Sukses

Lifestyle

Berdamai dengan Masa Lalu, Sebab Kebencian Tak Membuat Hatiku Kembali Utuh

Apa resolusimu tahun ini? Apakah seperti resolusi sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba New Year New Me ini?

***

Hujan di luar sana memaksaku kembali ke masa di mana aku merasa patah dan tidak berguna. Kenangan di otakku berputar, meliuk, seiring dengan kepulan cokelat hangat yang sedang aku genggam. Hangat cokelatnya tidak aku rasakan sama sekali, tertutup panasnya hati dan pikiranku ketika kenangan-kenangan itu mencoba mendobrak tembok tinggi yang sengaja aku bangun, agar aku tidak perlu menoleh ke belakang lagi. Agar aku tidak perlu merasakan sakitnya lagi. Tapi, masih sama seperti waktu-waktu sebelumnya, kali ini aku gagal lagi. Aku masih sulit berlari, masih betah hidup di masa lalu, atau mungkin, masih rindu akan hal-hal yang pernah aku raih, dulu.

Aku mulai memejamkan mata. Sakitnya masih sama seperti waktu itu, ketika hatiku dicuri dan dibuang dengan semena-mena oleh sahabatku sendiri. Dia, dan wanita yang juga merupakan teman baikku, seolah bangga berkoalisi untuk melemparku. Menjatuhkan aku hingga jatuh, sejatuh-jatuhnya. Membuat hatiku pecah, sepecah-pecahnya. Hingga aku yakin, aku tidak lagi memiliki hati. Aku memilih untuk menjadi keji. Apapun akan aku lakukan demi membalaskan dendamku. Apapun akan aku lakukan demi mereka, sahabat dan teman baikku, agar mereka merasa tidak pantas lagi hidup di muka bumi.

Dendamku menjamur./Copyright pexels.com

Dendamku menjamur, sehingga membenci mereka berdua sudah jadi hobiku. Sumpah serapah setiap hari rela aku ucapkan, demi memuaskan otakku sendiri, karena hatiku sudah mati. Jadi aku tidak perlu lagi merasa bersalah, toh mereka yang mulai membuat masalah. Tidak ada lagi cerita, tawa, persahabatan. Semua sudah aku tutup rapat, hingga hanya dendam kesumat yang setiap hari aku semat.

Perlahan aku bangkit, tentu saja dengan caraku sendiri. Dendam itu masih ada, tidak pudar sama sekali. Caraku belajar menerima adalah dengan melupakan. Melupakan mereka, melupakan rasa sakit, namun tidak akan pernah sudi aku maafkan, meski hanya sedikit. Terima kasih kepada tembok tinggi yang aku ciptakan, karena nyatanya mereka sudah lenyap di belakang, hilang bersama suara dan tatapan mata mereka yang perlahan aku tinggalkan. Pernah beberapa kali mereka mencoba memanjat tembok tinggi itu, sekadar menyapaku, menanyakan kabarku, bahkan meminta pengampunanku. Tapi tidak pernah aku hiraukan, hatiku kan sudah pecah dan menghilang entah kemana.

Waktu begitu cepat berlalu. Bertahun-tahun aku menghabiskannya dalam kebencian yang begitu liar. Hidupku sudah bahagia sekarang, setidaknya dengan tanpa mengetahui apa-apa tentang mereka. Ya, aku memilih untuk tuli dan buta.

Lantas, apa aku benar-benar bahagia? Apakah kebencian membuat hatiku kembali utuh? Apa aku mampu berjalan tanpa menoleh ke belakang? Jawabannya tentu saja tidak.

Setelah melangkah maju dengan diikuti tembok raksasa itu, aku akhirnya menemukan makna lain dari suatu kehilangan. Ternyata, tidak ada kehilangan yang benar-benar hilang. Tuhan akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik, lebih hebat, dan lebih dari apa yang kita harapkan. Percayalah, Tuhan selalu tahu bagaimana menciptakan senyum di wajah umat-Nya. Karena, yang selalu aku yakini, Tuhan adalah Pembuat Skenario Terbaik. Tuhan Maha Pemaaf, bahkan ketika aku berbuat khilaf.

Memulai dari awal./Copyright pexels.com

Pergantian tahun ini, aku akan memulai semuanya dari awal lagi. Membuang jauh kebencian itu, menghancurkan tembok tinggi yang aku ciptakan sendiri. Kenapa? Karena kita butuh masa lalu untuk bersikap lebih waspada ketika menghadapi masa depan. Oleh karena itu, di tahun ini, aku berniat untuk berdamai dengan masa lalu. Sepahit dan sesakit apapun itu, aku akan berterimakasih. Karena kepahitan itu yang membuat aku sekuat dan setegar saat ini. Dan aku bersyukur atas semua cerita yang Tuhan ciptakan. Kita tidak akan tahu betapa manisnya gula, jika tidak pernah mencicipi pahitnya kopi.

Aku akan jadi aku yang baru, aku yang selalu belajar untuk mengikhlaskan apa yang memang ditakdirkan bukan untukku. Memaafkan kesalahan orang lain, demi melepas beban yang membuat hatiku menjadi sempit. Berkenalan dengan orang baru, tertawa lepas dengan orang sekitarku dan mengukir cerita indah yang tidak akan ada habisnya. Aku berjanji akan mengembalikan lagi hatiku yang hangat.

Membesarkan hati untuk memberi maaf./Copyright pexels.com

Tidak ada yang rugi dari memaafkan. Untuk itu, di tahun ini aku akan lebih membesarkan hati untuk memberi maaf, dan lebih waspada dalam bertindak. Aku akan berpikir berkali-kali dalam mengambil keputusan, dan sangat berhati-hati ketika memilih seseorang yang aku percaya untuk menjaga hatiku. Tidak akan aku biarkan hatiku hancur untuk kedua kalinya. Tidak akan pernah.

Cokelat hangat di genggamanku sudah mulai dingin. Kepulannya sudah hilang sama sekali. Aku tersenyum sambil meneguk habis minuman kesukaanku itu. Ah, rasanya tetap nikmat. Meski minumannya sudah dingin, hatiku justru semakin hangat. Di dalamnya tidak ada lagi sesak, tidak ada lagi amarah dan kebencian, karena mulai sekarang, aku akan sibuk menebak skenario apalagi yang akan Tuhan hadiahkan, dan aku akan sibuk bersyukur atas semua kasih sayang Tuhan yang tidak pernah luntur.



(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading