Sukses

Lifestyle

Resolusi 2018 Sederhana Saja, Ingin Lebih Bahagia dan Bersyukur

Apa resolusimu tahun ini? Apakah seperti resolusi sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba New Year New Me ini? Terkadang resolusi sederhana justru yang paling kita butuhkan meski mungkin pada praktiknya tak semuda teorinya.

***

Bahagia itu sederhana, kata orang.
Namun, itu tak berlaku untuk semua orang, terutama untuk orang-orang seperti saya, yang penuh pemikiran analitis dan melankolis.

Why should I be happy if I’m not happy? Should I fake it just to impress people?
Begitulah pemikiran saya. Saya tidak tersenyum jika tidak ada sesuatu yang membuat garis bibir saya tersungging. Saya tidak tertawa jika tidak ada yang membuat saya bahagia. Dan seterusnya.

Bukan, bukan karena saya benci sesuatu. But it's difficult for me if there is no reason to smile or happy.

Susah untuk berpura-pura./Copyright pexels.com

Pada sekitar pertengahan 2017, saya memutuskan alih profesi dari penulis menjadi sales/marketing. Keputusan yang besar memang. Bahkan, profesi ini baru dan jauh berbeda dari profesi sebelumnya. Enam bulan bergulir, saya pun harus menjalani penilaian evaluasi satu semester. Saat dihadapkan pada pimpinan, sebenarnya tidak ada masalah spesifik pada kinerja saya. Namun, sebagai sales/marketing, para pimpinan mempertanyakan sikap saya yang terkesan kaku, tidak ramah, sulit bergaul, dan sebagainya. Ini membuat saya sedikit terkejut. Saya masih ingat kata-kata dari para atasan.

“Kami percaya bahwa sebenarnya bukannya kamu tidak suka atau benci. Tapi ini profesi sales, kamu harus belajar luwes, mau bergaul, lebih banyak senyum, agar orang lain tidak beranggapan kalau kamu itu kaku.”

Kata-kata itu menampar saya. Saya lolos tes satu semester, tapi dengan catatan harus mengubah sikap saya agar lebih ramah, terbuka, dan lebih banyak senyum. Saya tercenung, apakah ada yang salah dengan diri saya?

Usai evaluasi, saya bertemu dengan teman baik saya. Kami merencanakan untuk pergi ke Jepang pada akhir 2017 kemarin. Dia sangat antusias pergi ke Jepang. Jujur, Jepang bukanlah negara pertama yang kami kunjungi untuk wisata dan jalan-jalan. Namun, antusiasme kami berbeda. Saya ke Jepang dengan biasa saja, meskipun sejujurnya sangat senang akhirnya bisa mengunjungi Negeri Sakura menjelang musim dingin.

Dalam perjalanan, kami mengobrol. Saya menanyakan, mengapa dia sangat gembira dengan perjalanan ini. Bersemangat, dia menceritakan impian masa kecilnya: berada di Bandara Narita, Jepang.

“Dari kecil, aku udah mimpiin Narita. Kalau udah ke Narita, berarti kita sudah ke Jepang. Masih polos ya? Terkadang, kita tidak bisa menduga kapan kita mendapatkan apa yang kita impikan. Kadang-kadang hal sepele saja bisa membuat kita bersyukur banget. Kayak HP ini, aku dapat bantuan beli HP dari bosku. Walau sederhana dan masih harus bayar sebagian harga HP, tapi sesuai denganku. Pernah punya pengalaman yang mirip nggak?” kata teman saya.

Saatnya lebih bahagia./Copyright pexels.com

Saya pun merenung, terkadang hal kecil yang terwujud sungguh menyenangkan. Pernah suatu hari saya menginginkan roti isi cokelat. Namun, setelah pergi ke bakery dan sejumlah mall, saya tidak mendapatkan roti isi cokelat yang saya inginkan.

Beberapa hari berlalu, pada suatu meeting mingguan di kantor, saya iseng mengambil camilan roti di meja. Saat saya belah rotinya, saya mendapati roti isi cokelat yang saya inginkan. Momen itu menjadi momen yang sangat menyenangkan bagi saya.

Sekejap, saya tersadar. Saya tidak memerlukan alasan yang cukup besar dan luar biasa untuk tersenyum dan merasa bahagia.

Mungkin dengan melihat lagi ke dalam diri dan sekali lagi memperhatikan apa yang telah saya miliki dan saya capai sejauh ini.

Mulai dari membuka mata saat pagi hari.
Memulai hari yang baru.
Dengan senyum.

Resolusi 2018 ini, saya ingin lebih bahagia dan bersyukur.
Di setiap waktu yang saya miliki.  

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading