yang mencoba mendekati saya. Karena penasaran, saya tanya alasannya. Akhirnya dia jujur mengenai latar belakangnya. Dia ungkapkan semua  soal keadaan keluarganya yang tidak mampu, kegagalannya mendapat beasiswa hingga akhirnya dia hanya sekolah hingga tamat SMP saja padahal saya sarjana dan keluarga saya boleh dibilang berada. Pekerjaannya sebagai petani  di kampungnya sebelum akhirnya menjadi bagian admin gereja. Saya tidak tahu latar belakangnya tapi dia tahu kalau saya sarjana dan lain sebagainya dari akun media sosial saya. Saya menerima semua itu, hubungan kami masih berlanjut walau saya sudah tahu seperti apa masa lalunya.

Awalnya saya tidak ambil pusing soal itu. Tetapi hubungan diam-diam ini terus berlanjut, lama-lama saya yang kesal sendiri ngapain punya pacar kalau nggak bisa dikenalin ke orang dan masih ada yang coba ngedeketin karena mengira masih sendiri? Kalau masalahnya soal latar belakang yang beda jauh kan dia tahu keadaan saya seperti apa. Kalau keadaan saya bikin dia minder kenapa dia coba deketin saya. Dan rasanya lebih enak menghadapi pertanyaan kapan nikah saat belum punya pacar daripada menghadapi pertanyaan yang sama saat kita punya pacar dan nggak bisa menentukan jawaban dari pertanyaan itu. Akhirnya kami putus.

Memilih untuk jadi orangtua asuh./Copyright pexels.com

Masih didesak oleh orangtua untuk segera menikah dan keinginan mereka untuk punya cucu, saya memilih untuk menjadi orangtua asuh. Lewat sebuah yayasan yang fokus pelayanannya adalah pendidikan anak-anak di Indonesia bagian timur, saya mendapat seorang anak laki-laki yang dipilihkan langsung oleh yayasan itu. Dan entah suatu kebetulan atau bukan, tanggal dan bulan kelahiran anak ini sama dengan tanggal lahir mantan yang saya ceritakan tadi.

Keputusan saya ini diprotes oleh orang tua saya, kenapa saya gampang aja kasih donasi uang untuk yayasan ini yang nantinya akan digunakan untuk keperluan si anak. Saya bilang ini untuk saya belajar tanggung jawab, punya anak sendiri juga kan harus tanggung jawab. Anaknya harus dikasih makan, dididik, disekolahkan, uang yang saya keluarkan untuk donasi ke yayasan ini boleh dibilang kecil kalau seandainya saya punya anak sendiri.

Dan saya udah nurutin kemauan orang tua saya, mereka minta cucu, saya beri mereka banyak cucu lewat anak-anak sekolah minggu dan anak asuh saya ini. Karena saya menganggap anak-anak ini seperti anak-anak saya sendiri walau bukan saya yang melahirkan mereka. Demikianlah semua waktu, tenaga, pikiran, dan hati saya curahkan dalam pekerjaan dan mengajar anak-anak ini.





(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading